Tuesday, December 1, 2015

KNKT: AirAsia QZ8501 Alami 4 Kali Gangguan, Jatuh Bukan karena Cuaca

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan hasil investigasi kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501. Pesawat rute Surabaya-Singapura itu disebut mengalami stall berkepanjangan hingga akhirnya jatuh ke laut Jawa.

Pernyataan itu disampaikan Kepala Subkomite Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Perhubungan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).

Dijelaskan Nurcahyo, pada 28 Desember 2014, pesawat Airbus A320 yang dioperasikan PT Indonesia AirAsia ini dalam penerbangan dari Bandara Juanda Surabaya menuju Bandara Changi Singapura. Pesawat berangkat pukul 05.35 WIB dengan ketinggian jelajah 32.000 kaki dan dijadwalkan tiba di Singapura pukul 08.36 waktu setempat.

Di dalam pesawat terdapat 162 orang, terdiri dari 2 orang pilot, 4 awak kabin, seorang engineer dan 156 penumpang.

"Dalam penerbangan ini pimpinan penerbangan (captain pilot) bertindak sebagai pilot monitoring dan co-pilot bertindak sebagai pilot flying," jelas Nurcahyo.

Sejak pukul 06.01 WIB, lanjut Nurcahyo, flight data recorder (FDR) mencatat terjadi 4 kali aktivasi tanda peringatan (master caution) yang disebabkan karena terjadinya gangguan pada sistem rudder travel limiter (RTL).

"Gangguan ini juga mengaktifkan electronic centralized aircraft monitoring (ECAM) berupa pesan: AUTO FLT RUD TRV LIM SYS. Berdasarkan message ini, awak pesawat melaksanakan perintah sesuai dengan langkah-langkah yang tertera pada ECAM. Tiga gangguan awal yang muncul pada sistem RTL, ditangani oleh awak pesawat sesuai dengan instruksi dari ECAM. Gangguan pada sistem RTL bukanlah suatu yang membahayakan penerbangan," ucap dia.

"Gangguan keempat terjadi pada pukul 06.15 WIB dan FDR mencatat penunjukan berbeda dengan tiga gangguan sebelumnya, namun menunjukkan kesamaan dengan kejadian pada tanggal 25 Desember 2014 saat pesawat masih di darat ketika CB (circuit breaker) dari flight augmentation computer (FAC) direset. Tindakan awak pesawat setelah gangguan keempat ini mengaktifkan tanda peringatan kelima yang memunculkan pesan di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1 FAULT dan keenam yang memunculkan pesan di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1+2 FAULT," paparnya.

Setelah AUTO FLT FAC 1+2 FAULT, auto-pilot dan auto-thrust tidak aktif, sistem kendali fly by wire pesawat berganti dari normal law ke alternate law di mana beberapa proteksi tidak aktif. Pengendalian pesawat oleh awak pesawat secara manual selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi yang disebut sebagai 'upset condition', dan 'stall' hingga akhir rekaman FDR.

"KNKT tidak menemukan tanda-tanda atau pengaruh cuaca yang menyebabkan terjadinya kecelakaan ini," tegas Nurcahyo. 

23 Gangguan Selama 12 Bulan Terakhir

Nurcahyo menjelaskan, investigasi terhadap catatan perawatan pesawat dalam 12 bulan terakhir menemukan adanya 23 kali gangguan yang terkait dengan sistem RTL di tahun 2014. Selang waktu antara kejadian menjadi lebih pendek dalam 3 bulan terakhir. Hal ini diawali oleh retakan solder pada electronic module pada RTLU yang lokasinya berada pada vertical stabilizer.

Menurutnya, sistem perawatan pesawat yang ada saat itu belum memanfaatkan Post Flight Report (PFR) secara optimal. Hal itu menyebabkan gangguan pada RTL yang berulang tidak terselesaikan secara tuntas.

"Setelah kedua FAC FAULT maka autopilot dan autothrust tidak aktif. Pengendalian pesawat selanjutnya secara manual membuat pesawat memasuki 'upset condition' dan stall," ucapnya.

Investigasi menyimpulkan faktor yang berkontribusi pada kecelakaan ini adalah:

- Retakan solder pada electronic module di RTLU menyebabkan hubungan yang berselang dan berakibat pada masalah yang berkelanjutan dan berulang.

- Sistem perawatan pesawat dan analisa di perusahaan yang belum optimal mengakibatkan tidak terselesaikannya masalah yang berulang. Kejadian yang sama terjadi sebanyak 4 kali dalam penerbangan.

- Awak pesawat melaksanakan prosedur sesuai ECAM pada 3 gangguan yang pertama. Setelah gangguan yang keempat, FDR mencatat indikasi yang berbeda. Indikasi ini serupa dengan kondisi CB di-reset sehingga berakibat terjadinya pemutusan arus listrik pada FAC.

- Terputusnya arus listrik pada FAC menyebabkan autopilot disengage, flight control logic berubah dari Normal Law ke Alternate Law, rudder bergerak 2° ke kiri. Kondisi ini mengakibatkan pesawat berguling (roll) mencapai sudut 54°.

- Pengendalian pesawat selanjutnya secara manual pada Alternate Law oleh awak pesawat telah menempatkan pesawat dalam kondisi "upset" dan "stall" secara berkepanjangan sehingga berada diluar batas-batas penerbangan (flight envelope) yang dapat dikendalikan oleh awak pesawat.

Hal-hal seperti perizinan rute penerbangan dianggap tidak terkait pada kecelakaan ini. Untuk itu KNKT tidak melakukan pendalaman atas hal tersebut. 

Dalam melaksanakan investigasi kecelakaan ini, KNKT mendapat bantuan dari ATSB (Australia), BEA (Perancis), AAIB (Singapura), dan MOT (Malaysia) yang bertindak sebagai accredited representatives. 

No comments:

Post a Comment