Friday, June 24, 2016

Jalan Panjang Pengambilalihan Pengelolaan Sampah TPST Bantargebang oleh Pemprov DKI

Hampir satu tahun sudah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya untuk putus hubungan dengan PT Godang Tua Jaya dan PT Navigate Organic Energy Indonesia (NOEI) selaku pengelola tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang.
Pemprov DKI melayangkan SP 1 kepada dua perusahaan tersebut pada 25 September 2015. Tak sampai di situ, Pemprov kemudian melayangkan SP 2 dilayangkan pada 27 November 2015.
SP 2 ini sedianya diikuti dengan SP 3. Seharusnya, SP 3 tersebut dikirimkan sekitar bulan Desember 2015. Namun, SP 3 tidak juga diterbitkan hingga memasuki tahun 2016.
Pemprov DKI ingin memutus kontrak dengan dua pengelola TPST Bantargebang tersebut karena dinilai wanprestasi.
PT Godang Tua Jaya memiliki kewajiban untuk membangungasification landfill anaerobic digestion (GALFAD), sebuah teknologi untuk menghasilkan energi listrik dari sampah. Namun, sampai saat, kewajiban itu belum dipenuhi.
Masalah lainnya adalah soal tipping fee yang harus dikeluarkan Pemprov DKI untuk PT Godang Tua Jaya setiap tahunnya.
Sebanyak 20 persen tipping fee tersebut kemudian diserahkan PT Godang Tua Jaya ke Pemkot Bekasi untuk digunakan sebagai danacommunity development. Sisanya kemudian dibagi dua dengan PT NOEI untuk operasional.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnamamenginginkan tipping fee tersebut langsung dimasukkan ke kas daerah Pemkot Bekasi.
Dihadang Yusril
Rencana penerbitan SP 3 untuk pengelola TPST Bantargebang tersebut tertunda berbulan-bulan.
PT Godang Tua Jaya menggaet Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum mereka. Mereka tidak terima akan diputus kontraknya.
Sebab, menurut mereka, Pemprov DKI juga wanprestasi. Hal ini tampak dari volume sampah DKI Jakarta ke Bantargebang yang bertambah tiap tahunnya.
"Dalam lampiran perjanjian disebutkan bahwa jumlah sampah yang diantarkan ke Bantargebang akan mengalami penurunan secara signifikan," kata Yusril di kantornya di Jakarta Selatan, Selasa (3/11/2015).
Sedianya, menurut pihak PT Godang Tua Jaya, sampah DKI yang masuk ke Bantargebang menurun pada tahun 2012-2015 menjadi 3.000 ton sampah per hari.
Setelah tahun 2015 dan seterusnya, jumlah sampah akan turun sampai 2.000 ton per hari. Namun, menurut Yusril, kesepakatan itu tidak direalisasikan.
Kiriman sampah dari Pemprov DKI meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 6.344 ton pada bulan Juli-Agustus 2015.
Ia mengatakan, peningkatan volume sampah akan memengaruhi pendapat dari penjualan listrik hasil pembangkit dari landfill gas yang terealisasi di bawah proyeksi.
PT NOEI sebagai perusahaan yang mengelola sampah menjadi listrik pun mengaku tak dapat merealisasikan proyeksi tersebut.
"Jadi, proses gas tergantung volume sampah. Sampah itu kan dimasukkan ke dalam lubang, ditanam, dan itu menghasilkan gas. Gas itu memerlukan waktu, katakanlah 3 atau 6 bulan ditanam di situ. Namun karena sampah yang diantarkan Pemda (Pemprov) DKI tidak sesuai dengan perjanjian, sampah yang ditanam harus buru-buru dibongkar," kata Yusril.
Ketika itu, Yusril mengatakan bahwa ia akan menggugat Pemprov DKI jika SP 3 dikeluarkan.Catatan wanprestasi Pemprov DKI akan dijadikan senjata untuk menyerang balik.
Ahok ubah strategi
Setelah mendapat ancaman seperti itu, Gubernur DKI JakartaBasuki Tjahaja Purnama mengubah strategi.
Pemprov DKI melalui Dinas Kebersihan DKI menahan SP 3. "Pak Yusril adalah pengacara Bantar Gebang yang membuat kami menahan SP-3 (surat peringatan ketiga)!" kata Ahok.
Pemprov DKI akhirnya melakukan audit terlebih dahulu dengan menunjuk Pricewaterhouse Cooper sebagai auditor. 
Basuki ingin menambah bukti bahwa PT Godang Tua Jaya benar-benar wanprestasi. 
Dengan demikian, Pemprov DKI Jakarta memiliki lebih banyak bukti untuk
"Kami pingin ada dua bukti bahwa dia wanprestasi. Satu dari BPK, satu lagi dari swasta," ujar Ahok.
Proses audit yang dilakukan Pricewaterhouse Cooper itu ternyata lebih lama dari waktu sebulan yang direncanakan.
Hasilnya baru keluar beberapa hari lalu. Menurut Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Adjie, hasil audit yang dilakukan auditor independen itu tak jauh berbeda dengan hasil audit BPK, yang menunjukkan adanya wanprestasi PT Godang Tua Jaya. 
Hingga akhirnya, pada Selasa (21/6/2016) lalu, Pemprov DKI resmi melayangkan SP 3 kepada PT Godang Tua Jaya.
Swakelola di depan mata
Setelah SP 3 dikeluarkan, PT Godang Tua Jaya memiliki waktu 15 hari untuk menindaklanjutinya.
Setelah 15 hari berlalu, Pemprov DKI akan mengambilalih pengelolaan TPST Bantargebang. (Baca juga: Pemprov DKI Akan Swakelola TPST Bantargebang Setelah Lebaran)
Pemprov DKI menjamin pekerja dan warga sekitar tetap akan diperhatikan meskipun TPST Bantargebang tidak dikelola perusahaan swasta lagi.
Dinas Kebersihan DKI Jakarta berencana menjadikan semua pekerja TPST Bantargebang menjadi petugas lepas (PL) Dinas Kebersihan.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) Dinas Kebersihan, Asep Kuswanto.
"Gajinya juga akan diberikan sesuai nilai UMP (upah minimum provinsi) DKI, Rp 3,1 juta per bulan ditambah gaji ke-13," kata Asep.
Dinas Kebersihan DKI Jakarta juga akan memberi dana kompensasi kepada warga sekitar TPST Bantargebang.
Dana kompensasi senilai Rp 500.000 setiap tiga bulan akan diberikan kepada sekitar 18.000 kepala keluarga (KK) yang berada di sekitar TPST Bantar Gebang.
Setiap KK akan memperoleh dana dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 200.000, bantuan sosial Rp 200.000, dan bantuan pembangunan fisik sebesar Rp 100.000 per tiga bulan.
Terkait penerbitan SP 3 ini, Yusril mengatakan bahwa pihaknya akan melayangkan gugatan. (Baca juga: Kena SP-3, Pengelola TPST Bantargebang Serahkan Langkah Hukum kepada Yusril)

No comments:

Post a Comment