Muka-muka muram dan putus harapan menghiasi hampir seluruh pengungsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Tak bisa dipungkiri, bertahun-tahun hidup di posko-posko darurat yang penuh sesak dengan tumpukan barang-barang dan alas tidur ala kadarnya akan membawa dampak psikologis.
Hanya anak-anak yang seperti tak peduli dengan bencana dihadapi. Mereka asyik bermain di halaman posko atau di atas karung-karung berisi beras bantuan para dermawan.
"Selama kami mengungsi, masih ada perhatian sama kami, kami bersyukur semua. Makanya, sama-samalah kita berdoa biar cepat selesai Gunung Sinabung, biar jangan capek-capek lagi bapak-ibu semua mengingat kami di sini. Kami mengucapkan syukur alhamdulillah, sehat kita semua, naiklah pangkat kalian semua, dekat rezeki. Kami pun begitu juga setelah ditinggal ibu dan bapak di sini," kata seorang ibu sambil menangis, Senin (6/6/2016).
Mendengar ucapan ibu yang merupakan salah satu pengungsi di posko Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Simpang Enam, Jalan Mariam Ginting, Kecamatan Kabanjahe, itu, semua yang hadir tertunduk haru.
Begitu pula dengan rombongan dari Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ( FH USU) Stambuk 92. Mereka ini datang menemui langsung para pengungsi untuk memberikan bantuan beras, gula, susu dan sabun dalam rangka Reuni Perak FH USU 92.
Pendeta Jurmanis Pandia, atas nama pengurus posko GBKP dan selaku Ketua Komisi Penanggulangan Bencana mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang diberikan. Dia bilang, jumlah pengungsi di posko-nya sebanyak 421 Kepala Keluarga atau 1.520 jiwa.
Mayoritas pengungsi berasal dari Desa Sigarang-garang, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo. Keseharian penghuni, kalau orang tua ada yang kembali ke desa atau menjadi buruh tani dengan upah Rp 50.000-an per hari.
Sementara yang tinggal di posko umumnya mereka yang mendapat tugas giliran memasak, sore mereka harus sudah kembali ke posko. "Beginilah keadaannya, keseharian di sini. Dengan upaya yang terbatas kami mencoba melayani dengan kemampuan yang terbatas. Sudah enam tahun erupsi Gunung Sinabung, kita masih eksis, teman-teman dari luar masih menyempatkan memberikan sumbangan seperti. Kami terus bersyukur," kata Jurmanis.
Menurut dia, hampir 80 persen penghuni posko GBKP Simpang Enam adalah umat Islam. Jurmanis mengatakan, tidak ada perbedaan soal agama di tempatnya, semua sama-sama saling menghargai.
"Hari ini puasa. Kita sudah menyediakan tempat salat, bukaan dan sahur. Setiap tahun kita lakukan seperti ini. Sekali lagi kami ucapkan atas bantuan yang diberikan, satu kilo beras saja sangat berharga sekali di sini. Kami tidak pernah memandang besar dan kecil sumbangan, semuanya bagi kami adalah berkat," katanya dengan mimik sedih.
Ahmad Johari Damanik, Ketua Panitia Reuni Perak FH USU 92 mengatakan, pihaknya adalah orang-orang yang dulunya berkuliah di kawsan Padang Bulan Medan.
Selalu berinteraksi dengan saudara-saudara warga Karo di sana. Jadi mengetahui kalau saat ini masyarakat Karo yang berada di sekitar Gunung Sinabung sedang mengalami musibah yang sudah cukup lama, maka datang ide untuk melakukan bakti sosial sebelum acara reuni berlangsung.
Dalam waktu tak sampai seminggu, terkumpul dana yang bisa untuk membeli 1,3 ton beras, 250 kilogram gula, 6 dus susu dan sabun mandi.
"Mungkin yang kami bawa tak sebanyak yang diharapkan atau tidak bisa memenuhi kebutuhan ibu-ibu dan bapak-bapak saudara kami yang ada di sini. Tapi inilah yang bisa kami berikan dengan keikhlasan kami, secara sukarela. Harapan kami semoga sedikit bisa membantu kekurangan," ucap Johari.
Rombongan sebelumnya diterima Wakil Bupati Karo Cory Sebayang. Ucapan terima kasih dan harapan agar semua orang mendoakan semoga bencana erupsi Gunung Sinabung lekas selesai.
"Semuanya kita berdoa agar bencana ini segera berlalu. Untuk bantuan beras yang diberikan, ini benar-benar sangat diperlukan karena stok beras sudah kosong. Kami sudah pinjam beras dari Bulog, bantuan akan kami salurkan sebagian dan sebagian lagi akan kami simpan di gudang," kata Cory yang diamini Almina Bangun, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Karo.
Perkembangan terbaru, pada Sabtu (21/5/2016) petang lalu, semburan dan guguran awan panas sejauh 4.500 meter Gunung Sinabung memakan sembilan korban jiwa.
Mereka adalah warga Desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, yang sedang bekerja di ladangnya. Desa Gamber berada di radius 4 kilometer dari puncak Gunung Sinabung dan menjadi zona terlarang untuk dimasuki.
Korban tewas kesembilan, Cahaya beru Tarigan (45) sempat menjalani perawatan selama seminggu di RS Haji Adam Malik Medan. Kedua kakinya harus diamputasi akibat luka bakar yang di deritanya.
No comments:
Post a Comment