Wednesday, October 15, 2014

Setujukah masyarakat polisi langsung tembak mati penjahat?

Setujukah masyarakat polisi langsung tembak mati penjahat?
Ahok hadiri acara revitalisasi Kring Reserse. ©2014 merdeka.com/imam buhori
Merdeka.com - Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Pol Sudjarno menegaskan polisi harus berani menindak tegas pelaku tindak kejahatan. Jika perlu, polisi jangan takut menembak penjahat di tempat.

Sudjarno mengaku pernah menantang Kapolsek penjaringan dengan memberi sejumlah peluru. Dia meminta agar peluru tersebut digunakan untuk menangkap pelaku kejahatan.

"Saya bilang, saya nggak mau tahu, minggu ini ada yang mati. Besoknya, ada yang mati. Pelaku (kejahatan)," katanya.

Namun Sudjarno menegaskan polisi harus bijak menggunakan senjatanya. Jangan sampai gegabah atau salah tembak.

Tapi jika benar-benar dibutuhkan, jenderal bintang satu ini meminta anak buahnya tak takut HAM. Tembak saja jika benar-benar membahayakan.

Nah, setujukah masyarakat Jakarta jika penjahat ditembak mati di tempat?

Maraknya aksi anarkisme dan kriminalitas yang terjadi di Jakarta membuat jajaran kepolisian Polda Metro Jaya Jakarta geram. Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Sudjarno mengimbau seluruh anggota reserse tidak takut menindak tegas pelaku kejahatan.

Sudjarno mengaku pernah menantang Kapolsek Penjaringan dengan memberi sejumlah peluru. Dia meminta agar peluru tersebut digunakan untuk menangkap pelaku kejahatan.

"Saya bilang, saya nggak mau tahu, minggu ini ada yang mati. Besoknya, ada yang mati. Pelaku (kejahatan)," katanya.

Sudjarno juga meminta seluruh personel tak terpengaruh dengan isu pelanggaran HAM jika melakukan tindakan tegas. Dia meminta seluruh personel serse tidak takut melakukan tindakan tegas.

Akankah hal ini akan membuat lakon penembak misterius alias Petrus di tahun 80an terulang kembali?

"Oh tidak, ini dalam rangka penegakan hukum, bukan orang di jalan ditembak. Dia punya standar dalam menembak," kata Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M Nasser saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa (14/10) malam.

"Misalnya penjahat itu melakukan langkah-langkah yang membahayakan pihak kepolisian atau orang lain, atau melakukan tindak kejahatan yang dapat merusak barang bukti atau melarikan diri. Itu pun ada standar yang harus dipenuhi, karena satu peluru itu harus ada pertanggungjawaban," terangnya.

M Nasser mengatakan tindak kejahatan dan kekerasan di Jakarta memang sedang meningkat. Menurutnya, imbauan dari Wakapolda merupakan upaya untuk melumpuhkan setiap aksi kejahatan yang dapat membahayakan orang lain dan juga aparat kepolisian.

"Wakapolda berpendapat untuk melumpuhkan itu dibutuhkan keberanian reserse untuk tidak main-main-main," katanya.

Catatan sejarah menunjukkan kebijakan tembak mati bagi sejumlah penjahat pernah digalakkan di zaman orde baru yang kemudian populer dengan istilah petrus alias penembak misterius. Aksi premanisme sempat marak terjadi di era 1980-an, dimana penduduk gelisah jika bepergian keluar rumah. 

Para preman saat itu nekat memeras dan melakukan aksi kejahatan kepada warga. Gerah atas aksi para preman, Soeharto kemudian menginstruksikan dilakukannya sebuah operasi keamanan untuk membasmi para preman. 

Para anggota TNI dan Polri melepas baju seragam mereka dan memburu para preman. Mereka langsung menghabisi para penjahat. Mayatnya sengaja ditaruh di pinggir jalan atau di pusat keramaian untuk membuat penjahat lainnya takut.

Aksi Petrus ini diprotes karena melanggar HAM. Namun kekejaman Petrus sukses menurunkan angka kejahatan.

No comments:

Post a Comment