Friday, January 1, 2016

BUMN Ini Bangun Pembangkit Listrik dari Sampah Pabrik Sagu Sorong

BUMN Ini Bangun Pembangkit Listrik dari Sampah Pabrik Sagu Sorong
Jakarta -Perum Perhutani akan melakukan kerja sama pembangunan pembangkit listrik tenaga biomassa dengan PT Energy Management Indonesia (EMI). Pembangkit tersebut akan memasok listrik untuk pabrik sagu yang terletak di Distrik Kais, Sorong Selatan, Papua dan rencananya akan diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Direktur Utama EMI, Aris Yunanto menyatakan pembangkit listrik biomassa sangat ekonomis dan mendukung fungsi ekologis dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga fosil. Bahan bakar yang digunakan juga bisa dari sampah hasil industri pengolahan sagu.

Pembangkit listrik direncanakan berkapasitas 3 megawatt. Selain untuk pabrik, sisanya yang tidak terpakai akan dibagikan secara cuma–cuma oleh Perhutani kepada masyarakat dan Sekolah Menengah Kejuruan di Sorong Selatan.

“Kegiatan ini sebagai wujud sinergi BUMN untuk negeri, selain sebagai bentuk kepedulian Perhutani dan EMI kepada masyarakat dan kelestarian alam di Sorong Selatan“, ujar Aris dalam siaran pers yang diterima detikFinance, ‎Jumat (1/1/2016)

Aris menargetkan proses pembangunan hingga beroperasinya PLT Biomassa diharapkan akan rampung dalam waktu kurang dari setahun . PLT tersebut memiliki tingkat kadar pencemaran lingkungan lebih rendah daripada tingkat kadar pencemaran akibat pembangkit listrik tenaga fosil seperti batu bara dan minyak solar.

Secara umum, kata Aris sedikitnya ada tiga potensi pembangkit listrik yang dapat dibangun di distrik Kais, yaitu pembangkit listrik biomasa, pembangkit listrik tenaga pasang surut dan gelombang laut dan pembangkit listrik tenaga air (sungai).

Namun, PLT Biomassa merupakan pilihan tepat bagi sumber daya listrik di sekitar pabrik Perhutani. Hal ini juga disebabkan oleh masih sedikit dan terpencarnya masyarakat di distrik tersebut, sehingga diperlukan pembangkit skala kecil untuk kelompok masyarakat yang cukup efisien.

Apalagi untuk menembus Kais, warga Ibukota Sorong Selatan (Teminambuan) atau sebaliknya, harus menempuh perjalanan 3-4 jam memakai long boat, bahkan bisa 7 hari bila warga menggunakan kapal tradisional yang didayung.

Secara ekonomi nilai keekonomisan listrik yang dihasilkan oleh PLT Biomassa di Papua berdasarkan Peraturan Menteri ESDM memiliki nilai jual Rp 2,450 per KwH, lebih murah 50 % dari harga beli listrik PLT Diesel/solar yang dapat mencapai Rp 5,000 per KwH.

Nilai keekonomisan PLT Biomassa di Papua memang lebih mahal daripada pulau jawa yang hanya sekitar Rp 1,600 per KwH, sebagai bentuk insentif pemerintah bagi para investor untuk bersedia membangun infrastruktur energi listrik di lokasi yang jauh dari Pulau Jawa.

No comments:

Post a Comment