Monday, June 23, 2014

Ini 8 Drone Buatan Orang Indonesia

(Foto: Elza Astari Retaduari/detikcom)
Jakarta - Pesawat tanpa awak alias drone menjadi buah bibir setelah capres Jokowi menyinggungnya dalam debat capres putaran ketiga. Drone bukan hal asing bagi ilmuwan Indonesia. Lembaga riset di Indonesia seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) serta beberapa universitas riset sudah membuat prototipenya. Seperti apa? 

Insinyur rekayasa di BPPT Ir Adrian Zulkifli pernah mengatakan pada Oktober 2012 bahwa biaya pembuatan 1 pesawat prototipe ini kira-kira Rp 2 miliar. Mesin drone buatan BPPT masih diimpor dari Jerman dan kameranya didatangkan dari Taiwan. 5 Pesawat prototipe dari BPPT ini diujicobakan di Bandara Halim Perdanakusuma pada Oktober 2012. Pesawat-pesawat drone BPPT ini dinamai PUNA alias Pesawat Udara Nirawak.

Pesawat-pesawat ini berfungsi antara lain sebagai pesawat pengintai, pemotretan udara pada area yang sangat luas, pengukuran karakteristik atmosfer, dan pemantauan kebocoran listrik pada kabel listrik tegangan tinggi. Pesawat-pesawat ini cocok digunakan di daerah perbatasan. 

Selain itu, baru-baru ini, TNI AD bekerja sama dengan Universitas Surya yang dikomandani ilmuwan Johanes Surya juga memamerkan prototipe pesawat drone untuk kebutuhan militer. 

Lapan juga memiliki jumlah koleksi pesawat tanpa awak sebanyak 3 unit. Bahkan Lapan sanggup membuat drone yang per unit hanya Rp 40 juta.

Mari menengok model drone buatan anak bangsa ini:

(Foto: Ahmad Juwari/detikcom)
1. PUNA Sriti
Pesawat ini berwarna putih. Sriti adalah wahana udara nirawak jarak dekat dengan konfigurasi desain playing wing menggunakan catapult (pelontar) sebagai sarana take off dan jaring sebagai sarana landing.

"Sriti untuk surveillance. Karena bisa take off dengan peluncuran dan landing di jaring maka bisa dipakai untuk melengkapi Angkatan Laut pada peralatan di KRI. Sriti ini bisa melihat ke depan sejauh 60-75 km. Jadi bisa dikatakan sebagai mata KRI," papar Chief Engineer BPPT Muhammad Dahsyat di lokasi uji coba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Kamis (11/10/2012)

Yang kedua, imbuh Dahsyat, untuk memenuhi kebutuhan pengamanan lokal area seperti bandara. Bisa juga dipakai untuk tindakan SAR di gunung-gunung, jadi lebih efektif.

Spesifikasi pesawat:
- wingspan  2.988 mm
- MTOW (Maximum Take Off Weight) 8,5 kilogram
- cruise speed 30 knot
- endurance 1 jam
- range 5 nautical mile
- altitude 3.000 feet
- catapult 4.500 mm
- catapult bungee chords.
(Foto: Ahmad Juwari/detikcom)
2. PUNA Alap-alap
Pesawat ini bermotif loreng dengan warna hijau tua dan hijau muda tentara. Alap-alap adalah wahana udara nirawak jarak menengah dengan konfigurasi desain inverted V-tail dan double boom menggunakan landasan sebagai sarana take off.

"Alap-alap didesain long race. Untuk kebutuhan surveillance saja," kata Dahsyat.

Spesifikasi pesawat:
- wingspan 3.510 mm
- MTOW (Maximum Take Off Weight) 18 kilogram
- cruise speed 55 knot (101,86 km/jam)
- endurance 5 jam
- range 140 kilometer
- altitude 7.000 feet
- payload = gymbal camera video.

(Foto: Ahmad Juwari/detikcom)
3. PUNA Gagak
Pesawat ini bermotif loreng dengan warna oranye dan putih. Gagak adalah wahana udara nirawak jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail, low wing dan low boom, menggunakan landasan sebagai sarana take off-landing.

"Puna Gagak ini sama dengan Pelatuk tetapi berbeda misi. Kalau Gagak untuk misi rendah-naik-rendah lagi. Dan bisa digunakan untuk Angkatan Laut," tutur Dahsyat.

Spesifikasi pesawat:
- wingspan 6.916 mm
- MTOW (maximum take off weight) 120 kilogram
- cruise speed 52 - 69 knot (96,3 - 127,8 km/jam)
- endurance 4 jam
- range 73 km
- altitude 8.000 feet
- payload=gymbal camera video.

(Foto: Ahmad Juwari/detikcom)
4. PUNA Pelatuk
Pesawat ini bermotif loreng dengan warna putih, abu-abu dan krem.

Pelatuk adalah wahana udara nirawak jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail inverted high wing dan high boom, menggunakan landasan sebagai take off-landing.

"Kalau Pelatuk itu low-high-low, menukik ke bawah, kemudian naik lagi," jelas Dahsyat.

Spesifikasi pesawat:
- wingspan 6.916 mm
- MTOW (Maximum Take Off Weight) 120 kilogram
- cruise speed 52 - 69 knot (96,3 - 127,8 km/jam)
- endurance 4 jam
- range 73 km
- altitude 8.000 feet
- payload=gymbal camera video.

(Foto: Ahmad Juwari/detikcom)
5. PUNA Wulung
Pesawat ini bermotif loreng hijau tosca dan abu-abu.

"Wulung ini medium. Terbang bisa mencapai waktu 4 jam. Dan muatannya cukup hingga bisa dipakai untuk membuat hujan buatan maupun penyebaran benih," tutur Dahsyat.

"Kalau Wulung ini misi terbangnya itu high-high-high. Ke depan kita akan eksplorasi lagi untuk kebutuhan lain," imbuh dia.

Spesifikasi pesawat:
- wingspan 6.360 mm
- MTOW (maximum take off weight) 120 kg
- cruise speed 60 knot (111.12 km/jam)
- endurance 4 jam
- range 120 KM
- length 4.320 mm
- height 1.320 mm

(Foto: Ari Saputra/detikcom)
6. Hexarotor
Hexarotor terbuat dari bahan carbon fiber. Pesawat buatan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini terdiri dari tiga tipe. Tipe kecil berbentuk persegi dengan ukuran 15 cm x 15 cm, dilengkapi dengan 4 baling-baling kecil. Sementara tipe sedang berbentuk persegi dengan ukuran 60 cm x 60 cm dan dilengkapi dengan 6 baling-baling kecil. Sedangkan Hexarotor besar berbentuk persegi dengan ukuran 1 m x 1 m serta dilengkapi 8 baling-baling kecil.

"Setiap Hexarotor juga dilengkapi dengan kamera. Kameranya bisa diganti sesuai kebutuhan," ujar Staf Center of Unmanned System Institut Teknologi Bandung, Yudhoyono Kartijo, yang kerap disapa Gembong, kepada detikcom, Senin (24/6/2013).

Menurut Gembong, alat yang diproduksi oleh ITB sejak 2 tahun lalu ini biasanya digunakan sebagai surveyor atau untuk pemantauan dan pengamatan. "Misalnya perusahaan real estate ingin memantau dari atas," imbuh Gembong.

Hexarotor diterbangkan dengan menggunakan remote control. Pesawat ini mampu terbang maksimal setinggi 170 m, dengan waktu terbang maksimal 20 menit. Hexarotor juga bisa digunakan untuk memantau kemacetan dan kebanjiran di kota.

(Foto: Elza Astari Retaduari/detikcom)
7. UAV Autopilot Superdrone
TNI AD menggaet Universitas Surya yang didirikan Prof Yohanes Surya membuat alat-alat pertahanan, termasuk pesawat nirawak alias drone yang diberi nama Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Autopilot Super Drone.

KSAD Jenderal TNI Budiman menjelaskan bahwa bahan pesawat itu dari fiber, yang besarnya 6x4 meter. "Jam terbangnya 6-8 jam. Diberi tangki cadangan namun bisa digunakan untuk benda lain. Bisa terbang malam dan dilengkapi kamera thermal. Menggunakan teknologi Autonomous Return To Base," tutur KSAD.

Sedangkan Kabag Rencana Kegiatan TNI AD Letkol Kavaleri Joko Prawoto mengatakan untuk saat ini pesawat nirawak ini lepas landas dan pendaratannya masih manual namun setelah itu bisa autopilot.

"Namun masih dikembangkan agar take of landing-nya juga bisa autopilot. Pengerjaan baru mulai November 2014 dengan tim (yang terdiri) 15 orang. Untuk sementara ini untuk pesawat latihan," kata Joko.

Ke depan, KSAD menambahkan teknologi pesawat nirawak ini akan dikombinasikan dengan teknologi open Base Transceiver System (BTS) yang dibuat oleh Onno W Purbo dari Universitas Surya. Penggunaannya untuk memantau perbatasan.

"Sudah pasti saya buat beberapa buah untuk pengamanan perbatasan karena selama ini hanya menggunakan manusia dan kekuatan Tuhan. Yang segera akan digunakan combine open BTS dgn UAV untuk pengamanan perbatasan," tutur KSAD.

(Foto: Wiji Nurhayat/detikcom)
8. Lapan Surveillance Unmanned (LSU)
Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) serius menggarap dan mengembangkan pesawat tanpa awak atau Lapan Surveillance Unmanned (LSU) Aerial Vehicle. Setelah memproduksi pesawat tanpa awak jenis Lapan Surveillance UAV-01X dan LSU 02, Lapan juga mempunyai LSU 03.
Ukuran pesawat tanpa awak ini lebih besar dari seri sebelumnya yaitu LSU 02.

"LSU 03 bentangannya 5 meter itu hanya bentang sayap, badan 4 meter. Daya jelajah 400 km dengan ketinggian antara 3.000-4.000 meter," kata Deputi bidang Teknologi Dirgantara Lapan Rika Andiarti saat ditemui detikFinance di Kantor Pusat Lapan, Jalan Pemuda Persil, Rawamangun, Jakarta, Senin (23/6/2014).

Secara total, jumlah koleksi pesawat tanpa awak milik Lapan berjumlah 3 unit. Di tahun ini, Lapan juga sedang mengembangkan jenis pesawat tanpa awak terbaru dengan series LSA 05.

"Namanya bukan LSU lagi tetapi LSA atau Lapan Surveillance Aircraft 05 buatan Indonesia Prototipe sudah disiapkan tinggal uji terbang. LSA 05 ini lebih canggih dan ukurannya lebih besar. Kapasitas bahan bakar lebih banyak," katanya.

Nantinya pesawat tanpa awak jenis LSA 05 bisa digunakan untuk pemadaman kebarakan hutan dan keperluan pemantauan strategis lainnya. Pesawat ini mampu terbang non-stop 6-8 jam dengan jangkauan tempuh hingga mencapai 1.300 km dan tinggi hingga 5.000 km serta mampu membawa beban hingga 160 kg.

"Sedang terus kita kembangkan hingga bisa diuji terbang dan digunakan untuk keperluan negara," jelasnya.

Komponen produk pesawat tanpa awak ini tidak sepenuhnya buatan lokal. Masih ada yang harus diimpor, seperti mesin dan motor penggerak.
Selain motor dan mesin, komponen lainnya murni dibuat di Indonesia. Porsi komponen lokal pesawat tanpa awak yang dibuat Lapan jauh lebih besar dibandingkan komponen impornya.
(nwk/nrl)

No comments:

Post a Comment