Wednesday, September 3, 2014

Ini Tanggapan JK Saat Diminta Jadi Juru Damai Konflik Golkar

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla tak banyak berkomentar saat ditanya kesanggupannya menjadi juru damai untuk konflik di internal Golkar yang terus berlarut. Ia hanya menyiratkan bakal ikut menyelesaikan konflik tersebut di waktu yang tepat.
"Saya kan kader Golkar, nantilah kita atur," seusai menghadiri acara silaturahim dengan pengurus badan kerja sama perguruan tinggi Islam swasta se-Indonesia (BKS PTIS), di Universitas Al Azhar, Jakarta, Rabu (3/9/2014).
Kalla diminta menjadi juru damai untuk mengakhiri konflik yang terjadi di internal Golkar. Kalla dianggap mampu menyudahi konflik tersebut karena pernah menjadi Ketua Umum Partai Golkar dan saat ini memiliki kekuatan lebih setelah ditetapkan sebagai wakil presiden terpilih periode 2014-2019.
"Kita mendorong Pak JK (Jusuf Kalla) supaya turun tangan menjadi juru damai pertikaian internal Golkar," kata Ketua Koordinator Eksponen Ormas Tri Karya Golkar, Zainal Bintang, saat dihubungi, Sabtu (30/8/2014) malam.
Zainal menjelaskan, sosok Kalla sangat dibutuhkan untuk menyatukan tubuh Golkar yang saat ini terbelah dua. Pasalnya, Golkar tak memiliki tokoh lain yang dinilai berwibawa dan netral, termasuk Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dan seluruh wakil ketua umumnya.
Dengan tegas, Zainal hanya meminta Kalla untuk menjadi juru damai, dan bukan mendorongnya untuk kembali maju sebagai calon Ketua Umum Golkar. Ia berharap Kalla mau turun tangan membenahi kekacauan di partai yang pernah membesarkan dan dibesarkannya.
Menurut Zainal, peran Kalla dalam menyelesaikan konflik di tubuh Gokar akan membawa dampak positif untuk pemerintahannya nanti. Ia yakin, melalui parlemen, Golkar akan membantu pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan kursi pimpinan DPR dan menjalankan program-program strategisnya.
Adapun kondisi Golkar terbelah karena perbedaan pendapat tentang penyelenggaraan Munas IX. Kubu Aburizal Bakrie berpendapat Munas IX Golkar digelar pada 2015 sesuai rekomendasi Munas VIII. Aburizal kemudian menggelar pertemuan dengan seluruh DPD I yang akhirnya memutuskan Munas tahun 2015 dan Golkar akan berada di luar pemerintahan.
Rekomendasi Munas VIII Partai Golkar itu adalah agar musyawarah-musyawarah Partai Golkar tidak berbenturan dengan jadwal Pilpres 2014, yang berpotensi memecah belah perhatian dan mengganggu soliditas partai, dipandang perlu memperpanjang akhir masa jabatan pengurus hingga 2015.
Tapi rekomendasi itu dianggap gugur dengan sendirinya oleh kubu yang menentang Aburizal karena Golkar tak mengusung calon di Pilpres 2014. Itulah mengapa muncul desakan dari internal agar Golkar menggelar munas di tahun ini. Alasannya karena rekomendasi Munas VIII dianggap berada di bawah Anggaran Dasar (AD) Partai Golkar.
Sesuai AD Partai Golkar Pasal 30 ayat 2 butir (a); Munas adalah pemegang kekuasaan tertinggi partai yang diadakan sekali dalam 5 tahun. Berpegang pada aturan itu, Aburizal didesak menggelar Munas IX paling lambat 4 Oktober 2014 karena Munas VIII digelar di Pekanbaru pada 5-8 Oktober 2009.

No comments:

Post a Comment