Monday, February 15, 2016

Jeritan Hati Pensiunan dengan Tanah dan Rumah Ber-NJOP Rp 2 Miliar

 Warga Ibu Kota mengeluhkan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Jakarta yang terlampau mahal, khususnya bagi mereka yang punya lahan tempat tinggal luas. 

Kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang saat ini membebaskan PBB bagi rumah di bawah harga Rp 1 miliar dan tahun depan berencana membebaskan pajak bagi rumah di bawah luas 100 meter persegi dirasa belum mengena, khususnya bagi warga yang punya luas lahan di atas 100 meter persegi dan punya nilai jual obyek pajak (NJOP) di atas Rp 1 miliar. 

Salah satunya Sumartono (74), warga Cempaka Putih Timur, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. 

Sumartono merasakan, pajak PBB yang harus dia bayarkan semakin tahun memberatkan. Pria yang punya luas tempat tinggal 280 meter persegi dengan NJOP di atas Rp 2 miliar itu sejak 2015 harus menyetor Rp 4,7 juta per tahun untuk bayar PBB. 

"Saya kan sudah pensiun, penghasilan pensiun saya saja tidak sampai segitu, sedangkan saya mesti bayar air, listrik, biaya (pajak), itu berat buat saya," kata Sumartono kepadaKompas.com di kantor Unit Pelayanan Pajak Daerah (UPPD) Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (15/2/2016). 

Sumartono heran, mengapa pemerintah menetapkan pajak tempat tinggal terus naik. Kalau pun harus naik, dia berpendapat seharusnya kebijakan itu menyasar pengusaha atau pengembang properti. 

"Kan enggak lucu, bangunan saya dari tahun 1970, enggak pernah berubah, enggak diusahakan, rumah tinggal, tetapi pajaknya naik," ujar Sumartono. 

Ia berharap ini bukan karena para pengembang yang membeli lahan dengan harga mahal di Jakarta, warga pun ikut disamakan membayar pajak tinggi. 

"Tanah itu, pemerintah harus punya tarif sendiri," ujarnya. 

Soal kebijakan Ahok yang membebaskan tempat tinggal di bawah Rp 1 miliar, menurut dia, hal itu masih nanggung

"Kalau mau dihapus, dihapus semua, kecuali pengusaha atau industri, atau tanah itu diusahakan. Pemerintah itu harus punya tarif sendiri (pajak untuk warga), jangan ikut pengembang," ujar dia. 

Oleh karena, lanjut dia, bisa saja warga tak mampu suatu saat tidak dapat menempati Jakarta karena pajak yang tinggi. 

"Lama-lama orang enggak punya enggak bisa tinggal di Jakarta. Saya pun lama-lama bisa pindah," ujarnya.

No comments:

Post a Comment