Thursday, February 25, 2016

Ditemukan di Kalijodo, Surat-surat Penyataan Diri PSK Serta Dibubuhi Materai

Ditemukan di Kalijodo, Surat-surat Penyataan Diri PSK Serta Dibubuhi MateraiFoto: Aditya Fajar/detikcom
Jakarta - Pekerja seks komersil (PSK) di Kalijodo, Jakarta ternyata membuat kontrak perjanjian sebelum 'berpraktik'. Surat-surat dalam tulisan tangan, berupa pernyataan diri ditandatangani. Ada juga materai yang ditandatangani dalam surat itu.

Detikcom menemukan tumpukan surat itu di salah satu kafe di Kalijodo, Kamis (25/2/2016). Diduga, pernyataan surat itu guna menghindari penggerebekan petugas, dan menghindari pidana perdagangan orang.
Ada 12 surat pernyataan di dalam tumpukan itu. Mereka para PSK berasal dari berbagai daerah di Jawa dan Sumatera.

Rata-rata para PSK membuat pernyataan dari tahun 2008-2010. Dari 12 wanita, 10 diantaranya janda dan 2 lainnya gadis namun di surat itu disebutkan sudah tidak perawan.
Surat-surat itu kini berserakan saja. Mungkin pemilik kafe meninggalkannya karena 'anak buahnya' sudah pergi seiring akan dibongkarnya bangunan di Kalijodo. 

Ada sejumlah orang yang mengambil jalan 'lain' dalam mencari rezeki. Tentu saja, alasan tuntutan ekonomi menjadi dasar. Seperti yang ditemukan dalam surat pengakuan beberapa PSK Kalijodo.

"Dengan ini saya menyatakan bahwa pada tanggal 30 Desember 2010 telah datang ke Kalijodo untuk bekerja sebagai PSK (pekerja seks komersial). Di tempat sepenuhnya atas kemauan saya sendiri, tanpa ada paksaan orang lain, karena saya terdesak akan kebutuhan ekonomi, untuk melangsungkan kehidupan saya," demikian tulisan salah satu PSK pada lembaran pernyataan tersebut.

Penelusuran detikcom, Kamis (25/2/2016) di salah satu kafe yang berada di Jalan Kepanduan II, Kawasan Kalijodo. Menemukan tumpukan berkas surat pernyataan yang dibuat untuk bekerja sebagai PSK di kawasan Kalijodo. Mungkin pernyataan itu dibuat guna menghindari pidana perdagangan orang.

Dalam kafe tersebut ada sedikitnya 12 lembar surat pernyataan para PSK yang dibuat dan ditulis tangan oleh mereka sendiri. Beberapa pasal didalamnya menyatakan kesanggupan mereka untuk mematuhi segala peraturan dan tata tertib yang dibuat oleh pengelola tempat hiburan.

"Saya akan mematuhi segala peraturan dan tata tertib yang ditetapkan oleh pengelola tempat hiburan ini," demikian tulisan di surat tersebut.

Diakhir surat pernyataan dibubuhkan materai dan tanda tangan mereka yang menyatakan diri mereka untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial. Hal itu pun menjadikan mereka bertanggung jawab penuh atas segala tuntutan yang tertuju kepada diri mereka sendiri, tanpa melibatkan tempat pengelola.

"Apabila di kemudian hari terjadi tuntutan/gugatan secara hukum yang mengatasnamakan saya, maka saya akan menjamin sepenuhnya," tulisnya.

"Demikian surat pernyataan ini saya buat dalam keadaan sehat, jasmani dan rohani dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum tetap di negara RI," demikian penutup di surat perjanjian kerja PSK dan pemilik kafe. Surat-surat itu sudah terserak, tak digunakan lagi.

Foto: istimewa/ Kombes Umar S Fana
Jakarta - Pekerja seks komersil (PSK) Kalijodo, Jakarta diketahui membuat pernyataan dalam sebuah surat. Dengan ditulis tangan ditandatangani di atas materai mereka mengaku sukarela bekerja sebagai PSK, tanpa paksaan.

Surat pernyataan itu berserakan di salah satu kafe. Diduga dahulu disimpan pemilik kafe guna menghindari pidana perdagangan orang.

Apa kata polisi soal pernyataan sukarela PSK Kalijodo itu?

"Menurut UU no 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO, persetujuan korban TPPO tidak hilangkan penuntutan. Pasal 26 terpenuhinya unsur cara dan tujuan. Cara dengan diberikan utang, dijanjikan dan tujuan yakni tereksploitasi," kata Kasubdit III Dit Tipidum Bareskrim Polri Kombes Umar S Fana yang dimintai tanggapannya, Kamis (25/2/2016).

"Pernyataan sukarela itu didasarkan pada kondisi rentan korban, mungkin karena kemiskinan, kepepet bayar utang atau malah dilakukan paksaan," imbuh dia.

Menurut Umar, muncikari walau memegang surat pernyataan sukarela itu tetap dikenakan pasal 2(1) dan (2) UU No 21/2007 dan ancamannya minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda Rp 120-600 juta.

"Dan melihat pada kasus pidana yang disangkakan pada Daeng Aziz, yang bersangkutan bisa ditangkap dan dilakukan penahanan cukup dengan keterangan satu saksi korban ditambah satu alat bukti sah lain, dan bisa membawa tersangka ke pengadilan pasal 30," tegas dia. 

No comments:

Post a Comment