Thursday, May 26, 2016

Ahok dan Cita-citanya Membangun Jakarta Tanpa APBD

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melontarkan keinginan agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta ke depannya tidak lagi digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Ia ingin pembangunan infrastatruktur kelak didanai oleh kewajiban yang dimiliki perusahaan swasta kepada Pemerintah Provinsi.
Ia menyampaikan hal itu di depan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan unit kerja perangkat daerah (UKPD) saat penandatanganan dokumen perjanjian kinerja antara kepala SKPD/UKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Gubernur DKI Jakarta di Balai Kota, Rabu (25/5/2016).
Jika rencana itu terealisasi, ia ingin nantinya APBD hanya digunakan untuk bayar gaji pegawai negeri sipil (PNS) dan pelayanan publik.
"Kita tidak ingin menghabiskan APBD untuk infrastruktur. Biar nantinya pembangunan infrastruktur diambil dari kewajiban tambahan perusahaan swasta. Terus duit kita buat apa? Buat menggaji pegawai," kata Ahok.
Ia kemudian menjelaskan tentang rencananya menerapkan kewajiban tambahan sebesar 2,5 persen kepada perusahaan swasta yang hendak melaksanakan proyek. Uang dari kewajiban tambahan itu nantinya akan digunakannya untuk pembenahan trotoar.
"Nilainya 2,5 persen, kayak zakat. Jadi, 2,5 persen dari nilai proyeknya harus dia sediakan untuk pembangunan trotoar," kata Ahok.
Bukan hal baru
Keinginan Ahok agar pendanaan infastrukur berasal dari kewajiaban perusahaan swasta sebenarnya sudah bisa dilihat dari kebiasannya saat ini.
Selama era Ahok, tercatat sudah banyak pembangunan infrastruktur yang berasal dari pihak swasta. Mulai dari pembangunan berbagai ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA), gedung parkir di Mapolda Metro Jaya, hingga jalan layang di Bundaran Semanggi.
Dana proyek tersebut berasal dari corporate social responsibility, kompensasi dari koefisien lantai bangunan maupun kontribusi tambahan pengembang proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
Khusus untuk kontribusi tambahan proyek reklamasi, Ahok menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berpotensi mendapat untung hingga ratusan triliun rupiah.
Berdasarkan hitung-hitungan Ahok, keuntungan yang didapat Pemprov DKI bisa mencapai Rp 178 triliun.
"Reklamasi kalau saya hitung itu kalau jadi, langsung jual tanah saja bisa dapat Rp 48 triliun. Di luar tanah Rp 28 triliun. Berarti ada Rp 76 triliun uang di situ. Kalau dia jualnya 10 tahun, setahun hanya 10 persen, kita bisa dapat Rp 178 triliun," kata dia.
Menurut Ahok, dana Rp 178 triliun yang didapat Pemprov DKI bisa untuk mendanai semua pembangunan infrastruktur, mulai darilight rail transit, normalisasi sungai, rumah susun, pelebaran trotoar, hingga tanggul laut.
"Dari kontribusi tambahan ini, LRT, normalisasi sungai, tanggul, trotoar, rusun, semua selesai," ujar Ahok.
Kontribusi tambahan merupakan pungutan yang rencananya akan dikenakan terhadap semua pengembang yang terlibat dalam reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
Pengenaan kontribusi tambahan sudah diusulkan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang dibahas di DPRD DKI. Besarannya mencapai 15 persen.
Namun, pembahasan raperda yang menjadi payung hukum untuk kontribusi tambahan itu terhenti pasca-tertangkapnya Ketua Komisi D Mohamad Sanusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sanusi ditangkap seusai menerima uang suap dari Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Uang suap yang diberikan diduga terkait keinginan pengembang agar kontribusi tambahan hanya berkisar 5 persen.

No comments:

Post a Comment