Wednesday, June 1, 2016

Mengapa Laporan Keuangan Pemprov DKI 2015 Dapat Opini WDP?

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat tiga hal yang menyebabkan laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2015 mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Dalam pembacaan laporan, anggota V BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, faktor pertama yang membuat Pemprov DKI dapat opini WDP adalah adanya data-data yang berbeda terkait penerimaan kas atas Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) dengan yang dilaporkan pada laporan keuangan.
"Perbedaan data tersebut belum dapat ditelusuri," kata dia saat rapat paripurna istimewa DPRD Provinsi DKI Jakarta dalam rangka penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2015 di Gedung DPRD DKI, Rabu (1/5/2016).
Moermahadi mengatakan tagihan pajak kendaraan bermotor juga tidak berdasarkan nilai jual kendaraan bermotor pada tahun turunan pajak seperti yang diatur dalam peraturan gubernur.
"Hal ini menyebabkan pokok dan sanksi denda pajak kendaraan bermotor terlalu rendah," kata Moermahadi.
Moermahadi mengatakan, faktor kedua yang membuat laporan keuangan DKI 2015 mendapat opini WDP adalah belum adanya pencatatan piutang dari konversi kewajiban pengembang untuk membangun rumah susun.
Pemprov DKI juga belum mengatur pengukuran nilai aset fasilitas sosial dan fasilitas umum milik para pemegang surat izin penunjukan penggunaan tanah atau SIPPT.
"Kebijakan pemberian hak izin tersebut pada pengembang belum mengatur pengukuran nilainya sehingga penerapan yang menyulitkan penagihan," kata Moermahadi.
Faktor terakhir adalah Pemprov DKI belum menggunakan sistem hak informasi akuntansi dalam pengendalian pengelolaan aset, termasuk aset tanah dalam sengketa.
"Inventaris aset belum selesai dan data KIP (keterbukaan informasi publik) belum informatif dan valid. Secara khusus pengelolaannya harus segera diperbaiki," kata Moermahadi.

No comments:

Post a Comment