Tuesday, December 8, 2015

Listrik Sumut Byarpet, Gugatan YLBHI ke PLN Tidak Diterima

Mewakili masyarakat, YLBHI menggugat PLN terkait listrik di Sumatera Utara (Sumut) yang kerap mati. Sayang, Pengadilan Negeri (PN) Medan tidak menerima gugatan tersebut.

Kondisi byarpet listrik Sumut mulai terasa sejak Januari 2014 hingga pertengahan 2014. Akibatnya, masyarakat sangat dirugikan dan kenyamanan konsumen terganggu. Atas hal itu, Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) mengajukan tuntutan kepada PLN, yaitu:

1. Membebaskan biaya abondemen pelanggan selama 3 bulan ke depan.
2. Meminta PLN segera melaksanakan langkah konkret untuk melakukan pemberian informasi yang pasti tidak akan ada lagi pemadaman listrik karena alasan pemeliharaan dan keterlambatan pembangunan pembangkit baru.
3. Meminta maaf ke seluruh konsumen.
4. Menjaga ketersediaan pasokan listrik di masa yang akan datang.
5. Segera melakukan langkah konkret membenahi sistem pemberian kompensasi kepada para pelanggan apabila listrik mati.
6. Memberikan pemberitahuan kepada warga apabila akan melakukan pemadaman listrik.

Dalam jawabannya, PLN menyatakan tidak dapat memungkiri bahwa sampai saat ini cadangan daya energi listik di Sumut tidak mencukupi dan diperparah dengan adanya pemeliharaan atau kerusakan mesin pembangkit. Di sisi lain, pertumbuhan pelanggan terus meningkat dan berdasarkan peraturan, PLN tidak boleh menolak permohonan sambungan baru.

Setelah diperiksa majelis hakim, PN menyatakan tidak menerima gugatan tersebut.

"Menyatakan penggugat tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan gugatan (tidak memiliki legal standing)," ujar majelis hakim sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (8/12/2015).

Menurut majelis, YLBHI didirikan bukan untuk membela hak-hak konsumen. Sebab berdasarkan UU Perlindungan Konsumen, LSM yang berhak menggugat hak-hak konsumen adalah lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LKPSM) yang dalam AD/ART-nya jelas menyebutkan tujuan berdirinya organisasi adalah untuk kepentingan konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 46 ayat 1 UU No 8 Tahun 1999.

"Menghukum penggugat membayar Rp 461 ribu," putus majelis yang diketok oleh Indra Cahya, Sutedjo Bomantoro dan M Ali Tarigan. 

No comments:

Post a Comment