“Coba bayangkan Mas, ada pedagang sandal hingga beberapa minggu, tak laku, tak punya uang. Akhirnya saat dia butuh makan, sampai nuker dan barter. Ini kan sudah seperti zaman batu lagi,” kata Ella mengelus dada.
Ini adalah ungkapan prihatin dari Ella, salah satu pedagang Pasar Tradisional Sumber Kabupaten Cirebon, terhadap fenomena yang terjadi di pasar darurat, pasar sementara setelah Pasar Sumber terbakar, Agustus 2015.
Meski jaraknya hanya beberapa meter dari lokasi semula yang terbakar, omset pendapatan para pedagang menurun drastis.
Ella menyebutkan, dirinya bersama ribuan pedagang pasar lainnya sudah beraktivitas di pasar darurat sejak Januari 2016 lalu. Namun, berdasarkan observasi dan pendataan, justru omzet para pedagang menurun hingga enam puluh persen.
“Empat bulan kita coba tinggal di pasar darurat. Padahal lokasinya dekat, dan strategis pula, tapi orang tidak mau, tidak ada yang datang. Pendapatan para pedagang menurun hingga enam puluh persen, itu hasil observasi. Apalagi kalau direlokasi ke tempat yang lebih jauh dan tidak strategis,” ungkapnya.
Menurut Ella, itulah salah satu alasan para pedagang, tukang becak, ojek, masyarakat, bahkan pembeli Pasar Sumber menolak rencana pemerintah merelokasi ke tempat lain yang lebih jauh. Rencana relokasi diyakini akan menyengsarakan banyak elemen masyarakat.
Ella memohon Bupati Cirebon segera merevitalisasi bukan relokasi Pasar Tradisional Sumber.
Ungkapan tersebut disampaikan Ella bersama sekitar ribuan pedagang Pasar Sumber, tukang becak, ojek, sejumlah elemen masyarakat Sumber saat berunjuk rasa dengan menduduki kantor Pemerintahan Daerah (Pemda) Kabupaten Cirebon, Kamis Siang (21/4/2016).
Pada unjuk rasa yang kesekian kalinya ini, mereka masing-masing membawa spanduk, dan kertas karton yang berisi kecaman dan penolakan relokasi. Para pedagang juga membawa sejumlah keranda jenazah sebagai simbol telah matinya hati nurani Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra.
Mereka bersama-sama mengekspresikan kekecewaan dan kemarahan lantaran Sunjaya dinilai mementingkan investor dari pada rakyat. Mereka adalah korban kebakaran Pasar Sumber yang terjadi Agustus 2015 lalu.
Revitalisasi Perintah Undang-Undang, Bukan Relokasi Epri Fahmi, salah satu anggota Gerakan Pemuda Pasar Sumber (GPPS) mengungkapkan, perintah segera merevitalisasi jelas tertuang pada Peraturan Menteri Pedagangan Nomor 114 tahun 2015.
Pemerintah mengeluarkan anggaran senilai tujuh milyar untuk merevitalisasi bukan merelokasi, dengan deadline hingga akhir 2016.
“Pemerintah daerah sudah melaporkan bukti kebakaran ke kementerian dan langsung diturunkan dana senilai 7 milyar. Dana tersebut diperuntukan jelas untuk revitalisasi pasar sumber, tapi pemerintah keukeuh akan merelokasi,” tegas Epri.
Dia meyakini, soal luas dan jumlah kapasitas ribuan pedagang pasar sumber yang dipermasalahkan pemerintah dapat teratasi dengan menejemen yang baik. Terlebih seluruh pedagang hanya meminta dan memohon untuk revitalisasi bukan relokasi.
Berdasarkan keputusan, Epri bersama para pedagang akan mendatangi dan mendesak Dewan Perwakila Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon untuk menggunakan haknya mendukung revitalisasi dan menolak relokasi.
Ancam lahan produktif
Tak hanya para pedagang, rencana relokasi Pasar Sumber pun ditolak warga setempat. Hartono, warga Desa Kenanga, menolak rencana relokasi berada dilahannya. Pasalnya, lahan tersebut merupakan areal persawahan produktif yang dapat panen tiga kali dalam satu tahun.
“Para petani banyak yang menolak rencana relokasi ke Kenanga. Lahan kami subur dan produktif,” ucap Hartono.
Unjuk rasa ribuan pedagang Pasar Tradisonal Sumber dengan menduduki kantor Pemda selama berjam-jam berakhir deadlock.
Pertemuan Bupati Cirebon bersama sejumlah perwakilan pedagang belum membuahkan hasil. Sunjaya keluar ruangan tanpa memberikan keterangan sedikit pun.
No comments:
Post a Comment