Friday, January 29, 2016

Ahok Sebut Penanda Tangan Nomenklatur dan Rekening Pengadaan UPS adalah Sekda

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan tidak ikut menandatangani nomor rekening dan nomor nomenklatur pada berbagai program dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) DKI. 

Termasuk nomenklatur dan nomor rekening dalam pengadaanuninterruptible power supply (UPS) pada APBD Perubahan 2014. 

"Yang pegang tanda tangan uang itu Sekda dan saya Gubernur itu enggak bisa tanda tangan," kata Basuki, di Balai Kota, Jumat (28/1/2016). 

Di dalam pemerintahan, lanjut Basuki, Gubernur menunjuk Sekda sebagai tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) untuk menandatangani seluruh keuangan yang disusun oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI.

Meski demikian, Basuki mengaku tidak mengetahui apakah Sekda DKI Saefullah terlibat dalam pengadaan UPS atau tidak. 

"Saya enggak tahu, Sekda terlibat atau tidak. Apakah Lasro (Marbun) mantan Kepala Dinas Pendidikan terlibat juga atau tidak, saya enggak tahu. Nanti di persidangan kan bisa kelihatan," kata Basuki.

Basuki menunggu undangan resmi pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) untuk pemanggilannya sebagai saksi dalam kasus penyalahgunaan pengadaan UPS. 

Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana atau Lulung menyebut ada keanehan mengenai adanya nomor nomenklatur dan nomor rekening untuk pengadaan UPS pada APBD Perubahan 2014. 

Dia menyebutkan, nomor rekening dan nomenklatur bukan berasal dari DPRD, melainkan dari tim anggaran pemerintah daerah (TAPD), khususnya di Bappeda dan BPKAD. 

Dalam kasus pengadaan UPS pada APBD-P 2014, Bareskrim telah menetapkan empat tersangka, yaitu dua tersangka dari pihak eksekutif, yaitu Alex Usman dan Zaenal Soleman. 

Alex diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, sedangkan Zaenal saat menjadi PPK pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat. 

Dua tersangka lainnya dari pihak DPRD, yaitu Muhammad Firmansyah dari Fraksi Partai Demokrat dan Fahmi Zulfikar dari Fraksi Partai Hanura. 

Keduanya diduga terlibat dalam kasus UPS saat sama-sama menjabat di Komisi E DPRD DKI periode 2009-2014.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membantah pernyataan Wakil Ketua DPRD DKI Abraham "Lulung" Lunggana. 

Hal ini terkait ucapan Lulung yang menyebut terungkapnya kasus pengadaan uninterruptible power supply (UPS) pada APBD Perubahan 2014 sebagai pencitraan Basuki. 

"Aduh, Lulung lo dengerin, he-he-he," kata Basuki, di Balai Kota, Jumat (29/1/2016). 

Basuki menyebut Lulung tak mengerti duduk permasalahan dugaan penyalahgunaan anggaran dalam pengadaan UPS tersebut. 

Selama persidangan, Lulung pun lebih menyatakan ketidaktahuannya atas kasus tersebut. 

"Orang dia kagak ngerti kok, dia argumennya kagak ngerti.Makanya Lulung tuh kasihan, dia jadi (anggota) DPRD begitu lama, dia enggak ngerti," kata Basuki. 

Pada sidang kemarin, Lulung menyebut Basuki atau Ahokmemanfaatkan kasus UPS untuk melakukan pencitraan.

Lulung menilai, ada kejanggalan dalam kasus UPS. Keanehan yang ia maksud adalah mengenai adanya nomor nomenklatur dan nomor rekening untuk pengadaan UPS pada APBD Perubahan 2014. 

Adapun pihak yang berwenang atas nomor nomenklatur dan nomor rekening adalah tim anggaran pemerintah daerah (TAPD), khususnya di Bappeda dan BPKAD. 

"Minta maaf ya, makanya saya bilang ini kasus UPS jangan jadi pencitraan, sudah stop berhenti," kata Lulung disambut riuh tepuk tangan para pendukungnya. 

Pada sidang kemarin, Lulung bersaksi bersama Ketua DPRD periode 2009-2014 Ferrial Sofyan, anggota Komisi E Fahmi Zulfikar, serta Ketua Komisi E periode 2009-2014 Muhammad Firmansyah.

No comments:

Post a Comment