Tuesday, May 24, 2016

Sempadan Sungai Tersandera


Kompas.com/David Oliver PurbaSenin (23/5/2016), tumpukan sampah serta endapan lumpur yang menyebabkan sungai bewarna hitam menjadi wajah sungai di Pademangan Timur yang menjadi sungai pertama dikunjungi oleh Joko Widodo saat menjabat sebagai Gunernur


Persoalan sungai-sungai di Jakarta seolah tak berujung. Ruwetnya masalah sungai dapat dilihat dari hilangnya area sempadan, tersandera hunian, industri, ataupun bangunan lain.
Akibatnya, sungai menyempit dan tidak optimal menampung air. Banjir pun sulit dielakkan.
Rusaknya kondisi bantaran terlihat berdasarkan penelusuranKompas di Sungai Buaran, Cakung, dan Jati Kramat, pekan lalu.
Tak satu pun bantaran dari ketiga sungai itu dapat disusuri dari hulu di kawasan perbatasan Jakarta-Bekasi hingga hilirnya di Cakung Drain, Jakarta Timur.
Bantaran paling parah terlihat di Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Hampir seluruh bantaran ketiga sungai di kecamatan itu dipadati antara lain oleh hunian kumuh, kompleks perumahan mewah, dan kawasan industri berpagar tembok tinggi.
Di Kelurahan Ujung Menteng, Cakung, misalnya, terdapat deretan hunian ilegal yang berdiri di bantaran Sungai Cakung. Warga juga membangun fasilitas cuci dan jamban di pinggir sungai.
Umar Nawawi (53), warga permukiman kumuh di sepanjang bantaran Sungai Cakung, Kelurahan Ujung Menteng, Kecamatan Cakung, mengakui, rumahnya berdiri di atas tanah negara.
Rumah dibelinya seharga Rp 1,5 juta dari seorang teman, sekitar lima tahun lalu. Umar dan pemilik rumah sebelumnya membuat perjanjian, tak akan menuntut apabila rumah digusur.
Umar dan keluarganya pasrah jika memang digusur asalkan dapat menempati rumah susun.
Dia juga berharap ada kejelasan terkait rencana pemerintah menertibkan warga di bantaran Sungai Cakung.
Meskipun berdiri di atas lokasi yang terlarang dan tidak membayar Pajak Bumi dan Bangunan, rumah Umar dialiri listrik PLN. Sebuah alat meteran listrik prabayar terpasang di depan rumah.
Kualitas air menurun
Maraknya hunian di bantaran sungai juga berpotensi menurunkan kualitas air sungai karena warga membuang limbah rumah tangga langsung ke sungai.
Hal ini terjadi di bantaran Sungai Buaran, tepatnya di Kampung Warudoyong, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, yang dipadati hunian semipermanen.
Nana (50), salah satu penghuni, mengaku lebih dari lima tahun bermukim di bantaran itu. Sudah setahun ini dia mendengar tempat tinggalnya akan digusur. "Tapi nyatanya tak pernah digusur," ucap Nana.
Menurut Nana, bermukim di bantaran memang memiliki ruang yang terbatas. Namun, hal itu disiasati dengan menancapkan kayu penyangga rumah di dinding sungai untuk menopang lantai kayu.
Dengan cara itu, saluran pembuangan dari kamar mandi dan dapur langsung diarahkan ke Sungai Buaran.
Ketua RT 011 RW 008 Kelurahan Jatinegara Nanang Supriyadi (34) mengatakan, banyak warga masih membuang sampah dan limbah rumah tangga ke Sungai Buaran karena minim kesadaran untuk menjaga sungai.
Sekitar tahun 2007, hunian kumuh di bantaran Kali Buaran pernah digusur dan setiap pemilik rumah diberi uang kerahiman Rp 500.000. Namun, warga yang digusur kembali lagi.
Di Kelurahan Pondok Kelapa, Duren Sawit, hunian warga juga mengokupasi bantaran. Bahkan, terdapat rumah yang didirikan tepat di papan larangan yang dipasang pemerintah.
Ada juga warga yang membangun jalan permanen di atas sungai sebagai akses masuk ke rumah pribadi.
Tidak hanya hunian liar yang menguasai bantaran sungai. Perumahan mewah pun membangun tembok tinggi, mepet dengan bibir sungai, seperti terlihat di bantaran Sungai Cakung, Ujung Menteng.
Di Sungai Cakung, sejumlah industri besar juga membangun tembok pembatas tinggi persis di bantaran sungai. Menurut Edi (57), warga Rawa Terate, Cakung, limbah industri di kawasan Cakung juga membuat aliran sungai berwarna hitam pekat.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cisadane Ciliwung Teuku Iskandar mengatakan, saat ini, belum ada payung hukum untuk mengatur luas ideal sempadan sungai.
Perlu ada aturan setingkat peraturan pemerintah yang diikuti peraturan daerah untuk menata sempadan sungai agar terbebas dari segala jenis bangunan dan difungsikan sebagai ruang terbuka hijau atau jalan inspeksi.
"Tidak perlu mempersoalkan lahan di sempadan milik pemerintah atau bukan, yang terpenting peruntukannya."

No comments:

Post a Comment