Thursday, December 10, 2015

Sambil Menahan Tangis, Susi Cerita Soal Perbudakan di Laut

Di Hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang jatuh pada 10 Desember, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengumumkan pemberlakuanPeraturan Menteri KP Nomor 35 Tahun 2015 tengang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan (Permen KP HAM Perikanan).

Sambil menahan air mata, Susi menceritakan latar belakang diterbitkannya aturan ini. Susi menceritakan bahwa kebijakan penertiban di sektor perikanan yang dilakukannya menemukan banyak hal yang mengejutkan, salah satunya adalah perbudakan di atas laut, misalnya yang pernah terjadi di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.

"Kita terkaget-kaget dengan kejadian kita melawan IUU (Illegal Unreported Unregulated) Fishing. Begitu ita lakukan moratorium, kita larang transhipment, kita menguak perbudakan. Hal-hal seperti ini menyadarkan kita untuk segera menata dan mengatur," ‎kata Susi dalam konferensi pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis (10/12/2015).

Kasus perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) asal Myanmar di Benjina dan Ambon menyadarkan Susi bahwa para ABK Indonesia yang bekerja di atas kapal-kapal asing di luar negeri pun ‎banyak yang bernasib serupa dan perlu dilindungi.

"5 ABK Indonesia mati setiap hari di offshore Angola. Kita sedih sedikit saja lalu tidak ingat lagi. Ada yang bekerja 22 tahun di laut. Mereka kita bebaskan hanya dengan 1 kresek dan celana pendek. Ini sudah tidak betul," katanya.

‎"Sebagai bangsa beradab, punya harkat martabat, kita bagian dari modernisasi, semestinya membuat kita sadar ada hal yang salah. Tidak boleh lagi melihat ada perbudakan modern terjadi. Setiap kita makan, kita harus ingat ada sebagian dari ABK-ABK kita yang kerja disiksa, minum dibatasi, diperlakukan tidak senonoh tanpa punya pilihan karena di tengah laut sana mereka dibuang ke laut bila melawan," tutur Susi menahan tangis.

Ia mengungkapkan, jumlah ABK Indonesia yang bekerja di luar negeri hanya tercatat sebanyak 210.000 orang, padahal ada sekitar 400.000, artinya ada 200.000 yang tidak terpantau. Tidak tertutup kemungkinan 200.000 ABK Indonesia yang tidak terdata ini menjadi korban perbudakan seperti di Benjina.

"Yang 210.000 terdaftar bisa kita pantau, sisanya tidak. Ada seorang ibu SMS saya anaknya kerja 5 tahun di kapal tidak ada kabarnya. ‎‎Sampai hari ini saya belum mendengar pemulangan ABK-ABK yang diperlakukan tidak pantas di luar negeri. Saya hanya dengar ada kematian di atas kapal Angola, matinya ABK Indonesia di Laut Bering," ucap Susi.

Dari latar belakang itu maka Susi menerbitkan Permen KP HAM Perikanan untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM terhadap para ABK yang bekerja di atas kapal. 

"Apa artinya pembangunan sebuah bangsa jika manusianya hidup tidak layak, kerja rodi? Selayaknya hari ini kita memperingati hari HAM dunia, saya ingin berkontribusi dengan mengundangkan Permen KP HAM Perikanan," katanya.

‎Susi pun mengajak negara-negara lain untuk ikut menjamin HAM para ABK, misalnya dengan melarang transhipment di tengah lautan supaya kapal-kapal penangkap ikan semuanya bisa terpantau dengan baik.

"Kita tidak boleh membangun perikanan dengan membiarkan pelanggaran HAM atas manusia yang bekerja di atas kapal. Seluruh negara yang telah mengetahui banyak pelanggaran HAM di perikanan, kita harus memeranginya," katanya.

No comments:

Post a Comment