JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pekerja harian lepas yang bertugas sebagai penyapu jalan dari Suku Dinas Kebersihan Jakarta Selatan mengeluhkan ketidakpastian tanggal gajian bulanan. Akibat tanggal gajian yang selalu berubah, mereka terpaksa mengutang demi keperluan sehari-hari.
"Sejak dipegang DKI, gaji kami naik jadi Rp 2.400.000, tetapi tanggal gajiannya enggak pernah pasti. Kalau udah gitu, kami terpaksa ngutang sambil tunggu gajian," ujar Is, salah satu penyapu jalan di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2014).
Menurut Is, ketika masih ditangani pihak swasta, gaji mereka tergolong kecil, tetapi dibayar tepat waktu, setiap tanggal 4 per bulannya. Namun, ketika ditangani Pemprov DKI Jakarta, gaji mereka naik sesuai upah minimum provinsi (UMP), tetapi tanggal gajian selalu berubah.
Pada Juli 2014, kata dia, gaji baru turun pada tanggal 15. Hal itu yang membuat petugas kebersihan kelabakan. Sementara itu, jika mengadu, mereka takut dikeluarkan.
Untuk Agustus ini, lanjut Is, mereka belum menerima jatah upah bulanan tersebut. Keterlambatan pembayaran tersebut membuatnya terpaksa harus mengutang di warung untuk kebutuhan sehari-hari.
"Apalagi gaji sering telat keluar, terpaksa ngutang di warung. Gaji yang baru terima nanti langsung habis buat tutup utang," ujarnya.
Is berharap Pemprov DKI Jakarta bisa menetapkan tanggal pasti pengupahan bagi mereka. "Kalau bisa ditetapkan tanggal yang pasti, biar kami nggak ngutang lagi," tutur Is yang biasa mulai bekerja dari pukul 05.00 pagi hingga pukul 14.00 siang.
Pendapat senada disampaikan Ima, penyapu jalan di kawasan Mampang. Menurut dia, gaji petugas kebersihan pernah telat dua bulan, pada Januari dan Februari.
"Kalau sekarang gajinya lancar, tetapi tanggalnya enggak pasti," ujar wanita yang sudah bekerja lima tahunan sebagai penyapu jalan tersebut.
Ketidakpastian pengupahan ini membuat dia terpaksa mengutang untuk memenuhi kebutuhan hidup bila gaji yang ditunggu tak kunjung datang. Bayar utangnya ialah saat dia gajian.
Yunus, penyapu di kawasan Mampang, juga bertutur yang sama. "Gaji selama ini lancar, tetapi tanggalnya aja yang nggak tentu," ujar ayah dua anak ini.
Yunus juga mengaku pendapatannya sebagai penyapu jalan masih kurang untuk bisa menyekolahkan kedua putranya dan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sebab, gaji tersebut tidak pernah cukup untuk menabung bagi kebutuhan pendidikan anak-anaknya kelak di perguruan tinggi.
"Semoga pemerintah mau naikkan gaji kami, biar ada tabungan juga buat anak-anak nanti pas mereka kuliah," ujarnya.
Hal yang sama diutarakan Umi, yang biasa menyapu di kawasan Lebak Bulus. Menurut ibu dua anak ini, gaji mereka sering dibayar tak pasti. "Anak saya patah tulang dan harus terus dirawat di rumah. Saya pusing kalau setiap bulan gajian harus telat," ungkap Umi dengan mata berkaca-kaca.
Dia juga bersyukur saat ini upah mereka sudah lebih besar dari sebelumnya. Namun, dia berharap gaji mereka dibayarkan tepat waktu sehingga dia bisa mengurus proses pemulihan anaknya yang sedang sakit.
"Gaji yang sekarang sudah alhamdullilah. Semoga rakyat kecil seperti kami ini bisa lebih diperhatikan pemerintah," pungkas wanita yang sudah bekerja lima tahun sebagai penyapu jalan tersebut.
Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Selatan Zaenal ketika dikonfirmasi Kompas.com membenarkan hal tersebut.
"Mereka bekerja 30 hari per bulan. Setelah itu, data absen mereka direkap lagi sebelum (mereka dapat) gaji," ujar Zaenal.
Menurut Zaenal, selama ini urusan gaji para penyapu jalan adalah wewenang dari Pemprov DKI Jakarta.
No comments:
Post a Comment