Direktur Komite Pemantau Legislatif Syamsuddin Alimsyah mengungkapkan, anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi tidak mungkin bermain sendirian pada kasus dugaan suap pembahasan dua raperda reklamasi Teluk Jakarta.
Terlebih lagi, kata Syamsuddin, Sanusi hanya sebagai anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta.
"Sanusi tidak mungkin bermain sendirian. Mekanisme pembahasan raperda ini kan ada di Balegda dan anggotanya ada 21 orang, juga harus dipahami tahapan-tahapan pembahasan ini yang boleh jadi semua tidak gratis," kata Syamsuddin kepadaKompas.com, Selasa (19/4/2016).
Syamsuddin bahkan menengarai Sanusi hanya bertindak sebagai perantara antara pengusaha dan DPRD DKI Jakarta. Dia mengatakan, anggota Balegda berperan dalam merumuskan perda.
(Baca : Sanusi Sangkal Ada Anggota DPRD DKI Turut Terlibat Kasus Reklamasi)
Anggota Balegda merupakan perwakilan dari tiap fraksi di DPRD DKI Jakarta. Dengan demikian, lanjut dia, kebijakan di Balegda juga akan dikonsultasikan di fraksi, begitu pula sebaliknya.
"Pengusaha bukan orang bodoh. Ngapain aku bayar Sanusi sendirian, toh juga dia hanya anggota dalam Baleg, seberapa besar pengaruhnya," kata Syamsuddin.
Syamsuddin menuturkan, pembahasan dua raperda reklamasi Teluk Jakarta sudah tersandera selama satu tahun lamanya. Ia mengungkapkan, pembahasan raperda reklamasi Teluk Jakarta ini masuk ke dalam Program Legislasi Daerah (prolegda) 2015.
Terlebih lagi, kata Syamsuddin, Sanusi hanya sebagai anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta.
"Sanusi tidak mungkin bermain sendirian. Mekanisme pembahasan raperda ini kan ada di Balegda dan anggotanya ada 21 orang, juga harus dipahami tahapan-tahapan pembahasan ini yang boleh jadi semua tidak gratis," kata Syamsuddin kepadaKompas.com, Selasa (19/4/2016).
Syamsuddin bahkan menengarai Sanusi hanya bertindak sebagai perantara antara pengusaha dan DPRD DKI Jakarta. Dia mengatakan, anggota Balegda berperan dalam merumuskan perda.
(Baca : Sanusi Sangkal Ada Anggota DPRD DKI Turut Terlibat Kasus Reklamasi)
Anggota Balegda merupakan perwakilan dari tiap fraksi di DPRD DKI Jakarta. Dengan demikian, lanjut dia, kebijakan di Balegda juga akan dikonsultasikan di fraksi, begitu pula sebaliknya.
"Pengusaha bukan orang bodoh. Ngapain aku bayar Sanusi sendirian, toh juga dia hanya anggota dalam Baleg, seberapa besar pengaruhnya," kata Syamsuddin.
Syamsuddin menuturkan, pembahasan dua raperda reklamasi Teluk Jakarta sudah tersandera selama satu tahun lamanya. Ia mengungkapkan, pembahasan raperda reklamasi Teluk Jakarta ini masuk ke dalam Program Legislasi Daerah (prolegda) 2015.
Pada (2/3/2015), Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnamaatau Ahok resmi bersurat meminta pembahasan raperda reklamasi Teluk Jakarta.
Kemudian pada (23/4/2015), Ahok menyampaikan raperda itu pada paripurna. Setelah itu, kata dia, paripurna penyampaian pandangan fraksi baru terlaksana pada November 2015.
"Saya curiga ini ada motif lain di balik pembahasan raperda. Karena rencana paripurna, penetapan selalu gagal," kata Syamsuddin.
Kuasa hukum Sanusi, Irsan Gusfrianto, sebelumnya mengatakan, bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, pernah bertemu dengan pimpinan DPRD DKI Jakarta.
Pertemuan dengan Aguan dihadiri oleh Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi, Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik, anggota Balegda Muhammad (Ongen) Sangaji, dan Ketua Panitia Khusus Reklamasi Selamat Nurdin. Ia juga menyebut Sanusi turut hadir saat pimpinan DPRD DKI bertemu dengan Aguan.
Sanusi terkena operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Saat ini, Sanusi telah ditetapkan menjadi tersangka dengan dugaan menerima suap dari pengembang Agung Podomoro Land terkait pembahasan raperda reklamasi Teluk Jakarta.
KPK juga menetapkan bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, sebagai tersangka. Untuk keperluan penyidikan terkait kasus tersebut, Aguan dan Sunny Tanuwidjaja, dicegah keluar negeri. Sunny adalah salah seorang staf Ahok.
No comments:
Post a Comment