Tuesday, September 30, 2014

Ini Saran Gerindra untuk SBY Soal UU Pilkada

Jakarta - Presiden SBY mendapat berbagai saran terkait UU Pilkada. Anggota Komisi III DPR yang juga anggota Dewan Pembina Gerindra Martin Hutabarat juga menyumbang saran untuk SBY.

"SBY sebaiknya bersikap negarawan, tidak perlu ikut memprovokasi masyarakat seperti kebakaran jenggot. Beliau bisa menunjukkan kenegarawanannya dengan mengatakan saya sudah berusaha untuk menjaga agar jangan diputuskan tidak langsung, tapi sudah diputuskan oleh DPR, kita akan berusaha perbaiki ke depan," kata Martin saat berbincang dengan detikcom, Selasa (30/9/2014).

Daripada membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), SBY disarankan untuk mengajak parpol-parpol berkomitmen mencegah politik uang. SBY lebih baik menyerukan parpol-parpol untuk berkomitmen anti politik uang dalam pilkada.

"Beliau bisa katakan saya akan minta anggota DPRD dari PD tidak boleh money politics, saya akan beri sanksi tegas. Kemudian beliau mengajak seluruh pimpinan parpol membuat deklarasi bersama bahwa seluruh parpol tidak akan money politics. Hanya beliau yang sekarang ini bisa mengajak seluruh parpol bersama-sama," ujarnya.

Menurut Martin, tak ada alasan bagi SBY untuk membuat Perpu soal UU Pilkada. Sebab, kondisi genting yang menjadi syarat boleh keluarnya sebuah Perpu tak terpenuhi, sementara negara saat ini sedang aman-aman saja.

"Bisa-bisa kacau dan bahaya sistem kenegaraan kita ke depan kalau pribadi seorang presiden tidak setuju terhadap Undang-undang yang sudah disetujui DPR dan Pemerintah," pungkas Martin yang kembali terpilih jadi wakil rakyat dari Dapil Sumut III ini.

Martin mengatakan kondisi politik saat ini sudah berbeda, tak bisa lagi disamakan dengan masa Orde Baru. Dia yakin pilkada lewat DPRD akan jauh lebih baik.

"Anggarannya bisa dihemat untuk pembangunan infrastruktur. Dan sekarang situasi sudah berubah. Tidak harus mengira seluruh partai itu tukang rampok. Tren berubah," ujarnya.

Martin lalu menyebut sejumlah kelemahan pilkada langsung, salah satunya soal partisipasi masyarakat yang rendah. "Di Sumatera Utara, itu sudah kampanye sosialisasi yang panjang, tapi orang yang datang memilih cuma 38%. Pilgub di Sumut sudah bertahun-tahun keikutsertaan di bawah 50%. Rakyat itu belum tentu suka lihat pilkada langsung," ujarnya.

"Lagi pula kita lihat dulu bagaimana UU Pilkada ini berjalan dalam setahun ini. Kalau tidak sesuai yang diharapkan, kita ubah lagi," pungkasnya.

No comments:

Post a Comment