Saturday, December 12, 2015

Antisipasi Teror dan Konflik SARA, DPD Rakor dengan Pejabat DKI

 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggelar rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan se-Provinsi DKI Jakarta. Rakor membahas tentang konflik SARA dan bahaya terorisme.

Rakor ini diinisiasi oleh DPD mengingat DKI merupakan Ibukota negara. Acara ini sendiri bertemakan 'Kebijakan Mengahadapi Konflik SARA dan Bahaya Terorisme di Ibukota Negara' dan digelar di Hotel Royal Kuningan, Setiabudi, Jaksel, Sabtu (12/12/2015).

"Kegiatan preventif lebih baik dari represif. Jakarta itu barometer Indonesia, amannya Jakarta amannya Indonesia," ungkap Ketua DPD Irman Gusman yang membuka acara.

Menurut Irman, aksi teror bom di Indonesia mayoritas terjadi di Jakarta. Rakor ini disebutnya akan dapat merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat mengantisipasi kedua isu tersebut.

"Kalau kita bisa mengelola konflik SARA dan aksi teror, maka kita akan bisa mengelola 90 persen masalah yang ada. Kita harus tingkatkan kewaspadaan untuk mengantisipasi konflik karena sudah banyak potensi yang ada," jelas Irman.

"Bagaimana kegaduhan muncul, orang-orang itu mencari dukungan dengan berbagai cara, dan melalui SARA. Siapapun yang berhadapan hukum itu masalah pribadi, bukan dari mana, agamanya apa, ras nya apa dan golongan dari mana," sambung senator dapil Sumbar itu.

Acara ini dihadiri oleh Wagub DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang mewakili Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok). Juga Kepala BNPT Komjen Saud Usman, senator DKI AM Fatwa, dan perwakilan dari Kodam Jaya, Polda Metro Jaya, serta ormas-ormas agama.

AM Fatwa dalam sambutannya mengatakan bahwa rakor diadakan karena DKI sebagai Ibukota negara berada dalam posisi starategis dengan segala potensi konfliknya. Selain sebagai pusat perekonomian, DKI dikatakan Fatwa merupakan pusat kegiatan politik.

"Di mana sebagai pusat kegiatan ekonomi negara yang memiliki seluruh elemen penting ekonomi, Jakarta memerlukan kepastian keamanan dan stabilitas lingkungan yang kondusif," ucap Fatwa di lokasi yang sama.

Fatwa pun berpesan kepada seluruh komponen, termasuk para penegak hukum, agar bisa bekerja sama dan bersatu pada agar dapat menanggulangi konflik SARA dan terorisme. Ia juga berpesan agar kegiatan antisipasi tidak lagi mengedepankan kekerasan seperti zaman orde baru.

Sementara itu Wagub Djarot mengatakan berbagai potensi masalah muncul di Jakarta karena banyaknya warga ibukota. Sebagai langkah antisipatif, Pemprov pun disebutnya menjemput bola dengan merangkul masyarakat melalui kunjungan ke tiap-tiap kelurahan.

"Kita setiap minggu datang untuk berdialog dengan warga. Ke RW-RW, khususnya daerah yang kami anggap rawan. Seperti Kemayoran, Cakung, Jatinegara, Penjaringan," tutur Djarot.

Masalah unjuk rasa sebagai bagian dari demokrasi, kata Djarot, juga menjadi perhatian Pemprov DKI. Untuk itu pihaknya akan memfasilitasi aksi unjuk rasa agar tidak lagi mengganggu di fasilitas umum.

"Hampir setiap minggu di Jakarta ada unjuk rasa. Makanya kita sepakat untuk membuat plaza demokrasi. Kita kasih yang bagus, panggung, sound sistem, silakan di situ ungkapkan apa saja. Asal jangan mengganggu masyarakat, mengganggu lalu lintas. Tempatnya 100 meter dari istana," terang Djarot.

"Kami menemukan secara fakta tawuran didesain guna mengalihkan masuknya narkoba. Prancis yang segitu ketatnya pun bisa kebobolan. Ini harus jadi perhatian bersama," imbuh mantan walikota Blitar tersebut.

Djarot pun sepakat bahwa masalah konflik SARA dan terorisme harus ditanggulangi secara bersama-sama. "Saya sangat berterima kasih kepada DPD yang mau memfasilitasi forum ini. Ini bagus sekali," tutupnya.

No comments:

Post a Comment