Wednesday, March 2, 2016

5 Operator Dihukum Miliaran Rupiah karena Kartel Tarif SMS, BPKN Angkat Topi

Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukum limat operator karena melakukan kartel tarif SMS kembali mendapat pujian. Setelah dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), kali ini apresiasi datang dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Sebab putusan tersebut dinilai tepat dan berpihak kepada konsumen yang telah dirugikan. Tak tanggung-tanggung akibat permainan tarif SMS para operator itu, menurut penghitungan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencapai Rp 2,8 triliun.

"Kami mengapresiasi putusan MA karena praktik kartel merupakan perbuatan terlarang dalam persaingan usaha dan merugikan konsumen. Akibat kartel terbukti ada kerugian konsumen dari sisi materi sehingga harus dikembalikan," ujar anggota BPKN David Tobing saat dihubungi detikcom, Rabu (2/3/2016).

Lima operator yang dijatuhi hukuman adalah PT Excelkomindo Pratama, Tbk; PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk; PT Telekomunikasi Seluler, PT Bakrie Telecom dan PT Mobile-8 Telecom, Tbk. David mengungkapkan putusan MA itu cepat atau lambat mengubah perilaku usaha seluruh operator seluler di Indonesia. Mereka tidak lagi bisa sewenang-wenang mempermainkan tarif.

Kepada operator tersebut, David mendorong agar mereka bisa segera membayar ganti rugi kepada konsumennya. Jika tidak, maka konsumen berhak menempuh jalur hukum terhadap operator yang digunakan.



"Bisa secara volunteer operator menghitung dan kembalikan ke konsumen yang tercatat siapa saja. Dikembalikannya juga bisa berupa pulsa atau potongan biaya telepon. Kalau enggak mau, konsumen punya hak menggugat selama bisa buktikan provider tersebut," papar David.

Bagaimanapun caranya, BPKN mendorong agar keempat operator yang terbukti bersalah itu segera menjalankan putusan MA.

"Saya pikir ini juga bukan kerugian konsumen dari sisi perdata saja, tapi kalau memang ternyata kartel merugikan konsumen bisa juga dibawa ke sisi pidana, seperti kasus dl pencurian pulsa kan pidana. Bisa juga melalui LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat), memakai mekanisme class action (bersama-sama) atau metode gugatan legal standing," lanjut David.

Kasus kartel tarif SMS ini bermula saat KPPU menerima adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh sejumlah provider seluler di Indonesia. KPPU langsung bergerak cepat mengawasi operator-operator yang dicurigai melakukan kartel tarif SMS sepanjang 2004-2007 untuk tarif off-net (lintas operator) pada pasar kompetitif.

Benar saja dalam kurun waktu tersebut, operator seluler meraup keuntungan hingga Rp 133 triliun. Atas dasar temuan itu, KPPU mengusut operator yang dinilai bersalah karena telah merugikan konsumen hingga triliunan rupiah.

Berdasarkan hasil investigasi dan penyidikan KPPU, didapati empat operator yang main mata dalam menentukan tarif sehingga KPPU menjatuhkan denda yaitu PT Excelkomindo Pratama, Tbk dihukum sebesar Rp 25 miliar, PT Telekomunikasi Seluler dihukum Rp 25 miliar, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk dihukum sebesar Rp 18 miliar, PT Bakrie Telecom dihukum sebesar Rp 4 miliar dan PT Mobile-8 Telecom, Tbk sebesar Rp 5 miliar.

Terhadap putusan itu, para operator pun keberatan dan mengajukan banding terhadap KPPU ke PN Jakpus. Majelis hakim PN Jakpus justru membalik keadaan dengan membatalkan keputusan KPPU alias memenangkan operator tersebut.



Tak terima, giliran KPPU mengajukan kasasi ke MA. Hasilnya, pada 29 Februari 2016 lalu ketua majelis hakim agung Syamsul Maarif SH LLM PhD dengan anggota hakim agung Dr Abdurrahman dan hakim agung I Gusti Agung Sumanatha mengabulkan kasasi KPPU.

Atas putusan itu, Ketua KPPU Syarkawi Rauf memberi acungan jempol untuk lembaga tertinggi peradilan di Indonesia tersebut.

"Kita sangat mengapresiasi hakim yang menangani perkara ini. Artinya, sesuai yang diinginkan KPPU untuk membuat industri telekomunikasi lebih efisien dan lebih murah itu kan menguntungkan rakyat," ujar Syarkawi saat dihubungi secara terpisah. 

No comments:

Post a Comment