Saung kecil berangka besi dan berdinding tripleks itu berdiri di bantaran Kali Grogol yang rindang, bersih, dan asri di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Di depannya ada sejumlah bangku dari batang-batang bambu dan meja-meja kecil warna merah yang ditaruh di atas tumpukan ban bekas.
Dari kejauhan, saung, bangku, dan meja-meja itu ditata seperti restoran atau kafe yang memanfaatkan keasrian bantaran kali untuk menarik pengunjung.
Permukaan air sungai yang bersih, rumput hijau di seberang kali, dan rindang rumpun bambu di tempat itu membuat orang betah berlama-lama di sana.
Namun, baru beberapa menit Kompas berada di tempat itu, Selasa (31/5/2016) sore, tiba-tiba berdatangan satu demi satu orang berkaus seragam oranye.
”Kami mau absen sore. Setiap hari kami ke sini,” ujar Andi (28), satu dari mereka.
Tak lama kemudian, datang satu pria menjinjing semacam koper kecil. Ia membuka ”koper” itu di meja dan mengaktifkan mesin presensi sidik jari di dalamnya.
Orang-orang itu mulai mengantre menempelkan jempolnya di alat pemindai, sebagai bukti mereka telah menunaikan tugas hari itu.
Mereka adalah para petugas yang tergabung dalam Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
Saung nan rindang di dekat gedung Rumah Sakit Mayapada di Jalan Lebak Bulus 1, Jakarta Selatan (Jaksel), itu, mereka bangun sendiri dan menjadi titik kumpul tiap pagi dan sore untuk presensi.
Mereka biasanya kumpul pukul 07.00-07.30untuk presensi pagi, kemudian presensi sore pukul 15.00 untuk menunjukkan mereka bekerja.
”Rutinitas ini sudah berlangsung tiga tahun,” tutur Irwan Patriawan (51), pengawas UPK Badan Air Kecamatan Cilandak.
UPK Badan Air bekerja berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 355 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPK Badan Air.
Fungsinya menggantikan peran Dinas Pekerjaan Umum Tata Air DKI. Kini, unit ini memiliki 4.217 pekerja lepas yang menangani 310 aliran sungai dan 25 waduk di DKI.
Mereka dibagi dalam sejumlah kelompok besar berdasarkan kecamatan yang dilalui sungai atau waduk di Jakarta.
Di Cilandak, misalnya, ada 78 petugas UPK Badan Air. ”Kami membersihkan tiga sungai, yakni Kali Krukut, Grogol, dan Pesanggrahan,” kata Irwan.
Kelompok besar itu kemudian dibagi-bagi lagi berdasarkan sungai, dan segmen-segmen sungai.
”Kami bertanggung jawab membersihkan Kali Grogol dari Jalan H Ipin sampai Mal Pondok Indah di utara. Saya masuk segmen dari Jalan H Ipin sampai Gunung Balong” ujar Andi.
Kali yang bersih
Mereka inilah yang membuat sejumlah kali di Jakarta bersih beberapa tahun belakangan. Penelusuran di Kali Grogol, Senin (30/5) hingga Selasa, menunjukkan, sejak di perbatasan DKI-Kota Depok di selatan hingga hilirnya di Kanal Barat hampir seluruh badan air sungai bersih dari sampah.
Di bagian hulu, yang airnya masih relatif bersih, mereka terjun langsung ke kali dan memunguti sampah dengan alat seadanya.
Sementara di hilir, yang airnya berwarna hitam dan berbau menyengat karena polusi, mereka menggunakan perahu atau rakit khusus.
”Dulu, warga yang kerja bakti seminggu sekali membersihkan sampah di kali. Sekarang, ada petugas yang bersihin pagi dan sore,” ujar Wahyudin (54), warga Kampung H Ipin, Kelurahan Pondok Labu, Jaksel.
Sekilas pekerjaan mereka terkesan sepele. Namun, semua itu dikerjakan dengan segala risiko, mulai dari memunguti bangkai hewan yang sudah membusuk, bertemu ular sanca atau biawak, sampai risiko tenggelam dan hanyut terbawa banjir bandang.
Menurut Syaifuddin (41), yang bertugas di dekat Pintu Air Pondok Indah, mereka mendapat pelatihan khusus dari TNI.
”Kami dilatih tentara tiga hari saat itu, menggunakan tali pengaman, pelampung, dan bagaimana menghadapi banjir,” ujarnya.
Kondisi pekerjaan seperti ini membuat mereka rentan terkena beragam penyakit. ”Rata-rata, petugas sini pernah terkena tifus,” imbuhnya.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Aji menyebutkan, para pekerja UPK Badan Air juga wajib melaporkan hasil kerja melalui media sosial, yakni Twitter, Facebook, Instagram, dan Path.
Namun, hasil kerja mereka sering tidak diketahui masyarakat. Maklum, hampir semua rumah dan gedung di bantaran kali di Jakarta rata-rata memunggungi sungai.
Tak jarang, rumah atau gedung itu ikut membuang limbah ke sungai.
”Pernah satu teman saya sedang bekerja di kali tahu-tahu terkena semprot air warna kuning dari salah satu pipa dari rumah-rumah itu. Ya, tahu sendirilah, air apa itu,” ujar Irwan, sambil tertawa.
Warga sekitar kali juga kadang mencurigai atau bahkan menolak kehadiran mereka. ”Kami sampai sekarang tak diizinkan masuk ke kawasan lapangan golf (oleh penjaganya). Katanya di dalam sudah ada petugas kebersihannya,” imbuh Irwan.
Kali Grogol memang melintasi tiga lapangan golf di sejumlah kawasan permukiman elite di bagian selatan Jakarta.
Namun, kondisi kerja berisiko dan minim apresiasi itu tak menyurutkan semangat mereka.
Menurut Syaifuddin, gaji sebesar Rp 3,1 juta per bulan ditambah fasilitas asuransi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menjadi daya tarik.
Kepuasan batin melihat air kali bersih juga menjadi penghiburan. Kecintaan warga pada Kali Grogol yang membelah kampung pun bertambah.
No comments:
Post a Comment