Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok selalu mengandalkan uang swasta atau pengusaha untuk pembangunan ibu kota. Biasanya Ahok meminta dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pembangunan infrastruktur.
Terbaru, Ahok mengambil langkah membuat perjanjian dengan para pengembang pemegang izin reklamasi Teluk Jakarta. Perjanjian tersebut mengatur pengembang untuk menyerahkan kontribusi tambahan terlebih dahulu agar izin pelaksanaan dan izin prinsip dapat diperpanjang.
Menurut Ahok, tidak ada yang keliru dengan keputusannya untuk menarik kontribusi tambahan sebesar 15 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP). Sebab pembangunan menggunakan dana pengusaha sudah lazim dilakukan negara lain. Namun Ahok mengaku tidak bermaksud membuat pengusaha rugi.
"Kami itu menambahkan beban kepada dia (Pengusaha), pasti mengurangi keuntungan dia pasti, tapi bukan merugikan dia. Untuk membangun infrastruktur dengan cara itu lazim dilakukan di seluruh dunia," katanya di Balai Kota Jakarta, Jumat (20/5).
Dia mencontohkan Malaysia. Di Malaysia, pemilik gedung yang ada di sepanjang kota punya kewajiban membangun trotoar. Dengan begitu uang negara bisa dibagi rata untuk membiayai kebutuhan lain yang bersifat prioritas. Sistem semacam ini bisa diterapkan di Jakarta.
"Kalau kita mau beresin trotoar di Jakarta dengan panjang 1.300 kilometer dikali dua kanan kiri total 2.600 kilometer. Kalau kita hanya anggarkan Rp 50 miliar atau Rp 100 miliar tiap tahun, butuh 25-50 tahun baru selesai," ungkapnya.
"Makanya memang sudah seharusnya di seluruh dunia pembangunan infrastruktur dibebankan kepada pengusaha, dibebankan kewajiban jadi menguntungkan dia juga," tutup mantan Bupati Belitung Timur ini.
No comments:
Post a Comment