Friday, April 1, 2016

Menteri Susi: Jangan Adu Saya dengan Pak JK

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta dirinya tidak dibenturkan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pernyataan Susi itu terkait surat yang dikirim Kalla kepadanya pada 22 Maret 2016.
"Jangan adu saya dengan Pak JK. Enggak boleh itu, kami satu kok," ujar Susi di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (1/4/2016).
Susi mengatakan, permintaan Kalla melalui surat itu tidak perlu dilakukan. Sebab, moratorium kapal penangkap ikan, seperti yang diprotes Kalla dalam surat, sudah tidak berlaku sejak Oktober 2015. (baca: Episode Baru Kabinet Gaduh, Ribut-ribut Jubir Wapres Vs Menteri Susi)
"Itu tidak diperpanjang lagi. Kecuali kapal eks asing terlibat pemalsuan dokumen dan lain-lain, ya tidak bisa melaut lagi, itu saja," ujar dia.
Susi juga minta wartawan untuk mengecek sendiri apakah penurunan ekonomi di wilayah Ambon, seperti yang diungkapkan Kalla, benar-benar terjadi. (baca: Jubir JK Beberkan Pertemuan Segitiga antara Presiden, Wapres, dan Susi)
Meski demikian, Susi tidak mempersoalkan surat itu. Menurut dia, wajar saja jika Wakil Presiden menanyakan hal yang diinformasikan dari pihak lain.
Adanya surat dari JK kepada Susi diungkapkan oleh Juru Bicara Wapres, Husain Abdullah.
Bahkan, Husain menyebut Presiden sudah berkali-kali meminta Susi mengevaluasi berbagai kebijakannya, tetapi tidak dilakukan. (baca: Kata Jubir JK, Menteri Susi Tidak Jalankan Perintah Presiden)
Dalam surat yang dikirim ke Susi, Kalla mengatakan, kebijakan Susi tentang moratorium, pelarangan transhipment (proses pemindahan muatan dari satu kapal ke kapal lainnya yang dilakukan di tengah laut), mengakibatkan ribuan nelayan besar, baik eks asing atau milik nasional, tidak dapat berlayar dan menangkap ikan.
Akibatnya, hasil produksi dan ekspor ikan sangat menurun. Selain itu, terjadi pula pengangguran pekerja di kapal dan pabrik pengolahan serta cold storage.
Kalla mencontohkan di Ambon, produksi hanya 30 persen dari kapasitas. Di Bitung, produksi Januari-Februari 2016 hanya sekitar 7 persen dari kapasitas terpasang. (baca: "Hanya Orang Idiot yang Menentang Kebijakan Menteri Susi")
Bahkan di Tual, produksi berhenti sama sekali. Seiring hal itu, terjadi penurunan ekspor secara drastis.
Nilai ekspor ikan dan udang di Maluku menurun dari 90,10 juta dollar AS pada tahun 2014 menjadi 3,75 juta dollar AS pada tahun 2015. Dampak lanjutannya, angka kemiskinan dan pengangguran di Maluku meningkat.
"Semua informasi yang dihimpun Pak JK berdasarkan fakta lapangan dan informasi dari tangan pertama saat kunjungan ke Banda, Tual, dan Bitung, termasuk peningkatan angka kemiskinan di Maluku dan Sulut, sumbernya dari gubernur setempat," kata Husain.
Susi terang-terangan membantahnya. Menurut dia, situasi itu sudah lama terjadi. Selama ini, banyak unit pengolahan ikan (UPI) didirikan, khususnya di Bitung, hanya sebagai pelengkap untuk mendapatkan izin penangkapan ikan.
"Jadi, dulu itu untuk mendapatkan izin kapal menangkap ikan di Indonesia, pihak asing harus bikin UPI sehingga banyak UPI yang sebetulnya bukan dibangun untuk dioperasikan. Banyak UPI sudah jadi dan bertahun-tahun juga tidak operasi karena tujuannya bukan untuk pengolahan," ucap Susi.
Lagipula, seluruh kebijakan yang diambilnya selalu didiskusikan dengan Presiden Jokowi. Pernyataan Susi dijawab dan pada akhirnya menjadi polemik.

No comments:

Post a Comment