Wednesday, August 27, 2014

Ahok: Wagub DKI Jatah Gerindra, Siapa Suruh Pergi

KOMPAS.COM/JESSI CARINAWakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kiri) mendampingi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (kanan) melakukan blusukan ke Dinas Perhubungan Kedaung Angke, Jakarta Barat, Rabu (23/7/2014).

JAKARTA, KOMPAS.com - Basuki Tjahaja Purnama mengatakan naiknya dia menjadi Gubernur DKI kelak adalah sebuah ketidaksengajaan. 

Sehingga, kata dia, posisi Wakil Gubernur DKI seharusnya masih dijabat oleh kader Partai Gerindra. Sesuai dengan kesepakatan awal partai pengusung Jokowi-Basuki di Pilkada 2012, PDIP dan Gerindra. 
 
"Saya menjadi Gubernur sebenarnya kecelakaan politik saja. Jadi, jatahnya Wagub punya Gerindra, dong. Perjanjian awal Gubernurnya dari PDI-P dan Wagubnya dari Gerindra, sekarang kalau saya jadi Gubernur kan bukan salah kami, berarti rezeki. Siapa suruh (PDIP-Jokowi) pergi," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Rabu (27/8/2014). 
 
Persepsi itu, lanjut dia, berbanding terbalik dengan pandangan para kader PDIP. Menurut Basuki, kubu PDIP menganggap kursi Wagub DKI adalah jatah kader PDIP. Sebab, kader Gerindra telah naik menjadi Gubernur DKI, dan kader PDIP di Jakarta telah menjadi Presiden RI. 
Dua persepsi inilah yang membuat Gerindra dan PDIP masih belum sepakat mengusulkan dua calon Wakil Gubernur DKI. "Biarkan sajalah mereka berantem terus kayak gitu, gue kerja sendiri saja. Tidak mengajukan Wagub juga, kami tidak kena sanksi menurut Undang-Undang," kata Basuki. 
 
Kader Gerindra itu mengaku siap jika nantinya memimpin Ibu Kota seorang diri, tanpa adanya Wakil Gubernur. Sebab, selama ini, Basuki kerap menggantikan tugas kegubernuran Jokowi. Basuki berulang kali menjadi Pelaksana Harian (Plh) dan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur ketika Jokowi berkampanye.

Selain itu, kinerjanya juga dibantu oleh Sekda, empat Deputi Gubernur, serta lima Asisten Sekda. "Tapi, lebih baik berdua daripada sendiri. Cuma kalau (PDIP-Gerindra) enggak ketemu,ngapain masih ngurusin Wakil (Gubernur), masih banyak pekerjaan menumpuk yang harus segera dituntaskan," ucap Ahok, sapaan Basuki. 

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra, Mohammad Sanusi, mengatakan, secara etika politik, seharusnya pihak yang berhak mengajukan nama calon Wakil Gubernur DKI yang baru adalah Gerindra, dan bukan PDI Perjuangan.

"Jadi kalau bicara etika, harusnya malah ini porsi miliknya Gerindra," katanya kepada Kompas.com, Rabu (27/8/2014).

Sanusi menilai, pada Pilkada DKI 2012, ada kesepakatan bahwa posisi gubernur adalah milik PDI-P yang diwakili oleh Joko "Jokowi" Widodo, sementara wakilnya milik Gerindra yang diwakili Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama.

"Kalau Pak Basuki kemudian naik menjadi gubernur itu bukan karena diusulkan, tapi karena amanat konstitusi yang juga didasarkan atas etika yang disepakati di awal," jelas dia.

Meski demikian, Sanusi mengatakan Gerindra tidak akan egois memaksakan kedua calon harus dari pihak mereka. Sesuai UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, jabatan kepala daerah diusung oleh partai pengusung, dalam hal ini partai pengusung ada dua, yakni PDI-P dan Gerindra.

"Gerindra tetap mempersilakan PDI-P untuk mengajukan. Jadi Gerindra 1, PDI-P 1. Nanti biar anggota DPRD yang memilih," ujar pria yang akrab disapa Uci itu.

Sebelumnya, Sanusi mengatakan, ada kemungkinan partainya akan mengusung calon non-kader. Tak hanya itu, Gerindra nantinya juga akan mempertimbangkan masukan Ahok mengenai figur yang pas untuk mendampinginya.

Sanusi menjelaskan, partainya telah pernah beberapa kali mengusung calon non-kader pada beberapa pemilihan kepala daerah, seperti saat mengusung Ahok sebagai cawagub mendampingi Jokowi pada Pilkada DKI 2012, dan Ridwan Kamil sebagai calon wali kota pada Pilwako Bandung 2013.

"Gerindra itu unik. Jadi nanti yang diusung bisa kader, bisa juga non-kader. Contohnya Ahok dan Ridwan Kamil bukan kader Gerindra. Kita nanti akan menyerap keinginan Pak Ahok, dan menyelaraskannya dengan keputusan partai," kata dia.

No comments:

Post a Comment