Purwakarta - Sampurasun merupakan ucapan yang hari ini yang hangat dibicarakan. Ucapan sunda kuno yang menghiasi watak peradaban orang sunda yang penuh kasih yang bernama siliwangi.
Ucapan ini banyak memiliki versi makna, tetapi secara umum makna dari kalimat tersebut merujuk pada sebuah ucapan yang berisi kesantunan hidup; maafkanlah aku, sempurnakanlah diriku, bukakanlah pintu untukku.
Maafkanlah aku, memiliki dua dimensi yang meliputi dimensi ruang bahwa ketika kita berjalan ada bumi yang dipijak yang menimbulkan rasa sakit karena tekanan tubuh kita, ketika kita bernafas ada udara yang dihisap dan menimbulkan perubahan kadar ketika memasuki seluruh tubuh kita sehingga senyawa yang keluar dari mulut kita tak lagi sama dengan apa yang dihisap. Ketika kita menatap ada ruang keterbatasan kita dalam menilai, ketika kita mendengar ada ketidaksempurnaan dari seluruh serapan pendengaran kita yang berdampak pada terbatasnya persepsi yang ada pada pikiran kita.
Sempurnakanlah diriku, memiliki makna ketika orang berdiri di hadapan rumah untuk bertamu, ketika orator berdiri di hadapan publik untuk berkata-kata, ketika da'i berdiri di hadapan jama'ah untuk berceramah, maka dia berharap seluruh mata dengan berbagai sudut pandang, seluruh telinga dengan multidimensi pendengaran, mampu menyempurnakan seluruh kekurangan yang ada dalam dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Bukakanlah pintu untukku, memiliki makna bahwa kita tak akan bisa bertamu bila tak dibukakan pintu pagar sekedar duduk di teras. Seluruh ucapan kita, tulisan kita, yang kita rancang dengan desain berpikir sistematik akademik tak akan punya makna apabila yang mendengarnya, yang melihatnya, yang membacanya tak mampu untuk membukakan pintu telinganya, pintu matanya, pintu hidung dan lidahnya yang bermuara pada terbukanya pintu hati. Pintu hati, kunci utama dari spirit hidup yang saling memaafkan dan saling menyempurnakan.
Sampurasun, merupakan kekuatan kata yang bersumber dari hati yang mungkin terucap atau mungkin tidak terucap karena dimensinya bukan hanya dimensi ruang tetapi dimensi di luar ruang, pada langit kemuliaan diri kita. Maafkan aku, sempurnakan aku, bukakanlah pintu hatiku apabila seluruh ruang alam dan kemanusiaanku belum sampurasun; air bersih menjadi kotor, udara bersih menjadi beracun, tanah subur menjadi tercemar, hutan lebat habis terbakar, matahari yang bersinar lembut menjadi garang. Maafkan aku atas hawa nafsuku, yang telah mengubah sampurasun menjadi campur racun.
*) Dedi Mulyadi adalah Bupati Purwakarta
Ucapan ini banyak memiliki versi makna, tetapi secara umum makna dari kalimat tersebut merujuk pada sebuah ucapan yang berisi kesantunan hidup; maafkanlah aku, sempurnakanlah diriku, bukakanlah pintu untukku.
Sempurnakanlah diriku, memiliki makna ketika orang berdiri di hadapan rumah untuk bertamu, ketika orator berdiri di hadapan publik untuk berkata-kata, ketika da'i berdiri di hadapan jama'ah untuk berceramah, maka dia berharap seluruh mata dengan berbagai sudut pandang, seluruh telinga dengan multidimensi pendengaran, mampu menyempurnakan seluruh kekurangan yang ada dalam dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Bukakanlah pintu untukku, memiliki makna bahwa kita tak akan bisa bertamu bila tak dibukakan pintu pagar sekedar duduk di teras. Seluruh ucapan kita, tulisan kita, yang kita rancang dengan desain berpikir sistematik akademik tak akan punya makna apabila yang mendengarnya, yang melihatnya, yang membacanya tak mampu untuk membukakan pintu telinganya, pintu matanya, pintu hidung dan lidahnya yang bermuara pada terbukanya pintu hati. Pintu hati, kunci utama dari spirit hidup yang saling memaafkan dan saling menyempurnakan.
*) Dedi Mulyadi adalah Bupati Purwakarta
No comments:
Post a Comment