Monday, October 24, 2016

Banjir di Kota Bandung, Pemkot Dituding Kurang Lindungi Warga

dok. PT Jasa Marga Persero TbkBanjir di pintu tol Pasteur, tepatnya di depan Bandung Trade Center, Kota Bandung.


Dewan Eksekutif Kemitraan Habitat, Nirwono Joga menilai, banjir yang terjadi di beberapa titik di Kota Bandung memperlihatkan komitmen pemerintah untuk melindungi warganya masih rendah.

“Komitmen (pemerintah) melindungi warga rendah. Begitu kejadian (banjir) baru ribut. Begitu kejadian lewat, kembali sepi,” ujar Nirwono saat dihubungi Kompas.com melalui saluran teleponnya, Senin (24/1/2016).
Pakar tata ruang ini melihat, ada berbagai hal yang harus segera dibenahi Kota Bandung. Pertama, revitalisasi saluran drainase. Saat ini, saluran air di Kota Bandung hanya 1,5 meter. Dengan kondisi saat ini membutuhkan daya tampung besar, sehingga saluran air harus diperbesar menjadi 2,5 sampai 3 meter.
“Saluran air di Kota Bandung masih peninggalan zaman Belanda,” tuturnya.
Kedua, pandangan pemerintah untuk mengatasi banjir terbalik. Selama ini, pemerintah berpikir bagaimana membuang air sebanyak-banyaknya ketika hujan turun. Padahal seharusnya, bagaimana air tersebut ditampung. Jadi, ketika turun hujan, air mengalir melalui saluran dan bermuara di kolam buatan, waduk, danau buatan, dan lainnya.
“Setiap taman, lapangan, parkir, di bawahnya bisa dibuat kolam buatan. Setiap kavling juga begitu, harusnya bertanggung jawab membuat sumur resapan,” terangnya.
Seharusnya, kata Nirwono, Pemkot Bandung memiliki rencana induk saluran air (eko drainase) mulai dari primer, sekunder, hingga tersier yang terhubung satu sama lain. Dalam rencana induk ini nantinya akan terlihat kemana larinya air dan akan bermuara di mana.
“Di Indonesia belum ada yang menerapkan. Kalau ingin mencontoh, Melbourne tempat yang tepat. Melbourne menjadi kota paling layak huni karena upaya memperbaiki saluran air,” ucapnya.
Hal lainnya adalah memperbanyak ruang terbuka hijau. Ia menilai, mempercantik taman berbeda dengan menambah taman, dan saat ini Bandung membutuhkan penambahan RTH.
“Topografi Bandung itu kaya mangkuk. Kalau tidak ada RTH, banjir akan semakin tinggi (setiap tahun). Apakah RTH Bandung sudah 30 persen?” imbuhnya.
Beberapa persoalan ini, sambung Nirwono, harus diselesaikan, selain penyebab banjir lainnya seperti sampah.
Selain itu, diperlukan penanganan lebih luas yang melibatkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah di sekitaran Kota Bandung. Yakni penjagaan Kawasan Bandung Utara (KBU).
Ada beberapa langkah yang harus segera dilakukan, yakni pengecekan rencana detail tata ruang (RDTR).
“Apakah ada pelanggaran di daerah atas? Karena selama ini izin begitu mudah diberikan. Kawasan hijau berubah fungsi jadi restoran, hotel, terutama pemukiman,” tuturnya.
Selanjutnya, lakukan peninjauan kembali izin-izin di KBU. Kalau ada izin yang sudah keluar ataupun belum keluar namun menyalahi peruntukan, pemerintah harus berani membatalkannya.
“Gampang sekali lihatnya, sekarang saat ke daerah atas semakin banyak bangunan. Itu melanggar tata ruang enggak? Pemerintah harus berkomitmen mengamankan daerah atas,” tutupnya.

No comments:

Post a Comment