Tuesday, June 21, 2016

Penjelasan Soal Beda Perbuatan Melawan Hukum dan Korupsi

 Ada beda persepsi soal perbuatan melawan hukum dalam kasus RS Sumber Waras antara BPK dan KPK. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Oce Madril memandang perbuatan melawan hukum memiliki makna yang luas dibanding terminologi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Sebetulnya perbuatan melawan hukum itu maknanya sangat luas. Bisa perdata, administratif, pidana dan apa yang dilakukan BPK mengaudit dari sisi kerugian negara ini pendekatan administratif; apakah misal dalam pembelian itu negara dirugikan atau tidak," papar Oce saat berbincang dengan detikcom, Selasa (21/6/2016).

Sebetulnya jika perbuatan melawan hukum secara administrasi, menurut Oce, bisa dilakukan cukup dengan mengganti kerugian negara. Tetapi tak hanya itu, upaya administrasi lain juga bisa ditempuh dalam rangka menindaklanjuti temuan BPK tersebut.

"Jika perbuatan melawan hukum yang bersifat administrasi itu mengacu kepada UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara, belum tentu pidana. Kalau ditemukan perbuatan melawan hukum yang sifatnya pidana bisa diselidiki lebih jauh jadi untuk mencapai ke tindak pidana korupsi. Ada tahap-tahap lain dan saya kira KPK sedang mendalami ini," imbuh Oce.

Perbuatan melawan hukum yang mengarah ke tindak pidana korupsi diatur dalam UU Tipikor. Salah satu syarat suatu perbuatan melawan hukum masuk ke dalam tindak pidana korupsi menurut Oce adalah apabila ada pihak-pihak yang diperkaya dan menyebabkan kerugian negara.

"Bisa macam-macam penyebabnya kalau maladministrasi. Treatmentpelanggaran administrasi berbeda dengan Tipikor, jadi belum tentu final (yang saat ini)," ungkap dia.

BPK menilai Pemprov DKI telah melakukan maladministrasi dengan menganggap ada kelebihan pembayaran dalam pembelian tanah RS Sumber Waras. Maka itu BPK kemudian meminta Pemprov DKI mengembalikan kelebihan pembayaran itu sesuai dengan hasil auditnya.

"Tapi menurut saya ada perdebatan dalam audit BPK sendiri. Tak ada salahnya BPK me-review hasil auditnya, misal kembali ke dialog dengan pihak yang diaudit. Masih banyak kemungkinan melakukan itu. Kalau BPK berkukuh dan Pemprov berkukuh ya ujung-ujungnya pengadilan untuk uji audit itu," ujar Oce.

Akademisi UGM tersebut kemudian meminta BPK untuk membuka hasil auditnya itu kepada publik. Tak ada salahnya pula BPK meninjau kembali atas auditnya itu.

"Ekstremnya BPK bisa me-review auditnya. Tak ada pengaturan lebih lanjut, berdasarkan prinsip hukum BPK bisa inisiatif, beri kesempatan Pemprov DKI, BPK bisa keluar dengan audit baru," pungkas Oce.

Ada pun KPK dan BPK telah melakukan pertemuan untuk membahas perbedaan pendapat ini, kemarin (20/6) di Gedung BPK. Berikut poin-poin yang disepakati oleh kedua lembaga tersebut:

1. Kedua lembaga menghormati kewenangan masing-masing.

2. Kedua lembaga telah melaksanakan kewenangannya masing-masing.

3. KPK menyatakan bahwa sampai dengan saat ini belum ditemukan perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi, sehingga belum membawa permasalahan Rumah Sakit Sumber Waras ke ranah penyidikan Tipikor. KPK tidak menegasikan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi yang telah disampaikan BPK kepada KPK.

4. BPK menyatakan bahwa telah terjadi penyimpangan dalam permasalahan Rumah Sakit Sumber Waras, sehingga berdasarkan
amanat UUD 1945, Pasal 23 E Ayat 3, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap harus menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 yang telah diterbitkan oleh BPK.

5. BPK dan KPK akan saling bersinergi untuk melaksanakan tugas pokoknya dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. 

No comments:

Post a Comment