TEGAL, KOMPAS.com — Calon presiden Joko Widodo (Jokowi) geram atas munculnya isu soal pembicaraan antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Jaksa Agung Basrief Arief agar tidak menyeret Jokowi di dalam kasus dugaan korupsi bus Transjakarta.
"Logikanya dari mana sih itu? Sudah gila apa melakukan hal-hal kayak gitu?" ujar Jokowi sesaat sebelum memulai aktivitas kampanye di Tegal, Jawa Tengah, Kamis (19/6/2014) pagi.
Jokowi tegas mengatakan bahwa isu tersebut merupakan kampanye hitam. Isu tersebut, kata Jokowi, merupakan usaha dari pihak-pihak tertentu untuk menjegal dirinya menjelang pemilu presiden pada 9 Juli mendatang.
Jokowi tidak habis pikir dengan munculnya isu-isu serupa. Dia yakin kemunculan itu tak lepas dari kampanye hitam sebelumnya, yakni pemalsuan surat yang berisi seolah Jokowi meminta penangguhan pemanggilan terkait kasus dugaan korupsi bus Transjakarta. Pihak Kejaksaan Agung sudah membantah adanya pemanggilan Jokowi.
"Dulu itu enggak mempan kan dengan tanda tangan. Nah sekarang pakai transkrip. Buat yang kayak gitu-gitu kanguuaampang," ujar dia.
"Jurusnya kan beda-beda. Karena ini enggak mempan lagi, kemudian dicari yang mempan itu yang mana, gitu aja," sambung Jokowi.
Gubernur DKI Jakarta berstatus nonaktif itu akan melakukan diskusi dengan tim hukumnya terlebih dahulu untuk menyikapi tuduhan baru itu. Tim akan mempelajari apakah pihak pertama yang melempar isu itu layak dibawa ke ranah hukum atau tidak.
Sebelumnya, Ketua Progress 98 Faizal Assegaf mengaku mendengar rekaman sadapan percakapan yang berisi permintaan Megawati kepada Basrief agar tidak menyeret calon presiden Jokowi ke dalam kasus dugaan korupsi transjakarta.
Ia mengaku bahwa rekaman itu diperdengarkan oleh utusan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ketika mendatangi Gedung KPK pada 6 Juni 2014. Faizal mengaku mendatangi KPK untuk meminta kejelasan mengenai laporan dugaan gratifikasi Jokowi atas tiga rekening sumbangan yang dibukanya.
Namun, kata dia, orang yang mengaku utusan Bambang malah memperdengarkan rekaman sadapan. Ia menyebut pembicaraan itu terjadi pada 3 Mei 2014 pukul 23.09 WIB dengan durasi 2 menit 13 detik.
Namun, Faizal tak bisa membuktikan soal rekaman suara. Kepada wartawan, ia hanya membagi-bagikan selebaran yang isinya diklaim sebagai transkrip rekaman.
"Secara undang-undang, kalau saya pegang rekaman, saya kena pidana. Soal palsu atau bukan, itu harus dibuktikan oleh yang berwenang," kata Faizal.
Bambang Widjojanto sudah membantah pernyataan Faizal. Ia memastikan, tidak akan ada rekaman penyadapan yang keluar(baca: KPK: Tidak Ada Rekaman Pembicaraan Jaksa Agung soal Jokowi).
No comments:
Post a Comment