Tuesday, December 1, 2015

Ini Berbagai Masalah yang Jadi Penyebab AirAsia QZ8501 Jatuh

Hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan, pesawat AirAsia QZ8501 berisi 162 orang pada 28 Desember 2014 jatuh bukan karena faktor cuaca. Ada banyak faktor yang berkontribusi, khususnya kerusakan pada komponen pesawat.

Pernyataan itu disampaikan Kepala Subkomite Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Perhubungan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).

Nurcahyo menjelaskan, investigasi terhadap catatan perawatan pesawat dalam 12 bulan terakhir menemukan adanya 23 kali gangguan yang terkait dengan sistem RTL di tahun 2014. Selang waktu antara kejadian menjadi lebih pendek dalam 3 bulan terakhir. Hal ini diawali oleh retakan solder pada electronic module pada RTLU yang lokasinya berada pada vertical stabilizer.

Menurutnya, sistem perawatan pesawat yang ada saat itu belum memanfaatkan Post Flight Report (PFR) secara optimal. Hal itu menyebabkan gangguan pada RTL yang berulang tidak terselesaikan secara tuntas.

"Setelah kedua FAC FAULT maka autopilot dan autothrust tidak aktif. Pengendalian pesawat selanjutnya secara manual membuat pesawat memasuki 'upset condition' dan stall," kata Nurcahyo.

Dipaparkan Nurcahyo, hasil investigasi menyimpulkan faktor yang berkontribusi pada kecelakaan ini adalah:

-Retakan solder pada electronic module di RTLU menyebabkan hubungan yang berselang dan berakibat pada masalah yang berkelanjutan dan berulang

- Sistem perawatan pesawat dan analisa di perusahaan yang belum optimat mengakibatkan tidak terselesaikannya masalah yang berulang. Kejadian yang sama terjadi sebanyak 4 kali dalam penerbangan.

- Awak pesawat melaksanakan prosedur sesuai ECAM pada 3 (tiga) gangguan yang pertama. Setelah gangguan yang keempat, FDR mencatat indikasi yang berbeda. indikasi ini serupa dengan kondisi dimana CB di-reset sehingga berakibat terjadinya pemutusan arus listrik pada FAC.

- Terputusnya arus listrik pada FAC menyebabkan autopilot disengage, flight control logic berubah dari Normal Law ke Alternate Law, rudder bergerak 2° ke kiri. Kondisi ini mengakibatkan pesawat berguling (roll) mencapai sudut 54°.

- Pengendalian pesawat selanjutnya secara manual pada Alternate Law oleh awak pesawat telah menempatkan pesawat dalam kondisi "upset" dan "stall" secara berkepanjangan sehingga berada diluar batas-batas penerbangan (flight envelope) yang dapat dikendalikan oleh awak pesawat. 

Investigasi AirAsia QZ8501, KNKT: Kecelakaan Bukan karena Human Error


Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebut kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 bukan disebabkan karena cuaca. KNKT juga menyatakan kecelakaan bukan karena faktor manusia (human error).

"Tidak ada human error. Design pesawat saja bisa salah di sini," ungkap Plt Kasubkom Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Kapten Nurcahyo dalam rilis investigasi jatuhanya pesawat QZ8501 di Kantor KNKT, Jl Medan Merdeka Timur, Jakpus, Selasa (1/12/2015).

Penyebab kecelakaan menurut Cahyo bukan dikarenakan cuaca maupun permasalahan perizinan. Kecelakaan terkait dengan sistem perawatan pesawat sehingga pihak maskapai tidak dapat menemukan adanya kerusakan yang sama secara berulang.

"Investigasi terhadap catatan perawatan pesawat dalam 12 bulan terakhir menemukan adanya 23 kali gangguan terkait dengan sistem rudder travel limiter di tahun 2014," ujar Cahyo.

Kerusakan sambung dia, semakin sering terjadi dalam rentang waktu 3 bulan. Kerusakan diawali oleh retakan solder pada electronic module di rudder travel limiter unit (RTLU) yang lokasinya berada pada vertical stabilizer.

"Peristiwa ini serupa dengan peristiwa pada 25 Desember di mana pesawat ini akan terbang dari Surabaya ke Kuala Lumpur. Pimpinan atau kaptennya sama. Saat itu pesawat mengalami kerusakan RTLU kemudian teknisi di darat atau bandara mencabut FAC 1 dan 2," jelas Cahyo.

FAC adalah flight augmentation computer (FAC). KNKT melihat dalam penerbangan pada 28 Desember 2014 saat kecelakaan terjadi, indikasi pengulangan terjadi. Saat RLTU rusak, black box menunjukkan bahwa circuit breaker (CB) dari FAC direset.

"Apakah CB dicopot oleh pilot atau kopilot kami tidak tahu. Karena tidak ada CCTV di situ. Seandainya itu dicopot agak sulit dari posisi kursi pilot atau kopilot ketika mengemudikan pesawat," tuturnya.

Sementara itu Ketua KNKT Soerjanto Tjahjanto, mengatakan, kerusakan RLTU tidak signifikan. Namun karena penanganan atau recovery yang tidak pas, maka upset condition terjadi. Kondisi tersebut sudah tidak dapat ditangani.

"RTLU bukan soal keamanan, tidak signifikan. Selama ini bisa diperbaiki maka baik-baik saja. Penanganan tidak sesuai dengan problem. Ini human factor, karena pilot melihat engineer reset FAC di darat maka dilakukan," terangnya.

Sebelum upset condition terjadi, kerusakaan RLTU terjadi sebanyak 3 kali. Pilot melakukan penanganan sesuai dengan prosedur electronic centralized aircraft monitoring (ECAM). 

Pada kerusakan keempat, FDR mencatat indikasi berbeda. Yakni saat pilot mereset FAC seperti yang dilakukan teknisi ketika ada kerusakan di darat.

"Pesawat saat problem roll ke kiri 54 derajat ini masih pada kecepatan jelajahnya, saat kembali normal pesawat mendongak ke atas, ini yang menyebabkan dari ketinggian 32 ribu kaki menjadi 38 ribu kaki. Ini yg menyebabkan pesawat naik. Ini bukan karena cuaca tapi karena perubahan sikap pesawat," ujar Soerjanto.

Pesawat Airasia QZ8501 terbang dari Surabaya menuju Singapura pada 28 Desember 2014 dan membawa 166 penumpang serta kru. Bangkai pesawat ditemukan di Selat Karimata.

No comments:

Post a Comment