Wednesday, November 11, 2015

"Mungkin Sekarang Saya Kualat"


Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Rationo Tuslim

Ketua Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) DKI Rationo Tuslim menanggapi santai sorakan yang ditujukan padanya dalam rapat dengan Komisi A dan beberapa elemen masyarakat. 

Sorakan tersebut dilontarkan buruh dan mahasiswa yang hadir dalam rapat pembahasan Pergub 228 Tahun 2015 soal unjuk rasa. 

[Baca: Peserta Rapat Tertawa Saat Membahas Pergub Demo Bersama DPRD DKI]

"Namanya juga style orang berbicara, enggak apa-apalah. Mungkin saya sekarang kualat ya karena waktu jadi mahasiswa, saya begitu juga. Sekarang dibalas hahaha," ujar Rationo ketika dihubungi, Rabu (11/11/2015). 

Namun, Rationo menegaskan desakan buruh dan mahasiswa tidak bisa membuat Pemerintah Provinsi DKI mencabut pergub yang mengatur unjuk rasa. Pergub yang telah dikeluarkan tidak akan dicabut.

Rationo mengatakan memang sudah saatnya Jakarta sebagai ibu kota memiliki regulasi soal unjuk rasa.

Jika ingin Pergub itu dicabut, kata Rationo, warga dipersilakan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. [Baca:Warga Tak Setuju Pergub Unjuk Rasa Dipersilakan Maju ke MK]

Pergub pun bisa dicabut jika Mahkamah Konstitusi menilai pergub tersebut melanggar Undang-undang. 

"Jadi penolakan itu dipersilakan tapi karena ini sudah diputuskan, ya harus diberlakukan. Sebelum ada yang membatalkan," ujar dia.

Kemarin, Komisi A DPRD DKI menggelar rapat membahas Pergub 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka.

Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan serikat buruh, BEM mahasiswa, Komnas HAM, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). 

Dalam rapat, mahasiswa dan buruh seringkali menertawakan penjelasan perwakilan Pemprov DKI. Sesekali mereka juga menyoraki dan berteriak sesuatu di pertengahan rapat. 

Situasi rapat koordinasi ini berbeda dengan rapat Komisi A biasanya. Komisi A memang sering mengadakan rapat yang mempertemukan pihak eksekutif dengan masyarakat. 

Namun, suasana rapat tidak pernah segaduh ini. Meski menolak kebijakan pemerintah, warga biasanya mendengarkan penjelasan eksekutif dan menyampaikan pembelaan mereka dengan tenang. 

Seperti yang banyak diberitakan, Pergub 228 mendapat penentangan dari banyak pihak karena dinilai mengekang kebebasan mengemukakan pendapat. 

Karena aksi unjuk rasa hanya boleh dilakukan di tiga tempat, yakni di Parkir Timur Senayan; Alun-alun Demokrasi DPR/MPR RI; dan Silang Selatan Monumen Nasional (Monas). 

Materi Pergub yang baru difokuskan pada perubahan Pasal 4, yakni tidak lagi dibatasinya lokasi unjuk rasa. 

Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa tiga lokasi yang ada pada Pergub sebelumnya bukanlah lokasi wajib, melainkan hanya lokasi yang disediakan oleh Pemprov DKI.

No comments:

Post a Comment