Sunday, April 24, 2016

KPK: Usulan Remisi untuk Koruptor Tak Perlu Didukung!

Imbas kerusuhan di Lapas Banceuy, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly berniat mengkaji Peraturan Pemerintah (PP) nomor 99 tahun 1999. PP itu mengatur tentang remisi bagi warga binaan yang lebih ketat untuk napi terorisme, narkotika, korupsi, dan kejahatan luar biasa lainnya.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebutkan bahwa urusan lapas seringkali menjadi masalah dalam criminal justice system (CJS) di Indonesia. Menurutnya, lapas harus dapat memberi efek terhadap napi sehingga ketika keluar akan kembali baik.

"Bagian ujung CJS ialah bagaimana detention centre atau LP membina dan menata terpidana," ucap Saut saat berbincang dengan detikcom, Minggu (24/4/2016).

Saut menyebut KPK tidak akan memberikan efek jera apabila nantinya para koruptor mendapat keistimewaan di dalam lapas. Lapas, lanjut Saut, seharusnya menjadi lokasi yang mampu memberikan impact kepada para napi.

"Jelas kami di KPK bisa jadi tidak membawa impact atau membawa efek jera atas perilaku korup kalau di ujung-ujungnya CJS yaitu lapas memperlakukan para terpidana tipikor dengan cara yang tidak benar, tidak jujur, dan tidak adil. Misalnya dengan men-setting ruang lapas dengan selera para terpidana inginkan," paparnya.

Tentang kerusuhan napi tersebut, Saut menyebut bisa saja masalah remisi menjadi sebab. Namun Saut dengan tegas menolak apabila napi koruptor mendapat kemudahan mendapat remisi.

"Bisa jadi remisi jadi satu penyebab ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan ketidakadilan, sehingga rusuh. Tapi remisi untuk para koruptor sebaiknya usulan yang tidak perlu didukung," kata Saut.

Sebelumnya Menkum HAM Yasonna Laoly mengatakan kerusuhan di lapas, dalam hal ini kejadian di Banceuy yang dipicu dengan tewasnya seorang napi, merupakan buntut dari kekecewaan tidak adanya remisi. Dengan adanya banyak penumpukan napi, menurutnya jika ada sedikit pemicu maka kerusuhan pun langsung meledak.

"Bayangkan bertahun-tahun di sini (ditahan) tapi tidak ada harapan. Mau berbuat baik atau jelek, toh tidak dapat remisi. Ya sudah berbuat rusuh saja," tukas Yasonna, Sabtu (23/4).

Seperti diketahui, aturan pemberian remisi bagi napi korupsi, terorisme, dan narkotika diperketat dengan diterbitkannya PP nomor 99 tahun 2012. Dalam PP tersebut, Pasal 34A berbunyi;

Pemberian remisi bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekusor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:

Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar:

1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau

2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme. 

No comments:

Post a Comment