Tuesday, November 22, 2016

Gloria Natapradja Harap MK Terima Uji Materi UU Kewarganegaraan

Anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional, Gloria Natapradja Hamel, menghadiri sidang uji materi Pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan diMahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (22/11/2016).

Gloria yang kini sudah menjadi Duta Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sengaja hadir pada sidang kali ini.
Ia mengaku ingin melihat proses sidang uji materi yang diajukan oleh ibundanya, Ira Hartini Natapradja Hamel.
Gloria berharap, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan yang diajukan. Sebab, banyak anak-anak yang bernasib serupa dengan dirinya.
"Aku (mudah) buat kewarganegaraan karena nanti dibantu sama Pak Menpora (Imam Nahrawi), tapi kalau anak anak lain kan enggak. (Uji materi) ini juga untuk membantu anak-anak lain,” ujar Gloria di MK, Selasa.
Undang-undnag tersebut mengharuskan anak hasil kawin campur didaftarkan ke Imigrasi di Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia dengan tenggat waktu empat tahun setelah usia 18 tahun.
Namun, banyak dari mereka yang belum mendaftarkan diri, sehingga rentan kehilangan kewarganegaraan.
Jikapun nantinya gugatan tersebut ditolak, Gloria mengaku tetap akan menghormati putusan MK dan tetap mencintai Indonesia.
"Berarti memang kebijakan, dihormati  saja. Mau bagaimana lagi, kami kan sudah berusaha," kata dia.
Sebelumnya, permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 80/PUU-XlV/2016 ini mempersoalkan Pasal 41 UU 12/2006.
Adapun bunyi pasal tersebut,  yakni "Anak yang Iahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan".
Kuasa Hukum Ira, yakni Fachmi Bachmid mengatakan, manakala timbul dwi-kewarganegaraan sedianya anak tersebut dapat memilih salah satu kewarganegaraan.
"Apakah warga negara Indonesia atau warga negara orang tua satunya," kata dia.
Kemudian ketentuan "mendaftarkan diri kepada menteri", dinilai mengharuskan anak yang lahir dari perkawinan antara WNI dan WNA yang tumbuh kembang di Indonesia menjadi pihak yang aktif untuk mendaftarkan ke pejabat yang berwenang.
"Padahal bunyi Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 jelas justru melimpahkan kewajiban kepada negara dalam penyelenggaraan hak pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi setiap orang. Termasuk hak atas status kewarganegaraan yang disebut dalam Pasal 28D ayat 4 UUD 1945," kata dia.
"Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 I ayat 4 UUD 1945, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah," ujar Fahmi.
Selain itu, keharusan "mendaftarkan diri kepada menteri melalui pejabat atau perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 tahun setelah undang-undang ini diundangkan" dalam Pasal 41 UU12/2016 juga dianggap menimbulkan perbedaan perlakuan bagi anak yang terlahir dari perkawinan campuran.
"Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin yang lahir sesudah berlakunya UU tersebut otomatis berstatus kewarganegaraan Indonesia atau tidak perlu mendaftar," ucap Fahmi.
"Sementara anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin yang lahir dari ibu warga negara Indonesia sebelum berlakunya UU 12/2006 diwajibkan melakukan pendaftaran sebagaimana ketentuan pasal a quo (yang diuji)," kata dia.

No comments:

Post a Comment