Tuesday, April 26, 2016

Tangis Lega Pemuda 16 Tahun Setelah Empat Bulan Menginap di LP Cipinang

 Tangis haru MS (16), pecah di Ruang Sidang 1 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/4/2016) sore. Ia dinyatakan keluar dari tahanan oleh Hakim Pudji Tri Rahadi dan dakwaannya dibatalkan.
"Copot-copot, kamu enggak pantas pakai ini," kata Riesqi Rahmadiansyah, salah satu kuasa hukum MS dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta saat membantu MS melepaskan rompi tahanan.
Didampingi kuasa hukumnya, paman, serta abangnya, MS menyatakan perasaan bahagianya tak lagi mendekam di penjara.
"Saya bahagia sekali karena dari Pak Hakim menyatakan saya sudah tidak ditahan di Cipinang lagi," ujarnya.
Penahanan MS selama empat bulan terakhir di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang bermula dari Peristiwa pada malam tahun baru, 31 Desember 2015 lalu. (Baca: Warga Saling Serang, Tahun Baru di Tebet Telan Satu Korban Jiwa)
Pada malam itu, MS bersama kawan-kawannya yang tergabung dalam Geng Flamboyan (RT 01, RT 02, RT 04, RT 05, dan RT 08/RW 10 Menteng Dalam) mengadakan bakar-bakaran di sebuah gubuk di Kampung Flamboyan 7, Tebet, Jakarta Selatan.
Tiba-tiba, MS mendengar teriakan bahwa ada serangan. Ia melihat ada segerombol orang menghampiri tempat ia duduk di depan gubuk. Segerombol orang tersebut adalah Geng Kober (RT 09 dan RT 11) yang datang membawa senjata tajam.
MS pun menghindar, berusaha menyelamatkan diri. MS, yang mendengar bahwa ada air keras di bawah gubuk, segera mengambil cairan tersebut dan menyiramkannya kepada HB (38) anggota Geng Kober yang akan membacoknya.
HB yang membabi buta dengan parangnya pun membacok AR (20) yang berada di dekatnya. AR pun meninggal seketika.
Korban peradilan sesat
Karena telah menyiramkan air keras tersebut kepada HB, MS turut digiring sebagai tersangka. MS yang masih kelas III SMP itu menjalani proses peradilan yang salah. Ia harus mengikuti proses peradilan umum meski umurnya masih masuk dalam kategori anak.
Kasus ini pun diproses oleh Polda Metro Jaya sejak Januari lalu, dan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Ia didakwa Pasal 351 ayat (2) dan ayat (1) KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman maksimal hukuman penjara selama empat tahun. (Baca: Penyiraman Air Keras ke Pelaku Pembacokan di Tebet Terencana)
Dalam sidang, kuasa hukum MS mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap perkara MS. LBH mempermasalahkan tindakan kepolisian dan jaksa yang salah dalam menetapkan usia MS.
"Semestinya, pada saat penyidikan, polisi mencari tahu umur MS yang kelas III SMP, mereka pakai ijazah SD MS yang salah yang menyebut dia lahir tahun 1995, padahal dia lahir tahun 2000. Setelah dilimpahkan ke kejaksaan, jaksa juga tidak memeriksa," kata Bunga Siagian, kuasa hukum MS.

MS memang tidak pernah memiliki akta kelahiran. Baru setelah perkara ini diproses, keluarganya mengurus akta kelahiran. Namun, pihak kejaksaan tidak menggubris akta kelahiran ini, sampai MS akhirnya diadili secara umum meski ia masih di bawah umur.
Kasus MS adalah peradilan sesat bagi anak yang pertama ditangani oleh LBH Jakarta. UU Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012 yang baru berlaku, mengatur bahwa anak seharusnya diproses dengan keadilan restoratif.
Diversi menjadi langkah yang pertama ditempuh dalam kasus pidana yang melibatkan anak.
"Dalam hukum restoratif, MS seharusnya diterapkan diversi. Jadi, hanya mediasi dengan korban untuk mencari jalan tengah, musyawarah atau mufakat, tidak dalam pengadilan formal, dan pastinya tidak ditahan karena tahanan atau penjara itu bukan tempat bagi anak," kata Bunga.
Dua pekan lagi, MS seharusnya mengikuti Ujian Nasional SMP. MS yang terdaftar sebagai siswa Paket B pun mengaku kesulitan belajar karena tidak ada sarana yang memadai untuk belajar selama ia berada di lapas.
"Kemarin dikasih buku selembar buat belajar ngaji. Buat UN, gimana saya mau belajar? Baju saya aja diambilin sama napi lain, saya enggak berani minta takutnya salah ngomong nanti diapain," tuturnya.
MS mengaku, selama di tahanan ia sering sakit hingga tak sadarkan diri. Untuk makan, MS harus berebut dengan napi lainnya Namun, kesedihan terberat yang harus ia rasakan adalah kerinduan akan ibunya.
MS terakhir bertemu dengan ibunya saat ia masih diperiksa di Polda Metro Jaya. Ibunya pun enggan menemui karena terlalu sedih melihat anaknya hingga pingsan beberapa kali saat akan menjenguk.
"Kangen banget saya pengen ketemu ibu saya," katanya.
Usai sidang, kuasa hukum bersama keluarga MS mengawal kepulangan MS dari LP Cipinang. MS berencana pulang dan berbincang lagi dengan ibunya. Ia pun akan segera bersiap untuk melaksanakan Ujian Nasional.
LBH mengapresiasi keputusan Hakim yang menggugurkan dakwaan jaksa. Mereka berharap, ke depan pihak kepolisian dan kejaksaan dapat bekerja lebih profesional dalam menegakkan hukum yang adil.
"Kami yakin masih banyak korban peradilan sesat di luar sana, semoga tidak ada MS lainnya," ujar Bunga.

No comments:

Post a Comment