Monday, June 23, 2014

Drone, Pesawat Nirawak Serbaguna yang Disinggung Jokowi

Prototipe drone buatan Indonesia (Foto: Juwari/detikcom)
Jakarta - Capres nomor urut 2, Joko Widodo, menyebutkan akan mengoptimalkan penggunaan pesawat nirawak alias drone untuk melindungi kekayaan sumber daya alam seperti illegal fishing. Pesawat nirawak ini di dunia sudah mulai berperan serbaguna, dari sekadar pemetaan hingga senjata pembunuh.

Menurut Wikipedia, drone sebenarnya ide yang berkembang sejak awal abad 19, sebelum Perang Dunia I. Wikipedia yang merujuk makalah dari Centre for Telecommunications and Information Engineering (CTIE) Monash University menyebut bahkan konsep pesawat tanpa awak ini pertama kali digunakan 22 Agustus 1849. 

Saat itu, Austria yang menguasai mayoritas wilayah Italia meluncurkan sekitar 200 balon udara tanpa awak ke Venesia. Balon-balon itu memuat bom yang dilengkapi dengan sumbu waktu. Ada pula informasi bahwa balon itu juga memakai sekering listrik yang diaktifkan dengan sinyal melalui kabel-kabel tembaga yang dipasang di sekitar balon. 

Akhirnya, sebagian balon meledak di wilayah yang direncanakan sedangkan sebagian lagi karena tertiup angin malah kembali dan meledak di perbatasan Austria dan Italia. Namun, balon-balon bermuatan bom itu menjadi aksi contoh pesawat nirawak pertama. 

Kemudian, pada 8 November 1898, Nicolas Tesla, penemu AS keturunan Serbia mematenkan remote control atau pengendali jarak jauh temuannya. Remote control ini menjadi dasar ilmu robotik kontemporer. Tesla membuat kapal dan balon yang bisa dikendalikan dari jarak jauh. 

Setelah itu teknologi berkembang dengan pesatnya. Teknologi pesawat-pesawat aeromodel yang dikendalikan jarak jauh pun berkembang pesat. Pesawat itu dimanfaatkan di bidang sipil mulai dari untuk hobi dan olahraga, keperluan pembuatan film, pemetaan, pengintaian dan akhirnya sebagai senjata mematikan.

Butuh waktu bertahun-tahun hingga akhirnya pesawat yang bisa dikendalikan jarak jauh itu bisa dipakai untuk senjata dan tak terdeteksi radar. Popularitas drone meroket seiring Amerika Serikat (AS) menggunakannya untuk perang di Afghanistan yang dinamakan Predator. Pesawat drone itu juga meningkat pasca 9/11 untuk memburu tokoh Al Qaeda, Osama Bin Laden

Adalah Abraham Karem, insinyur Israel yang kemudian bermigrasi ke AS ini awalnya membuat pesawat nirawak dari garasi rumahnya di Irvine, California yang dinamakan Albatros. Prototipe pesawat nirawak buatan Karem berhasil dilirik Badan Proyek Riset Pertahanan AS (Defense Advanced Research Projects Agency/DARPA) yang kemudian mendanai penelitian lanjutan dari prototipe yang dikembangkan Karem. Mulai saat itu, riset drone di AS berkembang hingga terciptalah drone bernama Predator yang fenomenal itu.

Badan Intelijen AS (CIA) juga mengembangkan drone ini secara rahasia hingga tahun 4 Februari 2002, CIA menggunakan drone Predator itu untuk melakukan serangan di dekat Kota Khost, Afghanistan. Sasarannya, Osama Bin Laden yang telah menjadi tertuduh pasca peristiwa 9/11. Serangan Predator pertama yang menggunakan drone itu menewaskan seorang pria tinggi yang ternyata bukan Osama. 

CIA juga menggunakan drone secara sembuny-sembunyi di Pakistan, Yaman dan Somalia. Operasional drone ini memang ada yang tepat sasaran, mengenai militan Al Qaeda dan sebagainya. Namun, banyak pula warga sipil tak berdosa menjadi korban.

Menurut LSM The Bureau of Investigative Journalism dalam situsnya http://www.thebureauinvestigates.com/, di bawah pemerintahan Presiden AS Barack Obama, aksi penyerangan AS yang dilakukan drone sudah menewaskan setidaknya lebih dari 3 ribu orang, 500 di antaranya warga sipil. 

Fakta ini membuat drone dipandang sebagai robot pembunuh. Bahkan Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, mewacanakan moratorium penggunaan robot pembunuh karena timbul pertanyaan-pertanyaan etis yang masih diperdebatkan. Di antaranya: Siapa yang membuat keputusan akhir untuk membunuh? Bisakah robot membedakan antara sasaran militer dan sipil? Jika ada korban sipil yang menjadi korban, siapa yang harus bertanggung jawab? Robot tidak bisa didakwa melakukan kejahatan perang.

Negara-negara yang sudah mengembangkan teknologi ini adalah Inggris, AS dan Israel. 

Selain dinilai sebagai 'robot pembunuh', penggunaan drone untuk tujuan non-militer masih berlangsung. Bahkan di Australia, drone ini dipakai untuk mengatasi kebakaran hutan. Warga sipil juga ada yang ikut menyalahgunakan drone seperti yang terjadi di Kota Melbourne, Maret 2014 lalu di mana pesawat tanpa awak itu digunakan untuk menyelundupkan narkoba ke penjara. 

Di Indonesia, lembaga riset seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), kemudian beberapa kampus riset seperti ITB dan Universitas Surya dengan TNI AD juga sudah membuat prototipe dari pesawat drone.

No comments:

Post a Comment