Thursday, August 28, 2014

Rombak Posisi Struktural, DKI Dapat Hemat Rp 1 Triliun Per Tahun

Kompas.com/Kurnia Sari AzizaSuasana Balaikota sepi jelang kedatangan Joko Widodo, Rabu (23/7/2014).

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merombak ribuan jabatan struktural. Salah satu langkah perombakan itu dilakukan dengan merampingkan jabatan struktural dari 8.011 menjadi 6.468 jabatan. Paling tidak, 1.543 posisi struktural tidak ada lagi di lingkungan birokrasi di DKI.

Perombakan jabatan struktural itu dilakukan sesuai dengan Peraturan Gubernur tentang Perubahan Kedua Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Laksana, yang baru disahkan pada minggu kedua Agustus.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta Made Karmayoga menargetkan, perombakan posisi struktural bisa selesai sebelum pelantikan Gubernur Joko Widodo sebagai Presiden RI, Oktober mendatang. 

”Kami sedang bekerja keras agar dapat mencapai target. Semoga ini menjadi kado yang baik bagi Pak Jokowi sebelum meninggalkan DKI,” kata Made Karmayoga, Rabu (27/8), di Jakarta.

Made dan tim eksekutif sedang menyiapkan beberapa hal, salah satunya menguji ulang kompetensi sejumlah pejabat struktural. Uji kompetensi itu, kata Made, diperlukan untuk memperbarui rekam jejak pejabat sebelum dirotasi, dimutasi, ataupun dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi.

Perlu 150 pergub

Biro Hukum, BKD, dan Sekretariat Daerah menyiapkan payung hukum terkait perombakan itu. Paling tidak dibutuhkan 150 peraturan gubernur sebagai payung hukum. Pergub yang dimaksud meliputi aturan petunjuk teknis terkait pola kerja di organisasi yang dilebur, dipisah, dan termasuk penghapusan posisi struktural.

Salah satu anggota tim perumus perombakan birokrasi DKI, Lasro Marbun, mengatakan, perombakan jabatan struktural dilakukan mulai 2008. Namun, tidak bisa langsung dilakukan untuk mempertimbangkan keutuhan organisasi birokrasi DKI Jakarta. Perombakan jabatan struktural saat ini merupakan tahap kedua yang sudah dilakukan sejak 2008.

Tahap pertama perombakan dilakukan pada 2009. Ketika itu, 9.211 jabatan struktural dirampingkan menjadi 7.626. Menurut Lasro, sejalan perbaikan organisasi birokrasi di DKI, diperlukan perombakan tahap berikutnya agar lebih efektif dan efisien.

Prinsip itulah yang menjadi dasar perombakan jabatan struktural. Konsekuensinya, ada organisasi birokrasi yang harus disatukan karena dianggap penting dan strategis. Contohnya adalah Unit Pengelola (UP) Monumen Nasional. Semula ada dua pengelola, selain UP Monas ada UP Taman Monas. Kasus serupa terjadi pada Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) akan dilebur menjadi satu dengan Dinas Tata Ruang.

Sebaliknya, ada organisasi yang harus dipecah, tanpa harus menambah jumlah pejabat struktural, melainkan hanya melembagakan menjadi organisasi baru. Kasus seperti ini terjadi pada Dinas Pekerjaan Umum. Dinas ini terbagi dua, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sumber Daya Air (SDA).

Menurut Lasro, persoalan SDA sangat penting untuk mengurusi banjir, air limbah, kualitas air tanah, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan SDA. Pemisahan dua bidang dari Dinas PU ini diharapkan ada spesialisasi penanganan persoalan.

Peleburan dan pemisahan

Di sisi lain, kata Lasro, di birokrasi Pemprov DKI banyak posisi yang tidak efektif. Namun, masih diisi pejabat struktural. Posisi yang dinilai sudah tidak efektif lagi adalah pejabat pengadaan barang dan jasa. Sejalan dengan pembentukan Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa, tidak perlu lagi ada pejabat struktural yang menjalankan tugas itu di SKPD.

Terlebih lagi, saat ini DKI sedang membangun Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Artinya layanan perizinan sudah dapat diserahkan ke PTSP tidak lagi di dinas.

Perampingan birokrasi itu, kata Lasro, dapat menghemat biaya operasional pegawai. Lantaran di sejumlah posisi sudah tidak ada pejabat struktural, tidak perlu ruang khusus, mobil dinas, dan biaya lain terkait pejabat yang bersangkutan.

”Perkiraan saya, lebih dari Rp 1 triliun anggaran operasional yang bisa dihemat,” kata Lasro. 

Tahun ini, belanja operasional pegawai di semua satuan kerja perangkat daerah mencapai Rp 14 triliun. Adapun anggaran operasional terbesar pada Dinas Pendidikan, yakni Rp 5,9 triliun, dan Pengelola Keuangan Daerah sebesar Rp 3,7 triliun.

Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, semangat perombakan posisi struktural itu adalah untuk meningkatkan kualitas layanan. Dengan perampingan itu, dia mengharapkan pejabat fokus melayani warga. Adapun perombakan pejabat struktural dilakukan pada pejabat eselon IV, III, hingga II.

Usulan pemecahan Dinas PU menjadi dua dinas berkali-kali disampaikan pengajar Teknik Lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali. Firdaus berpendapat, perombakan ini dapat mempercepat penanganan masalah Ibu Kota. Salah satu yang patut diapresiasi, kata Firdaus, adalah pemisahan Dinas PU. 

”Persoalan SDA di Jakarta tidak kalah penting dengan infrastruktur. Sudah seharusnya persoalan ini ditangani serius oleh dinas khusus,” kata Firdaus. (NDY)

No comments:

Post a Comment