Sunday, January 31, 2016

Sehari Setelah Diresmikan, Teras Cikapundung Langsung Diserbu Warga Bandung

Hari pertama setelah diresmikan pada Sabtu (30/1/2015), ribuan warga Kota Bandung memadati Teras Cikapundung, Jalan Babakan Siliwangi, pada Minggu (31/1/2015). Mereka berdatangan sejak pagi hingga siang ini. Arus lalu lintas di sekitar lokasi pun menjadi macet.

Sehari Setelah Diresmikan, Teras Cikapundung Langsung Diserbu Warga Bandung
Kemacetan mulai terasa sekitar 200-300 meter dari Teras Cikapundung atau sebelum Hutan Kota Baksil. Begitu juga dari arah Cihampelas. Banyaknya orang yang menyebrang atau mobil yang berbelok ke Hutan Kota Baksil untuk parkir, membuat arus lalu lintas tersendat. 

Meski cuaca terik, tak membuat surut warga untuk menikmati akhir pekan di ruang publik baru yang hadir di Kota Bandung ini.

Suasana di Teras Cikapundung (Foto: Erna)
Ade (62), warga Muara Rajen, datang bersama anak dan cucunya. Ia mengaku ini kedua kalinya ia datang ke Teras Cikapundung. "Pertama dulu sebelum diresmikan, sebelum tahun baru. Hari ini kedua kalinya," ujar nenek yang mengenakan kacamata hitam ini.

Ia mengaku senang dengan adanya tempat rekreasi keluarga yang bisa diakses gratis ini. "Cuma ada yang kurang nih, coba ada tempat makan di dalam ya, jadi kita main sambil makan. Kalau bawa dari rumah takutnya malah jadi kotor, soalnya kan suka banyak yang enggak bertanggungjawab ninggalin sampah," katanya.

Sementara itu, Rudi (35), warga Ujungberung mengaku kali pertama datang. "Iya penasaran, baru pertama datang," terangnya.

Ia mengaku senang dengan adanya fasilitas toilet umum dan juga musala di lokasi. Namun ia menyayangkan tempat sampah yang masih jarang ia temui. "Usul saya sih banyakin tempat sampahnya, sayang soalnya kalau jadi kotor," ujarnya.

Hingga pukul 13.30 WIB, warga masih berdatangan. Mereka ada yang hanya sekedar duduk-duduk sambil menyantap makan siang yang mereka bawa, atau sibuk berfoto di beberapa sudut. Anak-anak asyik main pancing ikan menggunakan magnet. Warga lainnya antre naik perahu yang ditarif Rp 10 ribu untuk dewasa dan Rp 5 ribu untuk anak.

Teras Cikapundung menjadi ruang publik baru yang hadir di Kota Bandung. Proyek ini didanai pemerintah pusat melalui BBWS Citarum. 

Sehari Setelah Dugaan Pemukulan, Dita Sempat Lapor Ke Polsek Jatinegara

Staf anggota komisi III DPR Masinton Pasaribu, Dita Aditia Ismawati, melaporkan Masinton ke Bareskrim Polri atas tuduhan penganiayaan. Dita baru lapor ke Bareskrim Polri 9 hari setelah kejadian. Namun sebelumnya, Dita sempat ke Polsek Jatinegara.

Dari keterangan di Polsek Jatinegara, Jakarta Timur, Dita datang pada hari Jumat (22/1) dan sempat melapor atas penganiayaan terhadap dirinya. Oleh pihak kepolisian, Dita diarahkan untuk visum et repertum ke RSUD Budi Asih.

"Dia ke sini Jumat (22/1) malam sekitar jam 00.30 WIB. Oleh petugas kita arahkan ke RSUD Budi Asih untuk divisum saja," kata petugas piket Polsek Jatinegara, Minggu (31/1/2016).

Setelah melakukan visum pihak kepolisian menyarankan untuk pulang beristirahat dan diminta datang lagi ke Polsek untuk membuat laporan BAP.

"Kita suruh pulang, besok Sabtu (25/1) datang lagi lapor untuk buat BAP. Tapi dianya lapornya langsung ke Bareskrim," sambungnya.

Menurut rekannya di NasDem, Dita sempat dirawat di RS Mata Aini, Jakarta Selatan. Setelah hadir dalam rapat di DPW NasDem, dia lalu diminta melapor ke Bareskrim Polri dan baru dilakukan pada Sabtu (30/1) malam.

Dita mengaku dianiaya Masinton hingga mengalami luka di bagian mata sebelah kanannya. Dia mengaku dipukul oleh Masinton dalam perjalanan pada Kamis (21/1) lalu dari Cikini menuju Cawang, Jakarta. Versi Dita, hanya ada Masinton dan Dita di dalam mobil. Sementara sopir Masinton membawa mobil Dita yang parkir di kantor NasDem.

Saat dikonfirmasi, Masinton membantah melakukan pemukulan. Menurut Masinton, Dita terkena lengan tenaga ahlinya, Abraham Leo, yang malam itu menyetir mobil. Dita mabuk dan meracau sehingga hendak merebut setir, lalu terkena hempasan tangan Leo.

Leo juga sudah memberi penjelasan soal ini. Menurutnya, Dita terkena tangannya yang bercincin batu akik. Dia dan Masinton juga sempat memberi bantuan perawatan di RS Aini setelah kejadian. 

Akan Usung Lulung di Pilgub DKI? Wasekjen PPP: Dia Lebih Cocok di DPRD

Nama Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana (Lulung) ikut meramaikan bursa calon gubernur DKI. Wasekjen PPP Syaifullah Tamliha menilai rekan satu partainya itu lebih cocok tetap berada di parlemen.

"Kalau menurut saya Lulung berkonsentrasi di DPR," ungkap Tamliha di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, Jumat (29/1/2016).

Lulung dinilai lebih cocok di DPRD DKI adalah karena hubungan panasnya dengan Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) selama ini. Ia dinilai Tamliha merupakan sosok yang cocok untuk menjadi counter bagi Ahok.

"Karena dia suka berantem sama Gubernur (Ahok). Kan bagus ada check and balance, yang satu tidak bisa korup, yang satu tidak bisa korup. Cocok di DPRD dia (Lulung)," tutur Anggota Komisi I tersebut.

Lantas apakah PPP sendiri melihat Lulung cocok memimpin Ibukota jika nantinya dia akan diusung untuk maju dalam Pilgub DKI?

"Mencalonkan orang kan melihat kapasitas,kapabilitas dan integritas. Nanti masyarakat yang nilai apakah Haji Lulung punya integritas, kapasitas dan kapabilitas," tukas Tamliha.

Berdasarkan hasil Survei CSIS terkait popularitas, nama Lulung berada di urutan ke-empat setelah Ahok, Tantowi Yahya, dan Ridwan Kamil. Sementara untuk survei elektabilitas CSIS, Lulung berada di nomor 7 dari 12 nama dengan perolehan 3,75 persen.

Digadang Jadi Cagub DKI, Sandiaga Uno Temui Ridwan Kamil

Salah satu calon Gubernur DKI Jakarta dari Partai Gerindra, Sandiaga Salahudin Uno pada Sabtu kemarin menemui Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Namun dalam kunjungan tersebut Sandiaga mengaku tak membahas soal rencana dia maju sebagai calon Gubernur DKI 2017. 

Kunjungan Sandiaga kali ini adalah sebagai Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI). Sandiaga Uno sejak November 2015 lalu terpilih sebagai Ketua Umum APPSI menggantikan Prabowo Subianto. 

Sebagai Ketum APPSI, Sandiaga gencar melakukan kerjasama dengan beberapa pemerintahan kabupaten dan kota dalam rangka untuk revitalisasi pasar tradisional. Salah satunya adalah dengan Pemkot Bandung yang dipimpin Ridwan Kamil alias Emil. 

"Saya sowan ke Pak Wali Kota Bandung untuk kerjasama beberapa revitalisasi pasar tradisional di Bandung. Salah satunya pasar Kosambi," kata Sandiaga Uno saat berbincang dengan detikcom, Minggu (31/1/2016). 

Kerjasama yang bisa dilakukan antara APPSI dengan Pemkot Bandung, kata Sandiaga, nantinya bisa dalam wujud operasi atau investasi. 

"Diharapkan dengan revitalisasi pasar tradisional akan berdampak positif untuk akses distribusi pedagang pasar dan mudah-mudahan meredam gejolak kenaikan harga-harga bahan pokok," kata Sandiaga. 

Saat ini menurut dia sejumlah pasar tradisional di Bandung telah direvitalisasi dan ditata oleh Emil. Tak hanya pasar tradisional, pelayanan publik juga terus ditingkatkan. 

"Nantinya pasar tradisional di Bandung akan ditata ke arah tematik, memberdayakan ekonomi akar rumput, merangkul teknologi dan inovasi," kata dia.

Hal inilah yang membuat Sandiaga terkesan dengan gaya kepemimpinan Emil. Di bawah kepemimpinan Emil, kata Sandiaga, Kota Bandung mengalami kemajuan yang pesat. Pasar tradisional ditata, dan pelayanan publik pun ditingkatkan. 

"Hebat banget kemajuan di Bandung, mulai dari rehabilitasi Pasar Cihapit sampai kinerja pelayanan publik yang bisa bersaing dengan kota-kota besar di ASEAN," kata Sandiaga. 

Dari Emil, Sandi mengaku banyak belajar tentang gaya kepemimpinan seorang kepala daerah. "Saya banyak belajar tentang transformasi di Kota Bandung, Liveable and Lovable city," kata Sandiaga. 

Eks Menpora Adhyaksa Dault menatap sumringah hasil survei CSIS yang menempatkannya di nomor urut 4 bursa cagub DKI teratas. Bagi Adhyaksa, mengalahkan Ahok di Pilgub DKI bukan hal yang mustahil.

"Saya melihat ada peluang. Incumbent Pak Ahok 43 persen, itu rendah. Karena incumbent dengan modal dasar 43 persen artinya mayoritas rakyat Jakarta tidak ingin beliau kembali," kata Adhyaksa saat berbincang dengan detikcom, Jumat (29/1/2016).

Beda cerita dengan Tri Rismaharini yang jauh hari sebelum Pilkada Surabaya elektabilitasnya menyentuh 70 persen. Tentu saja lawan tandingnya ngeper, bahkan Risma sempat kehilangan lawan di last minutes sebelum akhirnya pendaftaran pilkada diperpanjang.

"Ibu Risma incumbent dia 70 persen, sehingga orang tidak berani melawan beliau karena modal dasarnya 70 persen," ujar Adhyaksa menganalisa.

Adhyaksa memantau survei terkini. Ia menyimpulkan elektabilitas Ahok berkisar pada angka tersebut.

"Kita melihat dari tren malah menurun. Kalau Februari atau April turun maka itu menjadi perhatian besar bagi incumbent," kata Adhyaksa.

Namun bagi Adhyaksa survei tak perlu ditanggapi serius karena survei bukanlah takdir. Dia berkaca pada 'kemenangan' Fauzi Bowo menjelang Pilgub tahun 2012 silam, namun nyatanya pahit di hari pemilihan suara.

"Kalau survei itu kan seolah papan takdir, tapi janganlah survei dianggap sudah pasti. Pas incumbent Pak Foke dua minggu sebelumnya menang tapi dua minggu kemudian Pak Jokowi yang menang. Artinya kita tidak bisa berpegang kepada survei," pungkas Adhyaksa yang mengaku tiap hari minimal mendatangi tiga undangan pertemuan dengan warga menjelang Pilgub DKI ini.

Apa anda sepakat dengan analisa Adhyaksa soal survei elektabilitas bursa cagub DKI?

Sebagai informasi tambahan, berikut hasil survei elektabilitas 12 nama calon gubernur DKI versi CSIS yang dirilis baru-baru ini:

1. Basuki T Purnama (Ahok): 43,25 persen.
2. Ridwan Kamil 17,25 persen.
3. Tri Rismaharini 8 persen
4. Adhyaksa Dault 4,25 persen
5. Hidayat Nur Wahid 4 persen
6. Tantowi Yahya 4 persen
7. Abrahan 'Lulung' Lunggana 3,75 persen
8. Nachrowi Ramli 3,75 persen
9. Alex Noerdin 1,25 persen
10. Djarot Saiful Hidayat 1,25 persen
11. Djan Faridz 0, 25 persen.

CSIS melakukan survei secara terbuka pada 400 sampel warga Jakarta dengan metode multi stage random sampling secara tatap muka. Survei yang dilakukan pada 5-10 Januari ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin error +/- 4,9 persen.

Pakar Ekspresi Mikro Prediksi Jessica Sudah Tahu Ada Sianida di Kopi Mirna

Ahli pembaca ekspresi mikro pada wajah, Handoko Gani, menganalisis bahwa Jessica Kumala Wongso sudah mengetahui adanya kandungan zat sianida di dalam kopi yang diminum oleh temannya, Wayan Mirna Salihin.
Analisis ini dilakukan Handoko Gani berdasarkan ekspresi wajah Jessica, dari sebuah rekaman video.
Handoko mengatakan, pengacara Jessica sempat mempertanyakan kebenaran adanya kandungan sianida di dalam kopi yang diminum Mirna hingga menyebabkan wanita itu tewas.
Sebab, bartender, manajer kedai kopi, serta seorang temannya, Hani, juga ikut mencicipi kopi tersebut dan tidak meninggal.
"Saya memperhatikan ekspresi verbal Jessica di rekaman asli tanpa edit dari sebuah stasiun televisi," ujar Handoko kepadaKompas.com, Minggu (31/1/2016).
"Reaksi verbal dan non-verbal Jessica mengatakan, 'Yah, enggak tahu deh saya bakal kenapa kalau saya minum kopi itu,' yang kemudian buru-buru dikoreksi spontan, 'tetapi bukan gara-gara apa, gara-gara lambung saya ini,'" kata dia.
Kemudian, saat itu, Jessica mengatakan, bau kopi Mirna seperti kopi hitam yang dicampur asam.
Jessica, kata Handoko, dalam rekaman itu juga mengatakan, wangi kopi yang diminum Mirna tidak normal seperti kopi pada umumnya.
"Ini membawa saya pada hipotesis, Jessica tahu bahwa kopi itu ada sianidanya," kata Handoko.
Meski demikian, hal ini merupakan hipotesis awal yang dianalisis Handoko. Hanya pihak kepolisian yang berhak menyimpulkan dari berbagai barang bukti yang telah dikumpulkan.
Mahasiswa program MSc di Paul Ekman International Group (Emotional Intelligence Academy) itu kemudian melihat, ada pernyataan Jessica yang bertolak belakang dengan pemahaman dirinya yang tidak pernah minum kopi hitam.
Kopi hitam merupakan kopi dengan kategori asam, dan penderita asam lambung tidak akan meminumnya.
"Di dalam rekaman video, ada kalimat, 'Ya ada wangi kopinyalah, tetapi enggak normal yang saya biasa minum'. Kopi yang biasa saya minum? Katanya sakit lambung?" kata Handoko.

PAN Sebut Dessy Ratnasari dan Eko Patrio Berpotensi Jadi Cagub DKI

Partai Amanat Nasional hingga kini masih melakukan kajian untuk menentukan kriteria tokoh yang akan diusung sebagai calon gubernur DKI Jakarta. 

Meski demikian, setidaknya dua nama dari internal PAN berpeluang bertarung dalam pemilihan pemimpin daerah tersebut. 

"Kalau dari internal ada Mas Eko Patrio sama Mbak Dessy Ratnasari. Untuk sementara, itu," kata Wakil Ketua Umum PAN Hanafi Rais di sela-sela kegiatan Temu Instruktur Perkaderan Nasional PAN di Kantor DPP PAN, Minggu (31/1/2016). 

Meski demikian, PAN tidak menutup kemungkinan mengusung cagub yang berasal dari eksternal partai. 

Sejumlah nama yang kini cukup ramai diperbincangkan, kata Hanafi, masuk dalam radar penjaringan yang dilakukan PAN. 

"Ada Ridwan KamilTantowi YahyaAhok, Ganjar Pranowo,Sandiaga Uno, atau Bu Risma. Itu kami amati perkembangannya," ujarnya. 

Sekjen PAN Eddy Soeparno mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan komunikasi politik dengan parpol lain yang juga akan mengusung calon gubernur saat pilkada. 

Menurut dia, Pilkada DKI merupakan salah satu kontes terpenting jelang pemilu legislatif dan pilpres pada 2019. 

"DKI itu barometer kancah politik di Indonesia. Karena itu, PAN sedang lakukan kajian terhadap bakal calonnya," tandasnya.

Polisi Merasa Benar Tak Berikan Salinan BAP Jessica

 Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iqbal menilai, tidak masalah pihak tersangka Jessica Kumala Wongso (27) tak mendapatkan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus kematian Wayan Mirna Salihin (27).
Kuasa hukum Jessica, Yudi Wibowo Sukinto, sebelumnya mengeluhkan hal tersebut. Menurut Yudi, polisi sudah melanggar hukum dengan tidak memberikan salinan BAP usai pemeriksaan terhadap Jessica, Sabtu (30/1/2016).
"Silakan kalau mau protes. Polisi enggak harus kasih salinan BAP. Dia (Yudi) kan sudah mendampingi (pemeriksaan). Pas tanda tangan BAP, juga dibacakan lagi," kata Iqbal saat dihubungiKompas.com, Minggu (31/1/2016).
Menurut Iqbal, BAP adalah dokumen rahasia penyidik sehingga tidak perlu dipermasalahkan. (baca: Berdasarkan Rekaman CCTV, Jessica Sempat Pindahkan Gelas Kopi Mirna dan Pegang Tas)
Dia juga menyarankan agar pihak Jessica dapat mengatur strategi jika yakin Jessica tidak bersalah, khususnya strategi yang menguatkan alibi Jessica sebagai pihak yang tidak bersalah dalam kasus ini.
"Ini kan perang intelektual antara penyidik dengan tersangka. Silakan bagaimana pengacara tersangka mengatur strateginya," tutur Iqbal.
Jessica yang awalnya saksi kasus kematian Mirna, resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (29/1/2016) pukul 23.00 WIB. (Baca: Pasti Kalah, Alasan Pengacara Jessica Enggan Ajukan Praperadilan)
Jessica yang telah menjadi tersangka pun ditangkap dan dibawa ke Mapolda Metro Jaya, Sabtu (30/1/2016) pagi untuk diperiksa 1 x 24 jam.
Hingga pada pukul 22.30 WIB, polisi memutuskan untuk menahan Jessica. Penahanan Jessica akan dilakukan sampai 20 hari ke depan. (Baca: Keterangan Jessica Tak Sesuai dengan Bukti Milik Polisi)
Jika ada proses lanjutan, polisi akan meminta perpanjangan penahanan kembali dari jaksa penuntut umum.

Pengacara Jessica Minta Rekaman CCTV Dibuka ke Publik, Ini Tanggapan Polisi

Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iqbal menekankan, rekaman closed-circuit television (CCTV) di Kafe Olivier terkait kasus kematianWayan Mirna Salihin (27) khusus untuk kepentingan penyidikan.
Rekaman itu belum dapat disebarluaskan kepada khalayak umum.
"Itu teknis penyidikan. Mereka harus menghormati proses penyidikan polisi," kata Iqbal saat dihubungi Kompas.com, Minggu (31/1/2016).
Sebelumnya, Yudi Wibowo Sukinto selaku kuasa hukum Jessica, tersangka dalam kasus Mirna, meminta agar rekaman CCTV yang menunjukkan bahwa kliennya melakukan perbuatan mencurigakan diungkap ke publik.
Rekaman CCTV disebut menjadi salah satu alat bukti kuat polisi untuk mengungkap kasus kematian Mirna. (Baca: Pengacara Jessica Tantang Polisi Buka Rekaman CCTV di Kafe Olivier)
Rekaman CCTV tertanggal 6 Januari 2016 menunjukkan, Jessica yang waktu itu tiba terlebih dahulu di Kafe Olivier, Grand Indonesia, membelikan minuman untuk Mirna dan satu temannya lagi, Hani.
Mereka bertiga memang berencana kumpul di sana untuk reuni sebagai teman lama yang sempat bersama menempuh pendidikan di Australia.
Komisioner Kompolnas Edi Saputra Hasibuan yang telah melihat rekaman CCTV itu menuturkan, Jessica sempat memindahkan gelas kopi untuk Mirna sebanyak dua kali. Setelah itu, Jessica juga tampak memegangi tasnya.
Meski demikian, Edi menilai, hal itu baru sebatas informasi. Polisi masih memiliki bukti lain yang belum diungkap ke publik guna kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Polisi menjerat Jessica dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.

Kasus UPS, Kemendagri Siap Bersaksi di Pengadilan

Kementerian Dalam Negeri siap bersaksi di pengadilan terkait kasus pengadaan uninterruptible power supply (UPS) yang dianggarkan dalam APBD Perubahan 2014.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Dodi Riyatmadji menegaskan, pihaknya siap memberi data serta keterangan yang dibutuhkan oleh pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).
"Tentu Kemendagri bersedia (memberi keterangan). Bisa saja pengadilan memanggil kami," kata Dodi saat dihubungi wartawan, Minggu (31/1/2016).
Meski demikian, dirinya tidak mengetahui secara detail isi APBD Perubahan DKI 2014. Menurut dia, Pemerintah Provinsi DKI lah yang banyak mengetahui perihal pengadaan UPS pada tahun tersebut. (baca: Soal Proyek UPS, Sekda Bantah Tuduhan Ahok)
"Coba ditanyakan juga ke Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), kalau banyak yang minim bicara (perihal UPS)," kata Dodi.
Dalam kasus pengadaan UPS pada APBD-P 2014, Bareskrim telah menetapkan empat tersangka, yaitu dua tersangka dari pihak eksekutif, yaitu Alex Usman dan Zaenal Soleman. (baca: Dalam Sidang UPS, Lulung Ternyata Tak Sebut Keterlibatan Ahok)
Alex diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat. Dalam kasus ini, status Alex sudah ditingkatkan menjadi terdakwa.
Sementara itu, dua tersangka lainnya ialah dari pihak DPRD, yaitu Muhammad Firmansyah dari Fraksi Partai Demokrat dan Fahmi Zulfikar dari Fraksi Partai Hanura.
Keduanya diduga terlibat dalam kasus UPS saat sama-sama menjabat di Komisi E DPRD DKI periode 2009-2014. (baca: Ahok: Lulung Lo Dengerin, He-he-he...)
Beberapa pihak terkait sudah dipanggil untuk bersaksi pada kasus UPS. Seperti mantan Ketua DPRD DKI Ferrial Sofyan, Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana, Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saefullah, mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI Lasro Marbun, dan lain-lain.

Soal Proyek UPS, Sekda Bantah Tuduhan Ahok

Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah membantah tudingan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menyebut dirinya menyepakati pengadaan uninterruptible power supply (UPS) pada APBD Perubahan 2014.
Saefullah menegaskan dirinya tidak pernah menandatangani nomor rekening maupun nomenklatur pengadaan UPS.
"Tidak, saya tidak pernah tanda tangan," kata Saefullah, Minggu (31/1/2016).
Ia juga mengaku tidak mengetahui perihal nomor nomenklatur untuk pengadaan UPS.
"Nomenklatur apa? Saya tidak tahu. Saya tidak pernah tanda tangan," kata Saefullah lagi.
Ahok sebelumnya menyebut Gubernur menunjuk Sekda sebagai tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) untuk menandatanganiseluruh keuangan yang disusun oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI.
"Saya enggak tahu, Sekda terlibat atau tidak. Apakah Lasro (Marbun) mantan Kepala Dinas Pendidikan terlibat juga atau tidak, saya enggak tahu. Nanti di persidangan kan bisa kelihatan," kata Basuki.
Dalam kasus pengadaan UPS pada APBD-P 2014, Bareskrim telah menetapkan empat tersangka, yaitu dua tersangka dari pihak eksekutif, yaitu Alex Usman dan Zaenal Soleman. (baca: Dalam Sidang UPS, Lulung Ternyata Tak Sebut Keterlibatan Ahok)
Alex diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat. Sedangkan Zaenal saat menjadi PPK pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat.
Sementara itu, dua tersangka lainnya ialah dari pihak DPRD, yaitu Muhammad Firmansyah dari Fraksi Partai Demokrat dan Fahmi Zulfikar dari Fraksi Partai Hanura. (baca: Ahok: Lulung Lo Dengerin, He-he-he...)
Keduanya diduga terlibat dalam kasus UPS saat sama-sama menjabat di Komisi E DPRD DKI periode 2009-2014.

Berdasarkan Rekaman CCTV, Jessica Sempat Pindahkan Gelas Kopi Mirna dan Pegang Tas

 Tersangka kasus kematian Wayan Mirna Salihin (27), Jessica Kumala Wongso (27), terekam kameraclosed-circuit television (CCTV) di Kafe Olivier memindahkan gelas berisi kopi untuk Mirna. Gelas itu disebut dua kali dipindahkan Jessica.
Selain itu, Jessica juga memegang tas miliknya.
Hal itu disampaikan Komisioner Kompolnas, Edi Saputra Hasibuan, yang telah mengunjungi Jessica di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (30/1/2016).
"Ada dugaan keterkaitan antara Jessica dan kematian Mirna. Di dalam rekaman CCTV, dalam waktu 45 menit itu, terlihat jelas, gelas kopi sudah dipindah, kemudian dipindahkan lagi," kata Edi saat dihubungi Kompas.com, Minggu (31/1/2016).
Selain itu, Jessica juga tampak memegangi tasnya. Namun, Edi tidak menjelaskan lebih lanjut apakah ada gerakan lain dari Jessica menurut rekaman kamera CCTV tersebut. (Baca: Pasti Kalah, Alasan Pengacara Jessica Enggan Ajukan Praperadilan)
Edi mengingatkan, informasi tersebut hanya sebatas fakta yang didapat untuk mengusut kasus ini, bukan untuk menuding siapa yang menjadi pembunuh Mirna.
Kuasa hukum Jessica, Yudi Wibowo Sukinto, sebelumnya meminta polisi agar menayangkan rekaman kamera CCTV itu ke publik. Ini dilakukan supaya publik bisa melihat langsung bagian mana yang membuat Jessica kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Polisi menahan Jessica pada Sabtu setelah pemeriksaan dilakukan sejak pagi hingga menjelang tengah malam. Jessica dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dan terancam hukuman mati.
Seperti dikutip Kompas, penetapan tersangka dilakukan karena polisi sudah mengantongi motif dan aspek materiil kasus ini. (Baca: Keterangan Jessica Tak Sesuai dengan Bukti Milik Polisi)
Menurut hasil penyidikan sementara, Jessica diketahui bertemu dengan Mirna dan Hani pada 6 Januari di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pukul 17.15.
Sebelum Mirna dan Hani datang, Jessica telah lebih dulu tiba di Olivier dan memesan tiga jenis minuman serta langsung membayar tagihannya. Salah satu dari tiga minuman tersebut adalah es kopi vietnam yang dikonsumsi Mirna.
Seusai memesan minuman di meja bar, Jessica mengamati situasi kafe. Perempuan itu kemudian duduk di meja nomor 54. (Baca:Jessica dan Bantahannya tentang Kasus Pembunuhan Mirna)
Tempat duduknya berwarna kuning, berbentuk setengah lingkaran, dengan meja bulat hitam. Ia duduk di sana selama 51 menit.
Setelah pelayan menyajikan pesanan, semua minuman berada dalam penguasaan Jessica selama 45 menit.
Selama masa itu, menurut polisi, ada titik kritis selama 3 menit yang diyakini adalah saat ketika sianida ditaburkan. (Baca: Polisi Sempat Cari Jessica di Rumah, tetapi Tak Ada)
"Titik kritis itu adalah waktu saat kopi tercampur dengan zat sianida yang menyebabkan korban tewas," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti.
Menurut Krishna, selama duduk, tersangka menunjukkan gerak-gerik mencurigakan, mulai dari menata letak minuman, meletakkan tas kertas di atas meja yang menghalangi pandangan kamera pengawas ke arah minuman, hingga terlihat memindahkan kopi ke dekatnya.
Ada waktu ketika dia memegang kopi, pada saat bersamaan melihat kondisi sekitar, dan berkali-kali memegang rambut. Setelah melakukan sesuatu pada kopi, dia mengembalikan gelas kopi ke tempat semula. Setelah itu, tersangka memindahkan tas kertas dari meja ke tempat duduk.
Kepada polisi, Jessica mengatakan, tas-tas kertas itu sejak semula ada di tempat duduk.
"Dari awal, dia sudah berbohong. Bukti yang kami miliki menunjukkan tas itu diletakkan di atas meja, menutupi minuman. Setelah 'titik kritis berlalu', tas baru diletakkan di kursi," kata Krishna.
Selanjutnya, Mirna sampai di Kafe Olivier, dan meminum kopi tersebut. Tak berapa lama, korban menunjukkan reaksi aneh, seperti kejang-kejang dan beberapa bagian tubuh mengeras. (Baca: Cerita Pegawai Hotel soal Penangkapan Jessica)
Perempuan itu lalu dibawa ke Klinik Damayanti yang berada di lantai dasar mal sebelum dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat. Dokter menyatakan, Mirna meninggal pada pukul 18.30.
Menurut hasil otopsi jenazah, Mirna mengalami gejala kliniscyanosis akibat racun sianida.
Gejala itu terlihat dari warna kulit kebiruan atau pucat di bagian bibir karena kandungan oksigen yang rendah di dalam darah.
Selain itu, hasil investigasi juga menunjukkan indikasi kuat adanya zat korosif yang menghancurkan sistem pencernaan dan organ lambung.
Polisi juga melakukan uji racun terhadap empat jenis kopi sejenis di Olivier. Warna kopi yang dikonsumsi Mirna kehijauan, seperti kopi yang tercampur sianida.
Warna kopi ini tidak seperti warna kopi tanpa sianida saat kali pertama pelayan menyajikan minuman itu. Pemeriksaan sementara menunjukkan tersangka sebagai pelaku tunggal.

Adhyaksa: Survei Tunjukkan Mayoritas Warga DKI Tak Ingin Ahok Kembali

Eks Menpora Adhyaksa Dault menatap sumringah hasil survei CSIS yang menempatkannya di nomor urut 4 bursa cagub DKI teratas. Bagi Adhyaksa, mengalahkan Ahok di Pilgub DKI bukan hal yang mustahil.

"Saya melihat ada peluang. Incumbent Pak Ahok 43 persen, itu rendah. Karena incumbent dengan modal dasar 43 persen artinya mayoritas rakyat Jakarta tidak ingin beliau kembali," kata Adhyaksa saat berbincang dengan detikcom, Jumat (29/1/2016).

Beda cerita dengan Tri Rismaharini yang jauh hari sebelum Pilkada Surabaya elektabilitasnya menyentuh 70 persen. Tentu saja lawan tandingnya ngeper, bahkan Risma sempat kehilangan lawan di last minutes sebelum akhirnya pendaftaran pilkada diperpanjang.

"Ibu Risma incumbent dia 70 persen, sehingga orang tidak berani melawan beliau karena modal dasarnya 70 persen," ujar Adhyaksa menganalisa.

Adhyaksa memantau survei terkini. Ia menyimpulkan elektabilitas Ahok berkisar pada angka tersebut.

"Kita melihat dari tren malah menurun. Kalau Februari atau April turun maka itu menjadi perhatian besar bagi incumbent," kata Adhyaksa.

Namun bagi Adhyaksa survei tak perlu ditanggapi serius karena survei bukanlah takdir. Dia berkaca pada 'kemenangan' Fauzi Bowo menjelang Pilgub tahun 2012 silam, namun nyatanya pahit di hari pemilihan suara.

"Kalau survei itu kan seolah papan takdir, tapi janganlah survei dianggap sudah pasti. Pas incumbent Pak Foke dua minggu sebelumnya menang tapi dua minggu kemudian Pak Jokowi yang menang. Artinya kita tidak bisa berpegang kepada survei," pungkas Adhyaksa yang mengaku tiap hari minimal mendatangi tiga undangan pertemuan dengan warga menjelang Pilgub DKI ini.

Apa anda sepakat dengan analisa Adhyaksa soal survei elektabilitas bursa cagub DKI?

Sebagai informasi tambahan, berikut hasil survei elektabilitas 12 nama calon gubernur DKI versi CSIS yang dirilis baru-baru ini:

1. Basuki T Purnama (Ahok): 43,25 persen.
2. Ridwan Kamil 17,25 persen.
3. Tri Rismaharini 8 persen
4. Adhyaksa Dault 4,25 persen
5. Hidayat Nur Wahid 4 persen
6. Tantowi Yahya 4 persen
7. Abrahan 'Lulung' Lunggana 3,75 persen
8. Nachrowi Ramli 3,75 persen
9. Alex Noerdin 1,25 persen
10. Djarot Saiful Hidayat 1,25 persen
11. Djan Faridz 0, 25 persen.

CSIS melakukan survei secara terbuka pada 400 sampel warga Jakarta dengan metode multi stage random sampling secara tatap muka. Survei yang dilakukan pada 5-10 Januari ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin error +/- 4,9 persen.

Kepada Nasdem DKI, Dita Bantah Mabuk Saat di Mobil Masinton

Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu menyebut staf ahlinya, Dita Aditia Ismawati, dalam kondisi mabuk saat kasus dugaan penganiyaan itu terjadi. Bagaimana tanggapan pihak Dita?

"Tidak ada (mabuk), biar Dita yang menjelaskan " kata Anggota Badan Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Nasdem, Wibi Andrino saat dihubungi detikcom, Minggu (31/1/2016).

Saat di dalam mobil, lanjut Sekretaris Nasdem DKI itu, Dita menjelaskan bahwa tidak ada pembahasan soal rahasia partai saat Dita berkumpul dengan kader Partai Nasdem di Restoran di bilangan Cikini, Jakarta Pusat tersebut. Namun akhirnya terjadi cek cok.

"Terjadi cekcok, ya itu (Dita kena) bogem mentah tangan kiri Masinton," ujar Wibi yang mendampingi Dita melapor ke Bareskrim Polri malam tadi.

Masinton Pasaribu sebelumnya membantah tuduhan penganiayaan tersebut. Dia menyebut bahwa Dita dalam kondisi mabuk saat dijemput pada Senin (21/1/2016) lalu.

"Itu gua abis dari acara pulang sama sopir, ada bertiga. Dia (Dita) telepon TA (Tenaga Ahli) aku malam itu. Dia mabuk di Cikini minta dijemput karena nggak bisa bawa mobil," ucap Masinton saat dihubungi detikcom, Sabtu (30/1/2016) malam.

Begini Kondisi Luka Dita yang Polisikan Anggota DPR Masinton

Staf Ahli anggota komisi III DPR Masinton Pasaribu, Dita Aditia Ismawati, melaporkan Masinton ke Bareskrim Polri atas tuduhan penganiayaan. Dita mengalami luka akibat terkena pukulan. Bagaimana kondisinya?

Dalam foto yang diperoleh detikcom dari Wibi Andrino, Sekretaris DPW NasDem DKI, terlihat wanita yang disebut bernama Dita itu mengalami luka pada mata sebelah kiri. Ada warna merah dan hitam pada mata Dita yang luka.
Foto: Luka pada mata Dita (dok. Wibi)
Dita adalah kader NasDem yang bekerja sebagai staf ahli Masinton di DPR. Sementara menurut Masinton, Dita adalah asisten pribadinya. Dalam kasus ini, Wibi mendampingi Dita untuk proses hukum.
 
Menurut Dita, dia dipukul oleh Masinton dalam perjalanan pada Kamis (21/1) lalu dari Cikini menuju Cawang, Jakarta. Laporan Dita diterima oleh Bareskrim Mabes Polri malam tadi.

Saat dikonfirmasi, Masinton membantah keterangan Dita. Menurutnya, saat kejadian di dalam mobil, Dita dalam kondisi mabuk. Posisi duduk Dita di samping sopir yang merupakan tenaga ahli Masinton, Abraham Leo Tanditasik. Sementara Masinton di bangku belakang.

Menurut Masinton, Luka pada mata Dita disebabkan oleh tangan Abraham karena Dita yang mabuk tiba-tiba menarik kemudi mobil. Abraham menahan tangan Dita dan mengenai mata hingga luka. 
Foto: Luka pada mata Dita (dok. Wibi)

Soal Dugaan Penganiayaan, NasDem DKI: di Mobil Hanya Ada Masinton dan Dita

Soal Dugaan Penganiayaan, NasDem DKI: di Mobil Hanya Ada Masinton dan DitaFoto: Luka pada mata Dita 
 Anggota Badan Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Nasdem, Wibi Andrino, membantah pernyataan Anggota DPR RI Masinton Pasaribu yang menyebut ada 4 orang di dalam mobil. Wibi menegaskan, hanya ada Masinton dan Staf Ahlinya bernama Dita Aditia Ismawati di dalam mobil tersebut.

"Di mobil cuma ada dua (orang) antara Masinton yang nyetir dan Dita," kata Wibi saat dihubungi detikcom melalui sambungan telepon, Minggu (31/1/2016). Wibi juga ikut mendampingi Dita saat melapor ke Bareskrim Polri.

Masinton sebelumnya mengatakan Dita minta dijemput karena mabuk. Saat dijemput, Dita ikut bersama mobil yang ditumpangi Masinton bersama seorang tenaga ahlinya bernama Abraham Leo Tanditasik. Dita duduk di depan bersama Abraham Leo, sementara Masinton di belakang. Mobil Dita dibawa oleh sopir Masinton.

"Di Jalan Otista tengah malam, dia di mobil bentar-bentar histeris, bentar-bentar gedein tape. Ya gimana orang mabok, muntah-muntah. Aku diam saja," ujar Masinton.

Menurut Masinton, bukan dirinya yang memukul Dita. Melainkan Abraham Leo yang tak sengaja lengannya mengenai wajah Dita yang histeris. Saat itu, Leo mengenakan batu akik sehingga lukanya parah.

Abraham Leo dalam konfirmasi terpisah menambahkan, di sekitar jalan Matraman Dita muntah-muntah karena mabuk berat. Di saat mobil yang dikemudikan Leo melintasi jalan Otista, sambil berteriak histeris Dita bergerak tiba-tiba menarik setir mobil yang dikemudikan. Mobil oleng ke kiri jalan dan nyaris menabrak trotoar.

"Dengan sigap dan refleks saya melakukan pengereman mendadak sambil menepis tangan Dita yang dalam posisi menarik setir atau kemudi mobil. Tepisan tangan kiri saya mengenai tangan dan wajah Dita. Dita teriak histeris di dalam mobil, Pak Masinton berupaya untuk menenangkan Dita," paparnya.

Ini Penjelasan TA Masinton Soal Laporan Penganiayaan Dita ke Bareskrim

Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu dilaporkan staf ahlinya Dita Aditia Ismawati ke Bareskri Polri atas tuduhan penganiayaan. Masinton disebut menganiaya Dita pada Kamis (21/1) lalu, saat dalam perjalanan di malam hari.

Namun, Tenaga Ahli (TA) Masinton di DPR RI Abraham Leo Tanditasik, yang saat kejadian ada di dalam mobil, membantah keterangan Dita. Menurutnya, bukan Masinton yang memukul Dita, melainkan dirinya yang secara tak sengaja melukai pelipis Dita. Bagaimana kejadiannya?

"Tanggal 21 Januari 2016 ketika saya semobil bersama Pak Masinton saat akan pulang ke rumah jabatan anggota DPR di Kalibata, berkisar pukul 23.00 WIB malam saya ditelepon Dita Aditia yang terdaftar sebagai Aspri Pak Masinton," ucap Leo dalam keterangan tertulis, Minggu (31/1/2016).

Dita minta dijemput oleh Leo ke Camden Bar di Jalan Cikini II Menteng. Penjelasan Dita ke Leo via telepon saat itu, minta dijemput karena kondisinya sedang mabuk berat.

"Kemudian di dalam mobil saya sampaikan ke Pak Masinton bahwa saya mau jemput Dita karena sudah mabuk minuman beralkohol. Berhubung sudah malam, Pak Masinton beserta sopirnya ikut mengantarkan saya ke jalan Cikini II," lanjutnya. 

Saat tiba di depan Camden Bar Cikini, sopir Masinton bernama Husni, menjemput Dita ke dalam Camden Bar. Kemudian Dita menuju mobil Masinton dalam keadaan sempoyongan. Dita langsung duduk di paling depan di samping kiri sopir. 

Dita lalu minta bantu ke sopir agar mobilnya diambilkan di lokasi parkiran kantor DPP Partai Nasdem di Menteng. Sehingga Leo yang membawa mobil Masinton. Dita duduk di depan, Husni dan Masinton duduk di belakang. Mobil mengarah ke kantor DPP Partai Nasdem untuk mengantarkan untuk mengambil mobil Dita di parkiran kantor Nasdem. 

Setelah ke luar dari parkiran kantor Nasdem, mobil berjalan beriringan. Mobil Dita yang dikemudikan Husni berjalan di belakang mengikuti mobil Masinton. Sepanjang perjalanan menuju Cawang, Dita yang duduk di depan dalam kondisi mabuk berat sering berteriak histeris. Tiba-tiba tertawa sambil membesarkan volume tape mobil.

Di sekitar jalan Matraman Dita muntah-muntah karena mabuk berat. Di saat mobil yang dikemudikan Leo melintasi jalan Otista, sambil berteriak histeris Dita bergerak tiba-tiba menarik setir mobil yang dikemudikan. Mobil oleng ke kiri jalan dan nyaris menabrak trotoar.

"Dengan sigap dan refleks saya melakukan pengereman mendadak sambil menepis tangan Dita yang dalam posisi menarik setir atau kemudi mobil. Tepisan tangan kiri saya mengenai tangan dan wajah Dita. Dita teriak histeris di dalam mobil, Pak Masinton berupaya untuk menenangkan Dita," paparnya. 

Sesampainya di depan MT Haryono Square Dita turun, wajahnya agak memerah dan lebam karena terkena tepisan tangan kiri Leo yang memakai cincin batu akik. Lalu Masinton menawarkan Dita untuk berobat ke klinik terdekat, Dita menyatakan tidak apa-apa dan akan mengobati sendiri. 

Kemudian Masinton menyuruh sopirnya Husni mendampingi Dita yang dalam kondisi mabuk. Sementara Leo dan Masinton pulang ke Kalibata, tak lama kemudian Husni datang menyusul ke Kalibata.

"Besoknya tanggal 22 Januari 2016 Dita menelepon saya minta dibantu biaya pengobatan karena ingin dirawat di rumah sakit mata Aini di daerah Kuningan. Permintaan Dita saya sampaikan ke Pak Masinton dan dibantu biaya perawatan di RS mata Aini," terang Leo.

Leo dan Masinton selanjutnya membesuk Dita dirawat di RS Mata Aini selama 2 hari 2 malam yang didampingi orang tuanya untuk menanyakan kondisinya. Berhubung kondisi memar di sekitar mata sudah membaik, atas saran dokter Dita diperbolehkan pulang.

"Selama masa pemulihan, Dita disarankan untuk sementara istirahat dan diperkenankan ijin tidak masuk kerja," pungkasnya.
Laporan Dita ke Bareskrim (dok. istimewa)