Sunday, December 27, 2015

Menag: Gus Dur Sosok yang Mampu Menyatukan Islam dan Pancasila

Ajaran-ajaran KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur terus dikenang meski sosoknya telah lama tiada. Pemikiran-pemikiran Gus Dur yang melampaui zamannya sering tak dapat dipahami oleh orang awam.

Gus Dur dikenal sebagai sosok penjunjung tinggi pluralisme. Ia juga tidak pernah mendikotomikan ilmu, sehingga Gus Dur mampu menyatukan konflik antara Islam dan Pancasila yang bertahun-tahun tidak terselesaikan.

"Itu sangat luar biasa. Karena betapa sulitnya dahulu orang Islam menerima Pancasila sebagai dasar negara. Sementara pemerintah terus memaksakan dasar negara Pamcasila," kata Menteri Agama Lukmam Hakim Saifuddin dalam acara Haul ke-6 Gus Dur yang diselenggarakan di Komplek Al-Munawaroh, Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (26/12/2015).

Selain itu, kata Lukman, Gus Dur adalah tokoh yang mengangkat pesantren hingga ke kancah internasional. "Pesantren tidak hanya terkait santri dan NU tapi juga nilai dan tradisi yang dikembangkan di dalamnya," kata Lukman.

Selain dihadiri para kiai dan tokoh NU, acara ini juga dihadiri para menteri Kabinet Kerja seperti Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menko Kemaritiman Rizal Ramli dan Mensos Khofifah Indar Parawansa. Hadir juga Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) dan Pastor sekaligus budayawan, Romo Magnis Suseno.

Ribuan warga berbondong-bondong menghadiri acara ini. Mereka datang dari berbagai daerah dengan menyewa bus masing-masing. Selain di Ciganjur, peringatan Haul Gus Dur ke-6 tahun ini juga dilaksanakan di kampung halaman Gus Dur, Jombang, Jawa Timur.

Puncak Haul di Ciganjur ini diisi dengan zikir dan doa bersama untuk Gus Dur. Ada juga pertunjukan-pertunjukan seni dan khataman al-Qur'an. Sebelum acara puncak dimulai, seluruh peserta yang telah duduk bersila harus berdiri lagi untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Momen ini terbilang langka dilaksanakan di kalangan pesantren.

Ketum PBNU Said Aqil Siradj mengaku banyak belajar dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam berbagai hal, khususnya saat menghadapi persoalan. Menurut Said, Gus Dur selalu memiliki terobosan-terobosan baru dalam menangani permasalahan.

Hal itu disampaikan Said dihadapan ribuan warga yang menghadiri acara Haul ke-6 Gus Dur di kediaman keluarga, Komplek Al-Munawaroh, Ciganjur, Jaksel. Selain keluarga Gus Dur, para kiai dan tokoh-tokoh NU, hadir juga dalam kesempatan tersebut Menag Lukman Hakim Saifuddin, Menko Kemaritiman Rizal Ramli, Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) hingga Pastur Romo Magnis Suseno.

"Gus Dur mengajarkan agar saya harus memahami ilmu ahwal, yaitu ilmu memahami kondisi sekitar kita sehingga kita tahu berada di mana," kata Said di Komplek Al Munawaroh, Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (26/12/2015).

Menurut Aqil, saat ini banyak orang mengerti agama namun tidak memahami ilmu tersebut. Sehingga banyak yang berusaha menyamakan sistem bernegara di Indonesia seperti di Timur Tengah. Padahal kata Aqil, Indonesia dan Timur Tengah memiliki sejarah kemerdekaan yang berbeda. Indonesia merebut kemerdekaannya sendiri, sementara negara-negara di Timur Tengah banyak yang memperoleh kemerdekaan sebagai dari hadiah penjajah.

"Oleh karena itu semangat Islam Nusantara sangat tepat. Ini bukan mazhab ya, Islam Nusantara itu tipologi," katanya.

Aqil menjelaskan, para kiai-kiai di Indonesia juga menanamkan rasa cinta tanah air yang kuat kepada para santrinya. Hal ini yang tidak terjadi di negara Timur Tengah.

"Coba cari di Timur Tengah tokoh yang nasionalis tapi ulama. Nggak ada. Pasti kalau nasionalis, dia sekuler. Cuma ada di Indonesia yang nasionalis dan ulama," kata Said.

Said juga memuji keberanian Gus Dur dalam menyampaikan pendapatnya. Ia salut dengan Gus Dur yang selalu berani mempertahankan keyakinannya meski harus berbeda dari pendapat umum. 

"Harusnya yang jadi Ketum PBNU, yang begini nih (seperti Gus Dur)," tutupnya diiringi tawa para hadirin. 

No comments:

Post a Comment