Sunday, December 27, 2015

Mundurnya Dirjen Perhubungan Darat, Dirjen Pajak dan Ketua DPR

Dalam sebulan terakhir, ada tiga pejabat ternama yang mengundurkan diri dari jabatannya. Dua orang karena merasa gagal dalam bertugas, satu lagi mundur setelah didesak ramai-ramai karena masalah pelanggaran etika.

Pada awal Desember 2015, Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengundurkan diri dari jabatannya. Dia digantikan oleh rekannya Ken Dwijugiasteadi, yang sebelumnya menjabat sebagai Staf Ahli Dirjen Pajak Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak.

Sigit mundur sebagai tanggung jawab karena tak mencapai target penerimaan pajak 2015. Target pajak tahun ini mencapai Rp 1.294 triliun. Hingga akhir November realisasi penerimaan pajak baru tercapai sekitar Rp 865 triliun atau kurang Rp 430 triliun dari target Rp 1.294 triliun di 2015. 

"Pengunduran ini semata-mata sebagai bentuk tanggung jawab saya yang tidak berhasil memimpin DJP (Ditjen Pajak) dalam mencapai target penerimaan pajak yang dapat ditolelir (di atas 85%)," kata Sigit.
Sigit (kiri) saat dilantik oleh Menkeu Bambang

"Saya mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan teman-teman sekalian, mohon maaf bila ada hal-hal yang tidak berkenan selama ini. Semoga Dirjen Pajak yang akan datang akan membawa DJP semakin Jaya, kredibel, akuntabel dan dapat dibanggakan," katanya.

Peristiwa kedua yang menarik perhatian adalah mundurnya Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono. Dia merasa gagal karena tak mampu mengendalikan kemacetan panjang yang terjadi saat libur Natal lalu. 

"Ya tanggung jawab, saya sebagai Dirjen Perhubungan Darat yang gagal," kata Djoko.

"Saya harus bertanggung jawab karena banyak sekali spekulasi. Saya harus mengatakan bahwa ini kesalahan Dirjen Perhubungan Darat," lanjutnya.

Pengunduran diri Djoko dilakukan mendadak. Saat itu, acara jumpa pers seharusnya tentang sosialisasi larangan truk pengangkut barang masuk ke dalam tol. Namun, di akhir keterangan persnya, Djoko menyatakan mundur sebagai Dirjen Perhubungan Darat. Menhub Ignasius Jonan pun baru tahu setelah ada pemberitaan media.

Djoko Sasono saat jumpa pers
Sejumlah kalangan menilai langkah Sigit dan Djoko mundur adalah sebuah budaya yang langka. Sangat jarang pejabat di Indonesia mundur karena kesadaran sendiri saat gagal bertugas. Sebagian masih ingin bertahan, bahkan ada yang ngotot meski sudah jelas-jelas melakukan pelanggaran berat.

Wapres Jusuf Kalla memberikan penghargaan khusus kepada Sigit. Walau kegagalan mencapai target pendapatan pajak juga dipengaruhi faktor dari luar, Sigit tetap memikul beban itu di pundaknya.

"Tentu kita menghargai suatu upaya, dan juga kita menghargai sportivitas dan kejujuran. Kita menghargai," kata JK usai membuka Rakernas REI di Ritz Carlton, Mega Kuningan, Rabu (2/12/2015) lalu.

Country Director Institute for Transportation & Developement Policy, Yoga Adiwinarto, menilai mundurnya Djoko sebagai mentalitas pejabat yang sangat bagus. Seorang pejabat memang sudah layaknya bertanggung jawab bila gagal menjalankan tugas.

Terpaksa Mundur Ketua DPR 

Bagaimana dengan mundurnya Ketua DPR Setya Novanto? Kasus ini sedikit berbeda dengan dua pejabat di atas. Sejak mencuatnya kasus 'Papa Minta Saham', Setya sudah didorong untuk mundur. Namun dia tak mau.

Sebaliknya, Setya masih sempat menyatakan diri tak bersalah dan melakukan perlawanan. Politisi Golkar itu sempat melaporkan Pimred Metro TV ke Mabes Polri dan mengadukan sejumlah media ke Dewan Pers. 

Setya Novanto
Upaya perlawanan Setya Novanto baru berakhir menjelang keputusan akhir Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Saat itu, sebagian besar anggota MKD menyatakan Setya melakukan pelanggaran sedang, sisanya pelanggaran berat. Di tengah drama putusan tersebut, tiba-tiba muncul surat pengunduran diri sebagai ketua DPR. Surat itu mengakhiri sidang MKD tanpa keputusan sanksi apa pun.

Berbeda dengan dua pejabat di atas, tak ada pernyataan pengakuan salah atau gagal dari Setya. Yang muncul adalah permintaan maaf atas 'kegaduhan' dan sebagai penghormatan terhadap seluruh rakyat Indonesia. Hal yang sama terjadi juga ketika Setya menyampaikan pidato pengunduran diri secara resmi di sidang paripurna.
"Pilihan saya sebagai bentuk penghormatan kepada seluruh rakyat Indonesia . Selama saya emban tugas jadi pimpinan tentu banyak dinamika yang perlu disikapi secara arif dan bijaksana. Peristiwa politik yang harus perlu kita landasi untuk menjaga harkat dan martabat DPR sebagi lembaga negara Republik Indonesia. 

Prinsip tersebut saya pegang sejak jadi Ketua DPR. Untuk itu seraya mohon maaf dan mengharapkan semoga bisa menyongsong lebih baik. Kita telah mencanangkan parlemen modern, agar menyusun parlemen modern untuk lebih kuat, dekat kepada rakyat, dan sebagai representasi kedekatan dewan dengan rakyat. Karena pemilik kedaulatan adalah milik rakyat. Parlemen modern juga menciptakan untuk transparansi dan akuntabilitas dan ada program pengawasan parlemen dan penguatan sistem kelembagaan pendukung kita. Baru kali ini yaitu kita punya staf khusus, badan keahlian DPR RI dan staf khusus pimpinan DPR RI. Sejak berdirinya DPR baru kali ini kita mempunya staf khusus pimpinan," ucap Setya.

Ketika ditanya kenapa dia tak mau mengakui kesalahan, Setya hanyatersenyum. Apakah itu senyuman kegagalan atau kemenangan? 

No comments:

Post a Comment