Friday, October 21, 2016

Alasan PT TUN Menangkan Ahok: Gugatan Pihak Nelayan Kedaluwarsa

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) memenangkan upaya banding Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melawan pihak penggugat reklamasi Pulau G. Putusan PTUN yang dibatalkan oleh keputusan PT TUN itu berkaitan dengan pencabutan izin reklamasi Pulau G yang digarap PT Muara Wisesa Samudra.

Apa sebabnya PT TUN memenangkan Ahok dan PT Muara Wisesa Samudra melawan keputusan PTUN yang sempat membesarkan hati pihak nelayan penggugat itu? Ternyata, para majelis hakim PT TUN menilai gugatan yang diajukan pengacara nelayan ke PTUN itu kedaluwarsa. Itu sebabnya.

Hal ini dijelaskan dalam salinan putusan itu, bernomor 228/B/2016/PT.TUN.JKT., diunduh dari situs resmi PT TUN, Jumat (21/10/2016).

"Mengadili, menerima permohonan banding dari tergugat/pembanding dan tergugat II intervensi/pembanding. Membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 193/G/LH/15/PTUN-JKT, tanggal 31 Mei 2016 yang dimohonkan banding," demikian bunyi putusan majelis hakim PT TUN.

Putusan diambil lewat rapat permusyawaratan Majelis Hakim PT TUN pada 13 Oktober 2016 oleh Ketua Majelis Kadar Slamet dan hakim anggota Nurnaeni Manurung dan Slamet Suparjoto. Putusan itu diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 17 Oktober kemarin.

Menengok ke belakang, putusan PTUN pada 31 Mei 2016 lampau telah membatalkan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238/2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G oleh PT Muara Wisesa sebagai pihak pengembang. Putusan PTUN itu diketok setelah pihak kuasa hukum nelayan mengajukan permohonan gugatan pada 15 September 2015.

SK Gubernur yang mereka gugat itu sudah terbit sejak 2014 dan diketahui pihak penggugat lebih dari 90 hari sebelum mendaftarkan gugatan ke PTUN pada pertengahan September itu. Padahal, ada aturan tenggang waktu menggugat paling lama yakni 90 hari, bila lebih dari itu: kedaluwarsa.

"Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara," demikian pertimbangan majelis hakim PT TUN.

Tenggang waktu 90 hari itu diatur pada Pasal 55 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Ada pula SEMA Nomor 2 Tahun 1991 diatur lebih lanjut oleh SEMA Nomor 03 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015, di situ diatur tenggang waktu 90 hari sejak yang bersangkutan pertama kali mengetahui Keputusan TUN yang merugikan kepentingannya.

Kenapa harus ada tenggang waktu? Jawabannya, agar prinsip kepastian hukum tidak terciderai. Bayangkan bila banyak keputusan hukum yang terbit sejak dulu kemudian digugat terus di masa mendatang, maka kepastian hukum akan terciderai. 

"Sehingga prinsip kepastian hukum jalannya pemerintahan akan dirugikan, karena tindakan-tindakan pemerintahan yang sudah berjalan sekian lama akan terganggu dengan tidak ada kepastian batas waktu kapan penggugat dapat mempersoalkan keabsahan hukum dari Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat," kata majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya.

Tenggang waktu 90 hari dihitung sejak pihak penggugat mengetahui putusan yang digugat. Lalu kapan pihak nelayan itu tahu adanya SK Gubernur terkait reklamasi Pulau G itu? Dalam putusan itu dijelaskan, pihak pengugat yakni Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta, LBH Jakarta, PBHI, dan ICEL melakukan kunjungan langsung ke Pulau G pada 29 Mei 2015. Saat itu mereka sudah bersepakat untuk mengugat SK Gubernur DKI itu. Tentu antara Mei dan September ada jeda lebih dari 90 hari.

Lagipula, pengacara nelayan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Muhammad Isnur, disebut telah berkali-kali menyatakan gugatan itu tidak kedaluwarsa, sayangnya Isnur menyebut pihaknya mendapat informasi soal SK Gubernur DKI itu sejak Maret-April 2015. Para nelayan juga tahu persoalan ini karena diberitahu oleh LBH Jakarta.

Lebih dari itu, publik juga mengetahui dengan mata kepala sendiri bahwa ada aktivitas reklamasi Pulau G. Pengetahuan secara fisik ini sudah jauh hari diketahui sejak sebelum ada pemberitahuan Keputusan TUN soal SK Gubernur DKI ke pihak KIARA pada 18 Juni 2015.

"Sehingga gugatan yang diajukan oleh para penggugat/para terbanding tersebut jelas-jelas telah melewati tenggang waktu 90 hari menurut Pasal 55 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986," kata majelis hakim.

(Baca juga: Ahok: Reklamasi Pulau G Lanjut Dong)
http://news.detik.com/berita/3325881/ahok-reklamasi-pulau-g-lanjut-dong

PT TUN mempertimbangkan bila gugatan ini berlaku maka dampaknya justru merugikan kepentingan pemerintah. Lalu bagaimana dengan nasib nelayan yang kepentingannya dirugikan?

Solusinya, sembari mengutip pendapat Indroharto dan CL Splash, maka PT TUN menilai perlu ada kompensasi atau ganti rugi untuk menutup kerugian yang dialami pihak yang dirugikan.

(Baca juga: PT TUN Menangkan Ahok soal Reklamasi, Pengacara Nelayan: Mengecewakan)

Dengan demikian, maka putusan PT TUN ini menganulir putusan PTUN Jakarta yang sempat memenangkan pihak nelayan. Pihak nelayan dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengaku kecewa dengan putusan tersebut. 

No comments:

Post a Comment