Wednesday, June 1, 2016

Bangun Rumah Perbatasan dan Daerah Terpencil, Jokowi Guyur Rp 1,4 T di 2016

Rencana Penyediaan Rumah Khusus Tahun 2016 telah dianggarkan sebanyak 6.002 unit, sedikit menurun dibandingkan Tahun 2015 yang penyediaannya mencapai 6.539 unit. 

Hal ini disebabkan adanya penurunan alokasi anggaran yang disediakan oleh pemerintah di tahun 2016.

Total alokasi anggaran untuk membangun hunian di daerah perbatasan sampai terpencil mencapai Rp 1,4 triliun.

"Anggaran di 2015 sekitar 1,6 triliun sedangkan tahun 2016 Rp 1,4 triliun, pengurangan terutama untuk TNI/Polri. Tahun depan juga mungkin ada penurunan, tergantung dari kondisi keuangan negara," kata Direktur Rumah Khusus, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Lukman Hakim di Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (01/06/16).

Distribusi penerima bantuan rumah khusus tahun 2015 juga sedikit berbeda dengan tahun 2016. Di tahun 2015, POLRI dan TNI mendapatkan porsi sebanyak 2.170 unit (34,12%) dari total 6.359 unit yang disediakan.

Sedangkan untuk tahun 2016, TNI dan POLRI mendapatkan porsi 1.286 unit (21,43%) dari total 6.002 unit yang disediakan. 

"Dari sisi volume diturunkan untuk 2016 karena ada penurunan untuk TNI dan Polri. Tapi untuk nelayan, perbatasan, jumlahnya terus meningkat. Khusus untuk suku pedalaman, tahun ini tidak ada, tapi tahun lalu memang ada. Pemda belum bisa menyiapkan lahan secara pasti. Karena perlu ada sosialisasi kepada mereka supaya mereka mau tinggal di situ. Tahun depan mungkin ada lagi, tapi prosesnya masih perlu pendampingan kepada masyarakat. Kebanyakan mereka kan tinggal di hutan-hutan dan berpindah," tambahnya.

Besaran biaya membangun oleh pemerintah mencapai Rp 90-120 juta per unit. Rumah khusus ini juga dilengkapi oleh berbagai mebel dan fasilitas sarana dan prasarana seperti listrik dan air. Namun biaya ini bisa berkali lipat untuk pembangunan rumah khusus di Papua.

"Untuk harga 1 unit rumah rata-rata Rp 90 juta plus ada PSU (Prasarana Sarana Utilitas) karena pak menteri penginnya lengkap untuk prasarana sarananya seperti jalan, listrik, air sekitar 11 juta. Jadinya totalnya sekitar Rp 120 juta. Tapi khusus daerah Papua, Rp 120 juta tidak bisa jadi apa-apa. Bisa 2 atau 3 kali lipat harganya," imbuh Lukman.

Sebagai informasi, alokasi anggaran yang disediakan untuk rumah khusus di 2016 adalah Rp 1,4 triliun. Alokasinya sekitar Rp 600 miliar di strategis seperti TNI, POLRI dan PNS, dan Rp 800 miliar untuk reguler seperti masyarakat nelayan dan daerah tertinggal.

Progres pembangunan di tahun 2016, dari segi dana telah digunakan 23% dari anggaran, sementara untuk fisiknya 28%. Semua telah melewati proses tender.

Kurang dari 2 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, ada 12.000 rumah khusus yang sudah dibangun demi terciptanya pemerataan pembangunan yang dimulai dari daerah perbatasan dan desa terpencil Indonesia.

Rumah khusus adalah hunian untuk penerima manfaat yang telah ditentukan, yaitu petugas/masyarakat kawasan perbatasan negara, masyarakat nelayan, prajurit TNI, POLRI, PNS, masyarakat korban bencana, buruh industri hingga masyarakat terpencil atau tertinggal seperti suku anak dalam.

"Dulu kita membangun 5 tahun hanya 5.000 pada KIB (Kabinet Indonesia Bersatu) I Dan II. Jadi per tahun rata-rata 1.000. Tapi dengan Jokowi-JK, target RPJM kita 50.000, membangun 10 kali lipatnya. Jadi secara rata-rata 1 tahun lebih dari 5 tahun yang dikerjakan dulu," kata Direktur Rumah Khusus, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Lukman Hakim di Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (01/06/16).

Rumah khusus sendiri berbeda definisinya dengan program rumah susun. Penanganan rumah khusus juga dipisahkan dirjennya karena pendanaan dari APBN.

"Definisi rumah khusus bukan hanya untuk rumah tapak tapi juga rumah susun tapi di direktorat kami dibagi, karena terkait APBN rumah susun sudah sangat besar. Tapi karena rumah susun sudah terlalu banyak, jadi difokuskan rumah khusus hanya rumah tapak," tambahnya.

Tipologi rumah khusus adalah dengan luas lantai 36-45 m2. Dengan luas tanah sekitar 60 m2 khusus di daerah perbatasan, Lukman mengaku Presiden Jokowi menginginkan pembangunan harus lebih bagus dan besar supaya tidak ketinggalan oleh negara tetangga. Luas tanah yang dibangun pun bisa hingga 90 m2. Hal ini juga dikarenakan daerah perbatasan tanahnya relatif lebih luas.

"Tipologi rumah khusus kita fokuskan hanya untuk landed dengan tipe 36-45. Presiden menginginkan pembangunan harus lebih bagus dari tetangga sebelah. Jadi daerah perbatasan kita bangun lebih besar tipe 45, karena daerah perbatasan tanahnya relatif lebih luas," imbuhnya.

No comments:

Post a Comment