Tuesday, December 1, 2015

Pasal Pemufakatan Jahat Pernah Makan Korban: Anggodo dan Ari Muladi

Kejaksaan Agung mulai menyelidiki dugaan tindak pidana terkait kasus pencatutan nama presiden/wapres dalam pembicaraan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dengan konstruksi pasal pemufakatan jahat. Pasal itu pernah memakan korban.

Pemufakatan jahat mengenai tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 15 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Meskipun tindak pidana korupsi belum dilakukan tetapi melalui ucapan dan tindakan yang dilakukan memunculkan niat melakukan korupsi dapat dipidana.

Dalam perjalanan pemberantasan korupsi, Pasal 15 pernah digunakan untuk menjerat Anggodo Widjojo dan Ari Muladi. Kasus Anggodo sempat heboh dengan dibukanya rekaman di Mahkamah Konstitusi (MK) di tengah proses hukum pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah pada tahun 2009. 

Pada 31 Agustus 2010, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman 4 tahun kepada Anggodo. Dia terbukti bersalah berupaya menyuap pimpinan KPK dan berusaha menghalang-halangi proses penyidikan kasus suap proyek pengadaan Sistem Radio Komunikasi Terpadu Departemen Kehutanan RI dengan terdakwa Anggoro Widjojo, kakak kandung Anggodo.

Majelis Hakim yang dipimpin Tjokorda Rai Suamba dalam putusan memaparkan, Anggodo terbukti bermufakat jahat dalam upaya menyuap pimpinan KPK. 

Tujuannya, kasus korupsi proyek SKRT (Sistem Komunikasi Radio Terpadu) yang menjerat kakak kandungnya, Anggoro Widjojo, tidak diproses. 

Anggodo juga telah menemui serta berhubungan dengan Ari Muladi dan Eddy Sumarsono untuk mengurus perkara itu. Dia sudah menyerahkan uang Rp 5,15 miliar kepada Ari.

Karena itu, unsur pemufakatan jahat dengan menjanjikan atau memberikan sesuatu menurut Majelis Hakim telah terpenuhi. 

Pada tingkat kasasi di MA, Anggodo kembali dinyatakan  terbukti melakukan pemufakatan jahat yakni melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur ancaman pidananya dalam pasal 15 jo pasal 5 ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor. 

Menurut Majelis Hakim, unsur pemufakatan jahat sudah terbukti karena Anggodo dalam fakta hukum diketahui meminta Ari Muladi mengurus kasus suap pengadaan SKRT dengan tersangka Anggoro Widjodo. Ari kemudian membuat rincian uang yang dimaksudkan untuk diberikan ke penyidik dan pimpinan KPK.

Dalam kasasi, hukuman terhadap Anggodo digandakan dari 5 tahun menjadi 10 tahun dengan denda Rp 250 juta. Hakim Anggota tingkat kasasi Krisna Harahap menyebut Anggodo bersama dengan Ari Muladi terbukti melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan perbuatan korupsi yakni mencoba menyuap pimpinan dan penyidik KPK lebih dari Rp 5 miliar dalam rangka menggagalkan penyidikan kasus korupsi SKRT di Dephut.

Bukan cuma Anggodo, Majelis Hakim juga menghukum Ari Muladi dengan pasal pidana yang sama dalam putusan yang dibacakan pada 7 Juni 2011. Majelis Hakim yang dipimpin Nani Indrawati menghukum Ari Muladi dengan hukuman 5 tahun penjara, denda sebesar Rp 250 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Kembali ke kasus pencatutan nama terkait kontrak Freeport, tahap pengusutan kasus pemufakatan jahat ini baru berada di tahap penyelidikan. Belum ada tersangka yang ditetapkan Kejagung.

No comments:

Post a Comment