Dalam kasus penertiban kawasan dengan menggusur bangunan warga yang dinilai ilegal, pemerintah seringkali menggunakan cara-cara kekerasan.
Dengan kata lain, warga dipaksa untuk meninggalkan kawasan tersebut. Bentrokan antara aparat dan warga pun tidak terhindarkan.
"Berdasarkan metode penggusuran, pemerintah masih menggunakan aparat yang sebenarnya tidak berwenang untuk penggusuran paksa," ujar pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta-Unit Tindak Kekerasan Alldo Felix Januardy saat diskusi panel dengan tema "Kota Tanpa Kekerasan", di Universitas Tarumanegara, Jakarta, Sabtu (20/2/2016).
Merujuk pada Undang-undang UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), kata Alldo, tugas-tugas aparat bukanlah menggusur warga.
Jadi, kata Alldo, saat ada kasus klaim atas tanah dan belum jelas tanah tersebut milik siapa, harusnya Polri membela warga yang berada di tanah yang akan digusur.
Begitu juga dengan TNI, yang justru harus lebih banyak bertugas di perbatasan, bukan menjaga wilayah penggusuran. "Seperti kasus Bukit Duri dan Kampung Pulo banyak orang menjadi korban," tutur Alldo.
Di Kampng Pulo, tambah dia, keadaannya bahkan sangat ironis, karena sampai ada warga yang diseret oleh aparat. Menurut Alldo, cara ini sangatlah tidak manusiawi.
Dengan adanya intervensi aparat bersenjata dan polisi diturunkan ke masyarakat sipil, semua orang rentan pada kasus penggusuran paksa. Alldo khawatir, peristiwa penggusuran paksa yang berujung bentrokan di Kampung Pulo juga bisa terjadi di Kalijodo.
Dari penelitian yang dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, sebanyak 113 kasus penggusuran terjadi merata di seluruh wilayah DKI Jakarta pada 2015.
Rinciannya, Jakarta Barat 14 kasus, Jakarta Pusat 23 kasus, Jakarta Utara 31 kasus, Jakarta Selatan 14 kasus, dan Jakarta Timur 31 kasus.
Dengan kata lain, warga dipaksa untuk meninggalkan kawasan tersebut. Bentrokan antara aparat dan warga pun tidak terhindarkan.
Merujuk pada Undang-undang UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), kata Alldo, tugas-tugas aparat bukanlah menggusur warga.
Jadi, kata Alldo, saat ada kasus klaim atas tanah dan belum jelas tanah tersebut milik siapa, harusnya Polri membela warga yang berada di tanah yang akan digusur.
Begitu juga dengan TNI, yang justru harus lebih banyak bertugas di perbatasan, bukan menjaga wilayah penggusuran. "Seperti kasus Bukit Duri dan Kampung Pulo banyak orang menjadi korban," tutur Alldo.
Di Kampng Pulo, tambah dia, keadaannya bahkan sangat ironis, karena sampai ada warga yang diseret oleh aparat. Menurut Alldo, cara ini sangatlah tidak manusiawi.
Dengan adanya intervensi aparat bersenjata dan polisi diturunkan ke masyarakat sipil, semua orang rentan pada kasus penggusuran paksa. Alldo khawatir, peristiwa penggusuran paksa yang berujung bentrokan di Kampung Pulo juga bisa terjadi di Kalijodo.
Dari penelitian yang dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, sebanyak 113 kasus penggusuran terjadi merata di seluruh wilayah DKI Jakarta pada 2015.
Rinciannya, Jakarta Barat 14 kasus, Jakarta Pusat 23 kasus, Jakarta Utara 31 kasus, Jakarta Selatan 14 kasus, dan Jakarta Timur 31 kasus.
No comments:
Post a Comment