Sunday, July 12, 2015

Pemprov DKI Kaji Kontrak Pengelolaan Aset di Kuningan

Pemprov DKI kini sedang mengkaji kembali seluruh perjanjian pengelolaan aset daerah antara Pemprov DKI dengan pihak swasta. Pengkajian ini dilakukan karena banyak perjanjian dulu yang dinilai merugikan Pemprov DKI.

"Sejumlah kontrak perjanjian pengelolaan aset daerah dengan pihak swasta, banyak yang melemahkan Pemprov DKI," kata Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Solafide Sihite di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakpus, Jumat (10/7/2015).

Ia mengatakan beberapa kontrak yang sedang dikaji ulang yakni pengelolaan aset berupa pemanfaatan lahan dengan PT Bakrie Swastika Utama di Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan dan PT Tunas Dipta Persada di Kalibesar Timur Pinangsia, Jakarta Barat.

Solafide Sihite  menjelaskan dari hasil penyisiran berkas, beberapa kontrak perjanjia pengelolaan aset daerah dengan pihak swasta terbukti melemahkan posisi Pemprov DKI. Perjanjian kontrak dengan PT Bakrie Swastika Utama dan PT Tunas Dipta Persada menjadi contoh perjanjian yang melemahkan itu.

"Kontrak pengelolaan aset dengan PT Bakrie Swastika Utama dari 22 Agustus 1992. Luas aset lahannya ada 16 hektar. Itu dibagi dua, kepada PT Bakrie Swastika dan PT Darma Aluma Sakti. Sebagian besar dikelola PT Bakrie," terangnya.

Di perjanjian dengan PT Bakrie, masa pengelolaan asetnya selama 48 tahun dan dihitung sejak  masa pembangunan 5 tahun dari kontrak yang dilakukan pada 1992. Dengan begitu, perjanjian itu baru berakhir pada 2044 sedangkan kini di atas lahan itu, sudah ada 4 area PT Bakrie yang dibagi menjadi kavling komersil dan non komersil itu.

Aset non komersil yang sudah diserahkan pada Pemprov DKI yaitu GOR Soemantri dan Gedung Nyi Ageng Serang. Namun satu area komersil yang sifatnya Build Operation Transfer (BOT) harus dibangun dulu baru bisa ditransfer asetnya.

Kini perjanjian kontrak untuk aset komersil itulah yang sedang dikaji BPKAD dan Biro Hukum Pemprov DKI. Agar sesuai prosedur, pengkajian ini dilakukan dengan meminta pendapat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dalam kontrak pengelolaan aset dengan PT Bakrie, disebutkan ada denda yang harus dibayar jika PT Bakrie tidak melaksanakan ketentuan sesuai perjanjian. Tetapi belum ada kejelasan bagaimana dengan pembangunan yang dilakukan di area komersil.

Perjanjian itu dibuat di masa Wiyogo Atmodarminto. Poin melemahkannya yakni ada klausul yang mengikat cukup berat sehingga jika kontrak itu dibatalkan maka Pemprov DKI harus mengembalikan investasi perusahaan itu selama ini.

Pelemahan itu juga terjadi di kontrak Pemprov DKI dengan pihak swasta juga terjadi pada PT Tunas Dipta Persada dengan aset lahan seluas 1300 meter persegi di wilayah Kalibesar Timur, Pinangsia, Jakarta Barat. Di atas tanah tersebut tidak ada pembangunan dan tidak menyetor royalti. Namun, diubah menjadi lahan parkir liar oleh pihak lain. 

No comments:

Post a Comment