Monday, June 30, 2014

Ahok Akui Hadapi Dilema soal PKL

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui tak bisa mengantisipasi membeludaknya pedagang kaki lima (PKL) di ibu kota. Ia menghadapi dilema saat penertiban PKL. 

Di satu sisi harus menegakkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Namun, di sisi lain, berdagang merupakan mata pencaharian para PKL itu. 

"Tidak bisa dihindari di Jakarta. Selama hukum enggak berani kita tegakkan, wali kota juga pada enggak berani menangkap mereka, ya tidak bisa tertib," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Senin (30/6/2014). 

Salah satu penyebab membeludaknya PKL, lanjut dia, adalah banyak warga Jakarta yang lebih berminat membeli di PKL daripada pedagang resmi lainnya. Apabila tidak ada warga yang membeli "produk" PKL itu, maka tidak akan ada lagi PKL yang berdagang sembarangan di Jakarta. 

Seharusnya, kata dia, PKL dapat berdagang secara tertib seperti di Singapura. Di Singapura, PKL dapat berdagang es potong di trotoar dan tertib menjajakan dagangannya.

"Kalau di sini kan banyak oknum preman di belakang PKL itu. Jadi, mereka lebih patuh sama preman daripada Pemprov DKI," kata Basuki. 

Oleh karena itu, Pemprov DKI kini sedang merancang peraturan baru yang mewajibkan PKL membayar kepada Pemprov DKI atas izin berdagang. 

Menurut dia, lebih baik para PKL itu membayar sejumlah uang kepada Pemprov DKI daripada preman. Agar, para PKL itu merasa terjamin keamanannya karena dilindungi negara. 

Apabila PKL itu sudah resmi terdaftar di DKI, lapak mereka tak boleh berpindah tangan ke pihak lain. Apabila dijual, maka DKI akan mencabut izin dagangnya. 

"Kalau saya enggak sikat PKL-nya, di 82 hektar Monas bakal ada 20.000 PKL. Mereka bisa jualan, kemping, prostitusi, dan bikin tenda di sana. Jakarta itu harus modern, layak huni, tertata rapi, layak dihuni, dan manusiawi," ujar Basuki.

No comments:

Post a Comment