Tuesday, September 29, 2015

Lebih Ringan, MK Putuskan Dukungan Calon Independen Berdasar Persentase DPT

Mahkamah Konstitusi (MK) meringankan syarat calon independen dalam pilkada serentak. MK memutuskan calon independen harus mendapat dukungan berdasarkan banyaknya prosentase pemilih, bukan penduduk. Namun aturan ini baru berlaku untuk Pilkada 2017 dan seterusnya.

Hal ini sesuai permohonan Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) menggugat Pasal 41 ayat 1 dan 2 UU nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada karena dianggap memberatkan calon independen yang akan maju di Pilakda.

"Kendati pun tidak diskriminatif sepeti yang didalilkan pemohon, Pasal 41 ayat 1 dan 2 telah nyata menghambat pemenuhan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan," kata hakim MK I Gede Dewa Palguna saat membacakan putusan, di MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (29/9/2015). 

GNCI mempermasalahkan Pasal 41 ayat 1 dan 2 karena basis dukungan harus berdasarkan jumlah penduduk, dan bukan dari jumlah warga yang memiliki daftar pemilih pilih.
Agar terdapat kepastian hukum yang adil, maka MK berpendapat basis dukungan harus berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) di pemilu sebelumnya, sama dengan calon dari partai politik.

"Mahkamah berpendapat bahwa basis dukungan haruslah menggunakan masyarakat yang sudah memiliki hak pilih. DPT yang dimaksud adalah DPT pada pemilu sebelumnya," terang hakim konstitusi Palguna. 

"Dengan demikian pasal 41 ayat 1 dan 2 adalah inkonstitusional bersyarat, sepanjang tidak diartikan bahwa dasar perhitungan bagi perseorangan yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah adalah mengacu pada DPT di pemilu sebelumnya," sambung Palguna.

Putusan MK ini baru akan berlaku pada Pemilukada setelah pemilukada Desember 2015 mendatang. Artinya pada pemilukada tahun ini masih menggunakan peraturan sebelumnya. 

"Mengingat tahapan-tahapan sudah berjalan, sedangkan putusan mahkamah tidak berlaku surut, agar tidak ,menimbulkan kerancuan penafsiran, maka mahkamah penting menegaskan bahwa putusan ini berlaku pada pemilukada serentak setelah pemilukada serentak tahun 2015," tuturnya.

 Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) meringankan calon independen dalam pilkada serentak 2017 dan seterusnya. Jika sebelumnya calon independen berdasarkan persentase penduduk, kini cukup berdasarkan persentase daftar pemilih tetap (DPT).

MK mengubah Pasal 41 ayat 1 dan 2 UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada. Pasal tersebut berbunyi:

Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika  memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai  dengan 2 juta jiwa harus didukung paling sedikit 10 persen.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 jiwa  sampai  dengan  6 juta jiwa harus didukung paling sedikit 8,5 persen.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa harus didukung paling sedikit 7,5 persen.
d. Provinsi  dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen; dan jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf  a, huruf b, huruf c dan huruf d tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kabupaten/kota di Provinsi dimaksud.

Ketentuan di atas, diubah oleh MK. Kata penduduk diganti dengan daftar pemilih tetap.

Sehingga dampaknya, persentase yang dikumpulkan seorang calon independen jadi lebih ringan.

Contoh, berdasarkan DPT Pilkada DKI 2012 pemilik hak suara di Jakarta kurang lebih Rp 7 juta jiwa. Dengan putusan MK ini maka Ahok minimal harus mengantongi KTP sebanyak 7,5 persen dari 7 juta DPT, 525 ribu fotokopi KTP. Adapun dengan aturan sebelum putusan MK, maka Ahok harus mengantongi dukungan KTP 7,5 persen dari 10 juta penduduk atau 750 ribu fotokopi KTP. 

No comments:

Post a Comment