Monday, November 24, 2014

Majelis Tinggi Khonghucu: Perbedaan Agama Tak Jadi Penghalang Perkawinan

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) memberikan pandangannya terhadap permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Meski tidak secara langsung menyatakan setuju atau tidak terhadap gugatan tersebut, dalam keterangannya, Matakin tidak mempersoalkan perkawinan beda agama.
"Perbedaan paham, golongan, bangsa, budaya, etnis, politik, maupun agama, tidak menjadi penghalang dilangsungkannya perkawinan," ujar Wakil Ketua Umum Matakin Uung Sendana, saat memberikan keterangan dalam sidang pleno di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (24/11/2014).
Meskipun demikian, Uung mengatakan, Li Yuan (upacara pemberkatan) secara agama, tidak dapat dilakukan apabila salah satu pasangan calon menikah bukan beragama Khonghucu. Hal itu sudah ditetapkan dalam Aturan Dewan Rohaniwan Agama Khonghucu Indonesia serta Hukum Perkawinan Matakin.
Namun, meski tidak dapat melaksanakan Li Yuan, perkawinan beda agama tersebut akan diberikan restu oleh Matakin, berupa pengakuan dan pemberitahuan bahwa telah dilaksanakan sebuah perkawinan.
"Kami tidak akan menjalankan upacara agama, tetapi tidak menghalangi perkawinan. Kami akan mengeluarkan surat keterangan menikah," kata Uung.
Selain Matakin, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Parisada Hindu Dharma Indonesia juga hadir untuk memberikan keterangan sebagai pihak terkait dalam sidang pleno di MK.
Adapun pemohon perkara ini adalah empat orang warga negara Indonesia atas nama Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Anbar Jayadi.
Mereka mempermasalahkan Pasal 2 ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 yang berbunyi, "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".
Pasal tersebut dinilai mengurangi hak konstitusional dan memaksa setiap warga untuk mematuhi hukum agama dalam perkawinan.
Pemohon meminta MK memberikan pemaknaan baru terhadap ketentuan tersebut dengan menyatakan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama, sepanjang aturan tersebut diserahkan pada penilaian masing-masing mempelai.

No comments:

Post a Comment