Bom pertama yang meledak hanya berjarak sekitar 1,5 meter dari tempatnya berdiri. Ketevan Kardava (56) adalah perempuan yang berdiri di dekat bom yang meledak di Bandara Brussels, pada Selasa, 22 Maret 2016 itu.
Kardava merupakan koresponden untuk Georgian Public Broadcaster di Brussels. Saat itu dia hendak berangkat menuju ke Jenewa untuk tugas liputan.
Sesaat setelah bom meledak, naluri Kardava menuntunnya untuk mengambil kamera. Dia pun mengabadikan berbagai hal di sekitarnya.
"Aku sangat kaget. (Dan mengeluarkan kamera) Adalah instingku," ucap Kardava seperti dilansir USAToday, Rabu (23/3/2016).
Foto pertama yang diambilnya yaitu 2 perempuan yang berlumuran darah serta reruntuhan. Foto itu menunjukkan betapa mengerikannya serangan teror yang terjadi.
Untuk saat ini, Kardava telah berada di rumah dalam keadaan baik-baik saja. Namun suaranya bergetar saat menceritakan pengalamannya itu.
"Aku tak mampu menolong mereka. Semua orang berlumuran darah. Mereka kehilangan kaki, seluruhnya," ujar Kardava. "Aku terus melihat kakiku sendiri. Aku memegangnya untuk merasakan bahwa aku masih memiliki kaki," sambung Kardava.
"Apa yang kau lakukan dalam situasi itu jika kau seorang jurnalis? Menolong? Meminta dokter untuk membantu? Atau mengambil gambar?" kata Kardava.
"Di saat seperti itu, aku menyadari bahwa untuk menunjukkan pada dunia tentang apa yang terjadi pada momen teror itu, sebuah foto lebih penting," tegas Kardava menjawab pertanyaannya sendiri.
Kardava terus mengambil foto dan berteriak mencari pertolongan hingga pasukan militer datang. Kemudian, para korban yang masih mampu berlari diminta untuk menjauh dari lokasi.
"Orang-orang yang aku ambil gambarnya tak mampu berlari dan aku tak bisa menolong mereka. Sangat, sangat sulit bagiku untuk meninggalkan mereka. Aku ingin menolong tapi aku tak bisa. Aku tinggalkan mereka, aku harus lantaran kami khawatir ada ledakan selanjutnya," ujar Kardava.
"Aku tak tahu bagaimana aku melakukannya. Aku tak tahu bagaimana aku mengambil foto. Sebagai jurnalis, itu adalah instingku. Aku mengunggahnya ke Facebook dan menulis 'Ledakan ... Tolong kami'" ucapnya.
Hal itu membuat pandangan Kardava tentang dunia telah berubah. Dia mengaku tidak tahu bagaimana kelanjutan karirnya sebagai jurnalis foto.
"Aku tinggal di sini selama 8 tahun dan telah mengalami banyak hal, bahkan serangan teror Paris. Tapi sekarang aku tahu. Teror itu bisa terjadi di mana saja, kapan saja. Sekarang aku sadar arti dari 'terorisme tidak memiliki batasan'. Bagaimana aku bisa kembali ke bandara esok hari? Kami adalah jurnalis. Kami tidak takut, bukan? Waktu akan datang dan itu penting untukku untuk kembali mendatangi bandara yang sama dan pergi dari stasiun metro yang sama di mana ledakan kedua terjadi. Bagaimana aku bisa menggunakan metro dan pergi ke bandara? Bagaimana bisa aku pergi ke tempat di mana teror yang mengerikan terjadi. Aku tak tahu, aku tak tahu," pungkas Kardava.
No comments:
Post a Comment