Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti menyambangiKalijodo dalam rangka patroli, Kamis (18/2/2016) malam.
Salah satu tempat yang didatangi yakni Kafe Intan yang disebut milik Daeng Azis.
Mulanya, Krishna disinggung soal adanya penolakan warga untuk pindah ke rusun. Namun, Krishna mengaku melihat warga memilih direlokasi.
Oleh karenanya, Krishna menyatakan, sekalipun Azis menolak, bangunannya yang pertama diratakan.
"Anda kan lihat. Sudah pada pindah yang kontrak, yang warga sudah setuju. Jadi yang menolak siapa? Kalau yang menolak yang punya rumah ini (kafe Intan), besok duluan dihancurin, selesaikan. Dan dia namanya Azis, bukan Daeng," kata Krishna, diKalijodo, Kamis malam.
Kondisi Kafe Intan yang berwarna putih dan bertingkat tiga itu tampak telah tertutup. Krishna mengaku tak berniat mencari keberadaan Azis.
"Ngapain, emang dia bapak saya," ucap Krishna.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnamamemerintahkan agar kawasan prostitusi Kalijodo ditertibkan.
Wacana ini muncul setelah kasus kecelakaan mobil Fortuner di Daan Mogot beberapa waktu lalu.
Selain itu, ternyata prostitusi Kalijodo berdiri di atas ruang terbuka hijau. Ahok, sapaan Basuki, mau mengembalikan kawasan itu sesuai fungsinya.
Langkah Ahok itu didukung polisi dan TNI. Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya sepakat mendukung rencana Ahok.
Kalijodo dulu dan sekarang sudah berbeda di mata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Krishna Murti.
Wajah Kalijodo sekarang menurut Krishna tak seseram dulu. Krishna membandingkan dengan Kalijodo tahun 2002 saat dirinya masih menjadi Kapolsek Penjaringan dengan kondisi saat ini.
"Kalijodo sekarang ini jauh berbeda dengan zaman saya kapolsek," kata Krishna mengawali ceritanya ketika mendatangiKalijodo, Jakarta Utara, Kamis (18/2/2016).
Dulu, lanjut Krishna, bangunan hiburan malam di Kalijodo begitu menjamur. Bahkan, kata dia, tepi Banjir Kanal Banjir (BKB) sampai digunakan untuk didirkan bangunan. Sekarang sudah ada Jalan Inspeksi.
"Dulu bantaran sungai semua tertutup bangunan, kanan, kiri tertutup atas tertutup," ujarnya.
Tahun 2002, kata dia, ada sekitar 2.000-an preman di sana. Akses masuk Kalijodo dulu pun begitu seram.
"Jadi masuk itu, kayak masuk ke lorong neraka," ujarnya.
Menurut dia, ada tiga titik lokasi judi besar yang ada di Kalijodowaktu itu. Peta konflik di Kalijodo menurutnya juga tinggi, karena perseteruan antar kelompok.
"Kemudian kami hantam selama beberapa lama perangnya, resistensi itu. Tentunya menggunakan pola-pola agar konflik tidak terjadi. Karena di sini peta konfliknya tinggi, selalu membakar, ada tiga kelompok besar, yakni Bugis, Mandar dan Serang," ujar Krishna.
Pada suatu kejadian, nyawa Krishna terancam di lokasi itu. Ia sempat ditodong denga pistol saat sedang menyelidiki sebuah kasus kematian di Kalijodo. Kejadian itu diungkap Krishna dalam bukunya "Geger Kalijodo".
Krishna melanjutkan, sejak tahun 2002 kawasan itu berubah kondusif setelah polisi merazia. Saat itu hendak dimunculkan wacana mendirikan taman. Namun, rencana pembangunan taman tak pernah terealisasi.
Ia berharap saat ini pemerintah serius mengubah lokasi itu sesuai dengan kebijakannya.
"Kalau sekarang mau ditata harus konsisten, ratakan, jadi taman, kemudian tidak tumbuh lagi (pemukiman) seperti di kolong tol, (bisa jadi seperti) di Ria Rio itu kalau konsisten. Insya Allah aman," ujarnya.
No comments:
Post a Comment