Saturday, January 21, 2017

Yusril : Jangan Menjegal Sebelum Pemilu

Ketua Umum Partai Bulan Bintang,Yusril Ihza Mahendra menilai usulan peningkatan ambang batas parlemen dan pencapresan di Pemilu 2019 merupakan upaya penjegalan partai dan calon presiden (Capres) baru.

Sebab, peningkatan ambang batas parlemen dan pencapresan yang tinggi akan menyulitkan partai baru yang basis massanya masih sedikit.
Menurut Yusril, keberadaan ambang batas parlemen dan pencapresan saja sudah inkonstitusional.
"Jadi, biarkanlah partai baru berkompetisi di pemilu legislatif dan presiden. Kalau memang tidak setuju dengan mereka ya buktikan saja nanti di pemilu. Jangan menjegal sebelum pemilu dengan aturan yang dibuat-buat," kata Yusril dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/1/2017).
Ia pun memprediksi tak akan ada banyak partai baru yang muncul di Pemilu 2019 nanti. Karena itu partai yang ada sekarang tak perlu mengkhawatirkan munculnya banyak capres di Pemilu 2019.
Ia menambahkan, saat ini, hasrat masyarakat untuk membentuk partai baru sudah tidak seperti di masa awal reformasi, seperti di tahun 1999, yang terdapat 48 partai politik peserta pemilu.
"Paling-paling, nanti tambahan partai barunya di Pemilu 2019 cuma satu atau dua. Partai Perindo atau mana lah. Enggak mungkin ekstrem banyak juga. Sekarang sudah tidak seperti 1999 lagi," lanjut Yusril.

Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan, ambang batas parlemen dan pencapresan tak memiliki landasan konstitusi dalam penerapannya selama ini.

Ia mengatakan, UUD 1945 mengamanatkan untuk memberi kedaulatan sebesar-besarnya kepada rakyat yang telah memberikan suaranya dalam pemilu.
"Kalau itu sudah kehendak rakyat, ya itu yang dilaksanakan. Walaupun cuma dapat satu kursi ya lantik saja. Yang dibatasi nanti fraksinya," kata Yusril dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/1/2017).
Nantinya, kata Yusril, pembatasan bisa diberlakukan dalam pembentukan fraksi di parlemen. Apalagi, kata Yusril, Indonesia pernah mengalami masa-masa itu yakni pada 1999-2004.
Waktu itu, PPP kepengurusan yang lama tetap mendapatkan satu kursi di parlemen dengan wakilnya, Hussein Naro. Menurut Yusril, itu lebih adil karena faktanya sebaran kursi di Indonesia belum merata.
Ada kursi yang harganya murah dan mahal. Sehingga partai yang sejatinya mendapat suara lebih banyak bisa jadi tidak lolos ke parlemen karena tak memenuhi ambang batas parlemen.
Sebab, wakil dari partainya banyak ditempatkan di dapil (daerah pemilihan) yang jumlah kursinya sedikit namun jumlah pemilihnya sangat banyak.
Sementara di Jawa, dapil cenderung dipadati banyak kursi namun jumlah pemilihnya tidak terlalu banyak.
"Itu kejadian PBB di tahun 2009. Kami enggak sampai ambang batas 2,5 persen akhirnya enggak dapat kursi di parlemnen. Padahal jumlah suara kami lebih banyak dibandingkan satu partai baru yang lolos ke parlemen," ujar Yusril.

No comments:

Post a Comment